HKI BUKAN PECAHAN HKBP
Keterangan Gambar: Kantor Pusat HKI, Jl. Melanthon Siregar, Nomor 111, Pematangsiantar |
Perjanjian di tanah Batak sudah dimulai pada tahun 1824, waktu itu negara Republik Indonesia masih dalam jajahan bangsa Belanda. Namun demikian badan badan Missi yang ada di negara Belanda memafaatkan kesempatan ini untuk mengadakan perjanjian di Indonesia khususnya di tanah Batak, sehingga Gereja Baptis mengutus dua orang Missionaris TUAN BURTON dan TUAN WARDT ke tanah Batak dan tinggal di kota Tarutung Silindung. Usahah penginjilan kedua Missionaris ini tidakmembuahkan hasil, karena orang Batak yang ada di Tarutung Silindung waktu itu tetap beranggapan bahwa kehadiran mereka adalah sebagai bangssa penjajah., sehingga kedua Missionaris ini kembali ke Batavia, Jakarta sekarang. Sepuluh tahun kemudian, Badan Missi Amerika di Boston mengutus dua orang Missionaris, yaitu TUAN MUNSON dn LYMAN, tetapi nasib kedua Missionaris ini sangat tidak beruntung. Mereka berdua harus mati terbunuh di Sisangkak Lobupining 18 km arah kota Sibolga dari kota Tarutung tepatnya tanggal 28 Juni 1834.
Menurut penelitian dari seorang Ahli Kedokteran yang bernama JUNGHUHN dari Jerman, kejadian ini adalah dikarenakan bahasa yang saling tidak mengerti, sehingga orang Batak pada waktu itu menduga mereka adalah bagian dari si Bottar Mata yang mematamatai di tanah Batak untuk lebih mudah ditaklukkan dan dijajah.
Hasil penelitian JUNGHUHN cepat tersebar di seluruh badan badan Missi dunia termasuk badan Missi Belanda, sehingga mereka merobah sistem dan strategi penginjilan berikutnya. Badan Missi Belanda menugaskan VANDEERTUK berangkat ke tanah Batak untuk mempelajari bahasa dan budaya orang Batak khususnya Batak Toba. Dan setelah dapat menguasai, mereka menterjemahkan ALKITAB ( BIBEL ) ke dalam bahasa Batak termasuk tatakramanya. Lembaga Alkitab Belanda menyebarkan keseluruh badan – badan Penginjilan di seluruh Benua Eropah.
Segera setelah itu Nederlandsch Zending Ganootschap kembali mengutus Missionaris ke tanah Batak yang di kepalai oleh VAN ASSELT, dan mereka memulainya dari Sipirok Tapanuli Selatan. Karena sudah saling mengerti tata bahasa, maka VAN ASSELT bersama sama dengan HERMANUS salah seorang orang Batak. Usaha penginjilan itu sudah mulai mendapat titik terang. Dalam waktu yang bersamaan RIJNSCHE ZENDING telah mengutus dua orang Missionaris ke Indonesia yaitu ke Borneo Kalimantan yang bernama HEINY dan KLAMER, tetapi usaha mereka gagal, sehingga mereka memutuska berangkat ke tanah Batak untuk bergabung dengan Missionaris disana sekitar tahun 1857.
Pada tahun 1861 terjadilah kesamaan pandangan antara RIJNSCHE ZENDING Jerman dengan RIJNSCHE ZENDING Belanda, ada baiknya penginjilan di tanah Batak diteruskan oleh RIJNSCHE ZENDING Jerman, karena bangsa Belanda masih tetap di pandang oleh orang Batak sebagai bangsa penjajah, sementara Zending Jerman murni sebagai pemberita injil, maka tanggal 7 Oktober1861 terjadilah timbang terima antara Missionaris Zending Belanda kepada Missionaris Rijnsche Zending Jerman, dan itulah yang diperingati sebagai Hari KeKristenan di tanah Batak sampai dengan sekarang.
Dengan memanfaatkan apa yang telah di terbitkan VANDEERTUK sebelumnya mengenai tata bahasa dan tata krama orang Batak, termasuk dengan memahami Bibel berbahasa Batak. Maka Rijnsche Zending Jerman mengutus PDT. DR. INGWER LUDWIG NOMMENSEN dan pada tanggal 14 Mei 1862 ia tiba di Padang. Bertemu dengan Tuan HEINY dan KLAMEER dan mengatur strategi perjalanan, maka pada tanggal 11 November 1863. Nommensen mengadakan penyelidikan pertama yang dimulai dari Sipirok sampai ke kota Tarutung daerah Silindung yang mayoritas dihuni oleh seorang Batak Toba, dan setelah itu mereka kembali ke Sipirok untuk mengadakan persiapan.
Pada awal tahun 1864 Pdt. Dr. Ingwer Ludwig Nommensen memulai perjalanannya dari Sipirok menuju Silindung dan tiba di kota Tarutung pada tanggal 07 Mei 1864. Karena sudah saling mengerti bahasa, maka usaha penginjilan yang dibawa oleh Nommensen mulai membuahkan hasil, yang walaupun pada mulanya kedatangannya banyak ditentang oleh raja – raja marga di Silindung Nommensen menerangkan dan menjelaskan kedatangannya disana adalah sebagai orang yang datang dari negara seberang membawa pengobatan bagi orang-orang sakit, serta bermaksud membuka sekolah bagi orang Batak yang tidak tahu membaca dan menulis, sehingga A. Bari Lumban Tobing salah seorang raja marga disana membujuk temannya Raja-raja Marga lain untuk menerima Nommensen tinggal di Silindung. Satu tahun kemudian tepatnya tanggal 27 Agustus 1865 Pdt. Dr. Ingwer Nommensen membaptiskan Raja Amandari Lumban Tobing beserta keluarganya, dan itulah yang menjadi Kristen pertama di Silindung.
Kedudukan Nommensen semakin kuat di Silindung, dan dukungan Pemerintah Hindia Belanda pun semakin nyata terhadap pengamanan penginjilan di Silindung. Nommensen tinggal di HUTA DAME,dan ketiak itu seorang Raja Marga yang sangat berpengaruh yang bernama Raja Pontas mau dibaptis menjadi Kristen asalkan pusat penginjilan atau Gereja dipindahkan, dari Huta Dame ke PEARAJA. Permohonan Raja Pontas dikabulkan, gerejapun dipindahkanlah dari Huta Dame ke Pearaja yang sekarang. Tak lama kemudian didirikanlah sekolah Guru di Pansur Napitu, dan yang tamat dari sana itulah yang menjadi Guru di gereja-gereja dan Sekolah Zending waktu itu. Rura Silindung telah digenapi firman Tuhan, dan tempat sekolah guru dipindahkan dari Pansur Napitu ke Sipoholon yang sekarang. Daerah (lembah) Rura Silindung sudah dinobatkan menjadi Pusat Pengembangan Agama Kristen di Tanah Batak, dan untuk meneruskan penginjilan diserahkan kepada orang-orang Batak yang sudah tamat dari Sekolah Guru Pansur Napitu dan yang tamat dari Sipoholon untuk mengasuh.
Kira-kira tahun 1880 Pdt. Dr. Ingwer Ludwig Nommensen membuka pusat penginjilan baru ke pinggiran pantai selatan Danau Toba yaitu di Sigumpar Toba. Nommensen bekerja disana menginjili sampai akhir hidupnya penginjilan di daerah Toba sangat pesat perkembangannya sehingga, dalam kurun waktu 20 tahun dari tahun 1881-1905. Seluruh daerah Toba sudah menjadi penganut agama Kristen.
PENGARUH PENGHAPUSAN CULTURSTELSEL ( TANAMAN PAKSA )
Multatuli menyoroti kekejaman dari Culturstelsel atau tanaman paksa, sehingga berlanjut kepada penghapusan yang dimulai dari tahun 1886-1908, sehingga komoditi yang bernilai Ekspor sudah berkurang dari Sumatera Utara seperti kopi, the, tembakau, dan rempah-rempah. Akhirnya Pemodal dari negeri Belanda mengalihkan sebahagian dari modalnya untuk membuka Perkebunan Tembakau disebelah Medan, Perkebunan Karet disepanjang pantai Selatan, dan Perkebunan Teh didaerah Simalungun. Perkebunan yang baru dibuka itu memberi lapangan kerja baru bagi orang-orang yang berpendidikan, sehingga orang-orang Batak yang tamat dari Pansur Napitu dan Sipoholon banyak hijrah ke Sumatera Timur untuk mencari kerja, tergiur dengan gaji yang sangat besar. Mereka bekerja sebagai buruh, tukang dan kuli, kecuali yang punya pendidikan sebagian bekerja sebagai karani.
Akibat dari membludaknya penduduk yang datang dari Tapanuli terjadilah masalah baru yaitu , kekurangan pangan dan kebutuhan sehari-hari. Sebahagian besar dari mereka terpaksa membuka persawahan disekeliling perkebunan seperti Pematang Bandar dan Tanah Jawa. Kejadian dan situasi yang demikian, terjadilah penginjilan baru yang tidak dibiayai Badan Missi, dimana orang-orang yang pindah dari Tapanuli yang sudah menjadi Kristen membuka gereja-gereja baru di tempat mereka berada. Namun denikian Rijnsche Zending berusaha utnuk membuka gereja dan sekolah untuk mendidik anak-anak mereka.
Sampai tahun 1920 penginjilan di Sumatera Timur, dapat dikatakan berjalan baik. Orang-orang pindah dari Tapanuli yang sudah diterangi injil Kristus, bebaur dengan orang-orang dari Saribu Dolok Simalungun atas yang juga sudah menerima penginjilan, menjadi satu di kota Pematangsiantar menganut suatu agama. Yaitu agama Kristen. Mereka masih bernaung dibawah satu atap yang bernama Rijnsche Zending.
Keterangan Gambar: Sutan Malu Panggabean bersama Para Pejuang HChB |
KEINGINAN MENDIRIKAN BADAN PENGINJILAN BARU.
Pada tahun 1920an, orang-orang Kristen Batak berkeinginan untuk mengadakan Badan Penginjilan baru. Niat atau keinginan ini muncul dikarenakan:
- Akibat perang dunia pertama (I) terputusnya hubungan Badan Missi di Indonesia dengan Badan Missi Rijnsche Zending di Jerman. Sehingga petugas-petugas missi tidak mendapat bantuan, mereka hidup hanya dari sumber-sumber dalam negeri seperti persembahan yang dikumpulkan di gereja, dan tidak cukup untuk membiayai keperluan sehari-hari. Pimpinan gereja harus berusaha sekuat tenaga mencari sumber seperti mengadakan Pesta untuk pengumpulan dana.
- Kesamaan tindakan Pemerintah Belanda dengan Missionaris terhadap penduduk pribumi, dimana para Missionaris tidak pernah membela atau melindungi warga gereja dari sikap angkara murka orang Belanda sebagai bangsa penjajah. Ucapan yang sangat kritis dari orang-orang Batak muncul “ Sababa do tuan “ artinya sejalannya bangsa Belanda dengan Missionaris Jerman.
- Perbedaan Strata (status) antara pribadi Missionaris dengan warga gereja, hubungan yang ada adalah hubungan yang formil saja dalam gereja. Segala urusan yang berhubungan dengan kegerejaan, seperti pendidikan, dan yang sejenis. Missionaris merupakan majikan bagi petugas rendahan. Contoh soal: para Missionaris disebut “ TUAN PENDETA “, sedangkan bagi orang Bumi Putra “ PENDETA SIANU” tanpa ada predikat TUAN.
- Warga gerja orang Batak hidup berkelompok dikelilingi tembok yang ditumbuhi rumpun bambu, sedangkan Tuan Pendeta tinggal di gedung jauh terpisah dari masyarakat. Anak-anak Tuan Pendeta tidak pernah bergaul dengan anak-anak warga gereja. Pakaian anak-anak Tuan Pendeta tetap menunjukkan bahwa mereka lain dari anak penduduk biasa.
- Anak (Boy) Tuan Pendeta tidak pernah ada atau tidak boleh menerima baptisan ( Permandian Suci) dari pendeta orang Batak. Dan setelah tiba waktunya untuk bersekolah, mereka dikembalikan ke negeri mereka. Rasa kebersamaan tidk pernah ada.
- Tingginya harga akte-akte seperti Akte Permandian Suci, sehingga banayak warga gereja terhalang membawa anaknya untuk dibaptis karena tidak sanggup membayar satu Pound Sterling (1€ ) waktu itu. Umumnya orang tidak mengetahui Budged gereja, hanya Tuan Pendeta yang punya wewenang tentang keuangan gereja. Hal ini menimbulkan kepincangan dalam kepemimpinan gereja. pendeta-pendeta pribumi tidk mempunyai wewenang untuk mengurus keuangan gereja.
- Jarak sosial antara Missionaris dengan orang yang diinjili. Mereka dianggap Tuan yang status sosialnya adalah berbeda dengan masyarakat. Mereka disebut tuan yang keberadaannya di bumi yang tingkat kemanusiannya berbeda jauh dengan orang-orang warga gereja biasa. Inilah yang ditafsirkan orang Kristen Batak yang sangat berlawanan dengan injil, sehingga sedikit demi sedikit kepercayaan sejumlah warga gereja terhadap kepemimpinan Missionaris orang Jerman.
Hal yang sangat kurang memuaskan adalah; Missionaris saling memenuhi kehendak dengan penjajah Belanda. Injil tidak dilaksanakan untuk mencintai semua orang. Mereka lebih dekat kepada kaum penjajah sesama kulit putih, sehingga anggapan sebahagian Kristen Batak waktu itu : Missionaris membantu kedudukan penjajh di Indonesia pada waktu itu.
LAHIR GERJA BARU
Sampai tahun1920 di Kota Pematangsiantar hanya ada satu gereja yang didirikan oleh Rijnsche Zending menjadi pusat penginjilan di Simalungun, itulah gereja HKBP jln Gereja yang sekarang. Anggota jemaatnya orang Batak yang datang dari Tapanuli yang tinggal di Kampung Kristen, jln. Tanah Jawa, dan jln.Parapat daerah yang belum sempat di kosessi perkebunan asing.
Kira-kira empat(4) kilometer jalan ke Tanjung Balai di perkebunan karet, ada orang Batak yang juga pindahan dari Tapanuli berjumlah lebih kurang dua puluh lima kepala keluarga. Diantara yang dua puluh lima keluarga itu seorang yang bernama : Fredrik Panggabean gelar : “Soetan Maloe”. Beliau adalah tamatan dari sekolah guru asuhan Rijnsche Zending Sipoholon. Beliau adalah salah seorang yang selalu mengkritisi sikap dan tingkah laku dari pendeta Missionari yang sangat asing dengan orang Batak yang sudah menjadi Kristen sejak ia tamat sekolah guru.
Mereka yang dua puluh lima keluarga ini, harus berjalan kaki sejauh empat kilo meter ke Pematangsiantar setiap minggu. Mereka telah berkali-kali membuat permohonan kepada Rijnsche Zending pada waktu itu “ TUAN BREGENSTROTH” agar di Pantoan empat kilometer dari kota Pematangsiantar didirikan gereja, namun tidak pernah digubris atau ditanggapi. Semenjak diajukannya permohonan pendirian gereja tersebut, mereka sering mengadakan rapat atau perkumpulan, dan itupulalah alasan TUAN BREGENSTROTH menuduh mereka mengadakan suatu partai yang ingin menentang pemerintah Belanda. Karena menganggap permohonan mereka tak mungkin terkabul, bahkan sudah di tuduh mencoba membuat suatu aksi, mereka sepakat untuk mendirikan suatu gereja, maka pada tanggal 01 MEI 1927 mereka mengadakan KEBAKTIAN PERIBADATAN di rumah Frederik Soetan Maloe Panggabean dengan nama HURIA CHRISTEN BATAK (HChB) yang di catat dan disetujui hari lahirnya HChB / HKI yang sekarang.
Kabar berita tentang berdirinya HChB / HKI di Pantoan tersebar kemana-mana, apalagi buat orang-orang Kristen yang ada di perkebunan, sehingga pada tanggal 04 Nopember 1928 berdirilah satu jemaat di DOLOK MERANGIR yang diprakarsai oleh : MANUNTUN TITUS LUMBANGAOL yang juga salah seorang tamatan sekolah guru dari Sipoholon. Hubungan kedua gereja semakin erat dan perkunjungan perkunjunganpun semakin diperbanyak, akhirnya pada tanggal 12 Desember 1928 diadakanlah Sinode I bertempat di Pantoan Batu Opat untuk memilih Pimpinan Organisasi, dan tersusunlah HOOFD BESTUUR (Pucuk Pimpinan) yang pertama, antara lain:
susunan Hoofdbestuur ini empat orang dari Pantoan, dan liam orang dari Dolok Merangir yang seluruhnya bekerja sebagai Pegawai Kantor Perkebunan dan Rumah Sakit kecuali yang dari Pantoan sebahagian adalah petani penggarap sawah. Semuanya adalah orang-orang Kristen yang terpelajar, walaupun tidak ada Pendeta.
Setelah terbentuknya badan kepengurusan itu, mereka terang-terangan menarik diri dari Rijnsche Zending dan menyatakan telah mempunyai gereja sendiri yang bernama Huria Christen Batak (HChB) dan siap menanggung segala resiko yang datang dan muncul dari pihak manapun.
Usaha pertama yang dilakukan Hoofdbestuur yang baru terbentuk adalah membuat Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga(AR) sebagai salah satu syrat dalam pengurusan Rechtpersoon, termasuk penetapan nama dan tempat kedudukan Pimpinan Organisasinya. Dalam surat-surat yang dilayangkan Hoofdbestuur kepada pimpinan Rijnsche Zending maupun Controleur dan Governeur General bernama : VEREENIGING ZENDINGGENOOTSCHAP HURIA CHRISTEN BATAK berkedudukan di PEMATANGSIANTAR dan berdiri TANGGAL 01 MEI 1927, setelah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumahtangga selesai disusun , mereka mengajukan permohonan Rechtpersoon kepada Gouverneux General di Buitenzorg di Bogor melalui Controleur di Pematangsiantar Simalungun pada tanggal 09 September 1929, namum mereka mendapat kesulitan, karena surat tersebut hanya ditandatangani Voorzitter (Ketua) dan Secretaris tanpa sebutan nama Pendeta. Walupun demikian semangat mereka tidak pernah kendur, mereka mengirimkan surat susulan tanggal 17 Oktober 1929 dan tanggal 04 Nupember 1929. Dari sekian surat permohonan yang dikirimkan, mereka hanya pernah menerima surat balasan dar Controleur Van Simalungun dengan isi: Surat(rekest) tuan telah diterima, dan sekarang sedang diurus, diharap agar sabar menunggu.
Suatu hal yang merepotkan, kalau ada gereja yang bertambah yang bergabung dengan HChB, Hoofdbesfuur harus membuat surat pemberitahuan kepada Rijnsche Zending seperti waktu berdirinya gereja ke tiga di Sinanggap Baris pada tahun 1930. Tetapi biarpun suatu pekerjaan yang melelahkan, semuanya disanggupi oleh Hoofdspuur pada waktu gereja bertambah di Balata, Tiga Bolon, Paneitongah, Marihat dan Di Simpang Dua.
Not: - Berkisar antara tahun 1928-1930 sudah ada empat kelompok berdiri gereja di Sumatera Utara antara lain: MISSION BATAK di medan, Verenniging HURIA CHRISTEN BATAKdi Jakarta, dan HURIA KRISTEN BATAK di Medan. Masing-masing memisahkan diri dari Rijnsche Zending dan tetap mempertahankan keberadaannya masing-masing. Namun yang pesat perkembangannya dan yang paling besar sampai sekarang adalah VEREENNIGING HURIACHRISTEN BATAK(HChB) yaitu Huria Kristen Indonesia (HKI) yang sekarang.
Pemerintah Belanda tidak mengijinkan HChB memakai ZENDING GENOOTSCHAP dan KERKGENOOTSCHAP kecuali VERENIGING, artinya Perkumpulan Gereja Batak. Itulah sebabnya terpisah sakramen dari Rechtpersoon. Hal ini adalah suatu cara untuk menekan perkembangan HChB
PENGINJILAN / PASTORIAL
Sistem penginjilan yang diterapkan oleh orang-orang Kristen Batak yang sudah bergabung menjadi HChB mulai sejak berdiri sampai sampai pada tahun 1931 adalah perkunjungan rumah ke rumah. Dalam perkunjungan yang sedemikian itulah dikampanyekan tentang HChB bukanlah suatu Partai Pendukung Pergerakan Nasionalseperti yang dituduhkan oleh Rijnsche Zending, tetapi murni Badan Penginjilan baru untuk menyebarkan firman Tuhan seperti tertulis dalam Matius 28 :19-20. Memang sangat menguntungkan, karena hubungan marga, partuturan antara hula-hula boru, bahkan asal usul kampung/parsahutaon dari Tapanuli, membuka pintu lebar-lebar dialog dan diskusi menjadi mudah menerima gereja baru itu. System dan cara itu bukan hanya di Simalungun, tetapi berlaku sampai ke silindung. Hal itu terbukti, karena hanya dari tahun 1930 sampai dengan tahun 1932 ada beberapa gereja yang berdiri seperti tertera di bawah ini:
- Tgl 14 Pebruari 1932 berdiri HChB Hatonduhan
- Tgl 21 Pebruari 1932 berdiri HChB Samperaja
- Tgl 06 Maret 1932 berdiri HChB Nagojor
- Tgl 13 Maret 1932 berdiri HChB Jawa Tonga
- Tgl 20 Maret 1932 berdiri HChB Maligas Tonga
- Tgl 10 April 1932 berdiri HChB Negeri Bayu
- Tgl 17 April 1932 berdiri HChB Dolok Marlawan
- Tgl 15 Mei 1932 berdiri HChB Tomuan Dolok
- Tgl 15 Mei 1932 berdiri HChB Medan
- Tgl 15 Mei 1932 berdiri HChB Kisaran
- Tgl 17 Mei 1932 berdiri HChB Parbutaran
- Tgl 26 Juni 1932 berdiri HChB Nagur
- Tgl 09 September1932 berdiri HChB Paha Naopat
- Tgl 06 Oktober 1932 berdiri HChB Siborongborong Lontung
- Tgl 26 Desember 1932 berdiri HChB Pematangsiantar
Di Daerah Tapanuli
16. Tgl 03 Juni 1932 berdiri HCHb Parlombuan
17. Tgl 04 juni 1932 berdiri HChB Siparendean
18. Tgl 24 April 1932 berdiri HChB Pantis-Pahae
19. Tgl 01 Mei 1932 berdiri HChB Simangumban-Pahae
20. Tgl 18 September 1932 berdiri HChB Sibaganding-Pahae
21. Tgl 25 September 1932 berdiri HChB Sarulla-Pahae
22. Tgl 19 September 1932 berdiri HChB Pansur Batu-Tarutung
23. Tgl 26 September 1932 berdiri HChB Hutabarat-Tarutung Sisunggulom
24. Tgl 27 September 1932 berdiri HChB Aekrasia-Tarutung
25 . 06 Agustus 1932 HChB Muara
Jadi sampai akhir tahun 1932, gereja HChB sudah berdiri 25 gereja di Simalungun, Tapanuli, Medan, dan Kisaran, ditambah dengan gereja yang berdiri sebelumnya, seperti :
1. HChB Pantoan 01 Mei 1927
2. HChB Dolok Berangir 04 November1928
3. HChB Sinangab Baris 10 November 1929
4. HChB Simpang Dua 1931
5. HChB Tornagodang 18 Oktober 1931
6. HChB Paneitongah ………1931
7. HChB Lumban Tonga-tonga 15 Maret 1931
8. HChB Lumban Siagian ……..1931
9. HChB Huta Gurgur 16 Agustus 1931----Sipahutar
Ada satu yang yang sangat mendesak dihadapi gereja yang baru berdiri dan tergabung dalam HChB ini, mulai dari tahun 1927 sampai dengan awal tahun 1932, yakni belum pernah diadakan Baptisan (Permandian Suci). Hal ini terjadi karena belum tersedianya tenaga Pendeta. Dua peristiwa yang perlu dicatat dalam dekade ini, yaitu HChB Hutagurgur Sipahutar pernah mengadakan permandian suci dan dilaksanakan di HChB Pahae, yang melaksanakan tugas itu adalah Guru Huria setempat. Dan yang kedua adalah di HChB Sisiunggulon, mereka memangil Pendeta Keman Hutabarat, salah seorang pendeta yang pernah bekerja Rijnsche Zending untuk mengadakan sakrament Permandian suci. Dua peristiwa pelaksanaan sakrament ini mendapat tuntutan dari pemerintah belanda, karena tidak izin untuk melaksanakan sakrament permandian suci.
Ahirnya pada bulan Oktober tahun 1932 Soetan maloe selaku Voorsitter meminta kesediaan pendeta Pdt. Willy Sinaga salah seorang yang melayani di Rijnsche Zending untuk melaksanakan sakrament Babtisan Kudus di HChB dan sekaligus menjadi pendeta di gereja HChB. Pada waktu itulah diundang seluruh warga HChB untuk datang membawa anak-anaknya mengikuti sakrament Babtisan Kudus di Gereja HChB Juma Saba Simpang dua.
Pemerintah setempat yaitu Kontelir Simalungun meminta pertanggungjawaban dari FP. Soetan Maloe dan dikirim secara tertulis ke kantor Kontelir Simalungun. Isi surat tersebut berbunyi: Pendeta Willy Sinaga telah mendapat Hak dan ijin untuk melaksanakan sakrament dan dinyatakan haknya tersebut belum pernah dicabut.
Kejadian ini berdampak positif, karena sesudah dilaksanakannya sakrament Babtisan tersebut, perkembangan dan pertumbuhan gereja HChB semakin pesat di Tapanuli apalagi di daerah sipahutar Pangaribuan. Pada tahun 1933 ada 19 gereja yang berdiri belum termasuk gereja yang berdiri di daerah Toba dan Simalungun.
Sinode kelima diadakan:
Sinode pertama diadakan pada bulan Desember 1928 di Pantoan, dan synode kedua, tiga dan empat tidak dicatat kapan dan dimana dilaksanakan. Hal ini dapat dimaklumi swbagai gereja baru berdiri belum mempunyai gedung yang memadai. Mungkin saja didakan satu kali satu tahun, waktunya satu hari saja, dan tempatnyapun di rumah-rumah.
Pada bulan September 1932, bertempat Lumban Siagian, dilangsungkan sinode kelima selam dua hari. Keputusan yang diambil dalam sinode ini ada empat butir yang sangat berharga bagi HChB / HKI sekarang antara lain:
- Mengangkat Voorzitter Afdeling (Ketua Daerah) yang bertanggungjawab di daerah mewakili Voorzitter Hofdbsetuur pusat.
- Menugaskan Voorzitter Hoofdbestuur pusat agar segala upaya untuk memperoleh Rechtpersoon
- Untuk menggiatkan Evangelisasi-evangelisasi di rumah-rumah maupun di gereja.
- Mengukuhkan Hoofdsbestuur periode sebelumnya.
Penugasan oleh synode kepada Voorzitter Hoofdsbestuur yaitu bapak F.B. Soetan Maloe Panggabean betul-betul direstui Tuhan, karena berselang delapan bulan setelah synode kelima, Gubernur Jenderal Hindida Belanda di Bogor tepatnya tanggal 27 Mei 1933 telah mengeluarkan Surat Pengakuan Pemerintah yang disebut pada waktu itu RECHTPERSOON nomor : 29 dan sepuluh hari kemudian tepatnya tanggal 09 Juni 1933 dikeluarkannya lagi surat ijin mengadakan Zakrament dengan nomor 46. Mulai saat itu terjawablah sudah kekhawatiran da keraguraguan yang selama ini menghantui warga gereja HChB. Mereka sudah bebas mengadakan kebaktian dan melaksanakan zakrament Baptisan dan Perjamuan Kudus dimana dan kapan saja di seluruh gereja HChB. Masalahnya Pendeta di HChB belum ada, jika ka;au untuk melaksanakan zakrament oleh karena itu harus mengundang Pendeta dari luar, itupun harus mendapat persetujuan dari Rijnsche Zeending. Kal ini juga dapat dipahami, karena sebelumnya usaha yang gigih dilakukan oleh Hoofdsbestuur terfokus kepada pertambahan jemaat dan gereja, sedangkan pelaksanaan tugas gereja yaitu Zakrament, Pentakbisan para sintua, dan Pelajaran Angkat Sidi, masih dibelakangkan. Pada tanggal 10-13 Agustus 1933 diadakan synode ke enam bertempat di gereja HChB Tornagodang. Tetapi dua bulan sebelumnya telah lebih dahulu dilaksanakan pesta syukuran sekaligus pengumpulan dana, atas keluarnya Rechtpersoon dan surat ijin melaksanakan zakrament di gereja HChB Jumasaba Simpangdua tepatnya tanggal 25 Juni 1933. Pesta tersebut sangat ramai, hampir dihadiri semua utusan gereja HChB yang sudah ada. Dan dana yang terkumpul dapat membayar pinjaman uang yang dipakai dalam urusan Rechtpersoon dan penerbitan buku Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang disebut waktu itu statuten. Dalam synode keenam itu, dibahas lagi keputusan-keputusan yang belum terlaksana dalam synode kelima, antara lain Pengangkatan dan Penempatan Hoofdsbestuur Afdeling (Ketua Daerah). Maka pada synode ke enam tersebut diputuskan dan diangkatlah lima orang menjadi Hoofdsbestuur antara lain :
- Aristarkus Hutabarat untuk daerah kota Pematangsiantar dan sekitarnya.
- Wismar Sinaga untuk daerah Tanah Jawa
- Raja Soambangon Sitorus untuk daerah Toba Porsea.
- Voozitter Simatupang untuk daerah Pangaribuan
- Raja Levi Sihombing untuk daerah Dairi Sidikalang
Tugas-tugas Hoofdsbestuur Afdeling inipun juga ditetapkan antara lain:
- Mengkoordinir jemaat-jemaat di Afdelingnya
- Mewakili Hoofdsbestuur Pusat kepada pemerintah
- Memimpin Rapat Afdeling
- Mewakili Hoofdsbestuur Pusat meresmikan jemaat-jemaat baru.
Pengangkatan Voorzitter Hoofdsbestuur ini waktu itu tergantung kepada kebutuhan. Itulah sebabnya tidak semua daerah-daerah diangkat Voorzitter Hoofdsbestuur. Akan tetapi ada yang diangkat setelah selesai synode, karena unutk pengangkatan Voorzitter Hoofdsbestuur Afdeling pusat, merupakan Hak Prerogatiu Voorzitter Hoofdsbestuur pusat.
PEMBAGIAN DAERAH-DAERAH
Dalam synode ke 30 tanggal 26-27 Maret tahun 1958, ditentukanlah batas-batas wilayah pelayanan yang dinamai “ Daerah”, dan pada waktu itu daerah yang ada dan ditetapkan adalah sebagai berikut:
Daerah I Sumatera Timur
Daerah II Silindung
Daerah III Toba
Daerah IV Humbang
Daerah V Dairi
Daerah VI Tapanuli Tengah
Daerah VII Tapanuli Selatan
Daerah VIII Tanah Alas
Daerah IX Medan
Batas wilayah yang masuk pada pelayanan Daerah I sumatera Timur waktu itu dalah : Simalungun dan Asahan sebanyak enam resort yaitu:
1. Resort Siantar = 10 jemaat
2. Resort Tiga Dolok = 9 jemaat
3. Resort Tanah Jawa Hulu = 13 jemaat
4. Resort Tanah Jawa Hilir = 10 jemaat
5. Resort Perdagangan = 14 jemaat
6. Resort Tebing Tinggi = 14 jemaat
70 jemaat
Ketua daerah pada waktu itu adalah : Pdt. M Saragi
DAFTAR SINODE
- Tgl 10 Desember 1928 synode I di Dolok Merangir
- Tgl 10 Desember 1929 synode II di Dolok Merangir
- Tgl 10 Desember 1930 synode III di Dolok Merangir
- Tgl 10 Desember 1931 synode IV di Dolok Merangir
- Tgl 13 – 14 Juni 1932 synode V di Lumban Siagian
- Tgl 29 – 30 Agustus 1933 synode VI di Tornagodang
- Tgl 1 – 2 September 1934 synode pihak ARISTARKUS HUTABARAT
- Tgl 1 – 2 Desember 1934 synode pihak FP. SOETAN MALOE
- Tgl 20 – 21 Juni 1935 (BIOSKOP DELI) SINODE HADOMUAN
- Tgl 20 – 21 Juni 1936 synode ke X
- Tgl 20 – 21 Juni 1937 synode ke XI
- Tgl 20 – 21 Juni 1938 synode ke XII
- Tgl 20 – 21 Juni 1939 synode ke XIII
- Tgl 20 – 21 Juni 1940 synode ke XIV
- Tgl 20 – 21 Juni 1941 synode ke XV
- Tgl 20 – 21 Juni 1942 synode ke XVI
- Tgl 15-16 Desember 1943 synode ke XVII MT. Lbn. Gaol meletakkan jabatan
- Tgl 15-16 Desember 1944 synode ke XVIII
- Tgl 15-16 Desember 1945 synode XIX HChB TARUTUNG
- Tgl 15-16 Desember 1945 synode XX HChB SUMATERA TIMUR
- Tgl 16 – 17 Nopember 1946 synode ke XXI synode Hadomuan XXI di Patane Porsea HChB menjadi HKI, Ketua Pdt. TJ. Sitorus
- Tgl 30 – 31 Januari 1947 synode ke XXII di Pantoan HKI
- Tgl 18 – 20 April 1950 synode ke XXIII di Pematangsiantar HKI
- Tgl 28 – 29 Nopember 1951 synode ke XIV HKI’
- Tgl 28 – 30 Nopember 1952 synode ke XV HKI
- Tgl 28 – 30 Januari 1953 synode ke XXVI HKI
- Tgl 29/12-02-12 tahun 1954 synode XXVII HKI
- Tgl 5 – 7 Januari 1956 synode ke XXVIII HKI
- Tgl 10 – 13 Pebruari 1957 synode ke XXIX HKI
- Tgl 26 – 27 Maret 1958 synode ke XXX HKI
1. Daerah I Sumatera Timur, Ketua Daerah
2. Daerah II Silindung, Ketua Daerah
3. Daerah III Toba, Ketua Daerah
4. Daerah IV Humabang, Ketua Daerah
5. Daerah V Dairi, Ketua Daerah
6. Daerah VI Tapanuli Tengah, Ketua Daerah
7. Daerah VII Tapanuli Selatan, Ketua Daerah
8. Daerah VIII Tanah Alas, Ketua Daerah
9. Daerah IXMedan, Ketua Daerah
GEREJA YANG BERDIRI DARI TAHUN 1958 – 1960 UNTUK
DAERAH I SUMATERA TIMUR
1. HKI DESA GAJA KISARAN MARET 1959
2. HKI MARTOBA PEMATANGSIANTAR 15 MARET 1959
TAHUN 1960 – 1964 DAERAH I SIMALUNGUN
1. HKI PANGKALAN BUTTU ATAS 25 AGUSTUS 1963
TAHUN 1964 – 1968 DAERAH I SIMALUNGUN
1. HKI MARIHAT MAYANG 28 PEBRUARI 1965
2. HKI PARHAPORUSAN 14 MARET 1965
3. HKI KAMPUNG ASUHAN 19 SEPTEMBER 1966
4. HKI SILAU MALELA SEPTEMBER 1966
5. HKI BANUA SEPTEMBER 1966
6. HKI PASAR I PARDAGANGAN SEPTEMBER 1966
7. HKI HOTMAULI 2 APRIL 1967
8. HKI BAHJAMBI 16 APRIL 1967
TAHUN1968 – 1972 DAERAH I SIMALUNGUN
1. HKI PARDOMUAN MARIHAT 24 SEPTEMBER 1872
2. HKI NAGADOLOK 19 MEI 1972
Mulai tahun 19721 Daerah I Simalungun, talah banyak mengalami kemajuan dalam pertumbuhan jemaat-jemaat yang masih dipimpin seorang Ketua Daerah. Dibawah ini tertera pertumbuhan jemaat-jemaat tersebut:
1. Thn 1973 = 6 resort 73 jemaat
2. Thn 1974 = 6 resort 73 jemaat
3. Thn 1975 = 6 resort 75 jemaat
4. Thn 1976 = 6 resort 72 jemaat
5. Thn 1977 = 6 resort 74 jemaat
6. Thn 1978 = 6 resort 74 jemaat
7. Thn 1979 = 6 resort 74 jemaat
1. Thn 1980 = 7 resort 75 jemaat
2. Thn 1981 = 7 resort 75 jemaat
3. Thn 1982 = 7 resort 80 jemaat
1. Thn 1983 = 13 resort 84 jemaat
2. Thn 1984 = 13 resort 83 jemaat
3. Thn 1985 = 13 resort 85 jemaat
4. Thn 1986 = 13 resort 85 jemaat
5. Thn 1987 = 13 resort 85 jemaat
6. Thn 1988 = 13 resort 86 jemaat
7. Thn 1989 = 13 resort 85 jemaat
8. Thn 1990 = 13 resort 85 jemaat
9. Thn 1991 = 13 resort 85 jemaat
10. Thn 1992 = 13 resort 91 jemaat
11. Thn 1993 = 13 resort 91 jemaat
12. Thn 1994 = 13 resort 91 jemaat
13. Thn 1995 = 13 resort 94 jemaat
14. Thn 1996 = 13 resort 97 jemaat
15. Thn 1997 = 13 resort 93 jemaat
16. Thn 1998 = 13 resort 103 jemaat
17. Thn 1999 = 13 resort 99 jemaat
Dalam keputusan synode kerja tahun 1997 di Medan, HKI yang mempunyai 12 daerah, dirampaingkan menjadi 8 daerah dn mulai direalisasikan pada tahun 2000. ketua daerah pun bergantimenjadi Praeses.
Jadi mulai tahun 2000 Hki Daerah I bukan lagi hanya Simalungun, tetapi sudah meliputi sampai kepada Asahan dan Labuhan Batu dengan nama DAERAH I SUAMTERA TIMUR I. oleh karena itu HKI Daerah I Sumatera Timur I mengalami pertambahan Resort dan jemaat pula seperti:
1. Thn 2000 = 17 resort 145 jemaat
2. Thn 2001 = 17 resort 149 jemaat
3. Thn 2002 = 17 resort 147 jemaat
4. Thn 2003 = 17 resort 148 jemaat
1. Thn 2004 = 22 resort 148 jemaat
2. Thn 2005 = 22 resort 147 jemaat
3. Thn 2006 = 22 resort 151 jemaat
4. Thn 2007 = 22 resort 144 jemaat
ORGANISASI / ADMINISTRASI
Boleh dikatakan mulai dari sejak lahirnya HChB tahun 1927 sampai tahun 1932 pengorganisasian belum tertata dengan baik, hanya berjalan sendirian. Hal ini dikarenakan Voorzitter Hoofdsbestuur masih memfokuskan tugas dan pekerjaannya untuk melahirkan gereja baru di daerah-daerah khusus di Simalungun / Sumatera Timur dan Tapanuli sebagai pusat Rijnsche Zending. Barulah tahun 1993 mulai diadakan Hoofdsbesstuur Afdeling sesuai dengan keputusan synode Lumban Siagian tahun 1993, yang membantu Voorzitter Hoofdsbestuur pusat di bidang :
- Mengkordiner Afdeling masing-masing
- Urusan kepada pihak pemerintah di kawasan Afdelingnya
- Membantu pembinaan dan rapat-rapat Afdeling
- Meresmikan gereja yang baru lahir
Pada waktu itu daerah Simalungun dan Sumatera Timur terbagi dua Afdeling antara lain:
- Afdeling Siantar / Sumatera Timur ialah: ARISTARKUS HUTABARAT yang berkedudukan di HChB Jumasaba Simpangdua
- Afdeling Simalungun : WISMAR SINAGA yang berkedudukan di Tanah Jawa
Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1942 akan tetapi setelah gereja semakin bertambah di Simalungun Struktur Afdeling inipun diganti, Simalungun dan Sumatera Timur tidak lagi dua Afdeling, tetapi telah menjadi satu yaitu Afdeling Sumatera Timur dan Pdt. Farel Simanjuntak sebagai Voorzitter Hoofdsbestuur Afdelingnya.
Mulai tahun 1943 terjadi lagi polemik yang berkepanjangan di tubuh HChB, terjadi tarik menarik antara daerah Silindung dengan Daerah Sumatera Timur menjadi Zetell tempat Voorzitter Hoofdsbestuur. Pada tanggal 16-17 Nopember 1946, tejadilah synode ke 21 di Patane Porsea yaitu synode Hodomuan yang memutuskan :
- Voorzittrer Hoofdsbestuur diganti menjadi sebutan Ketua
- Nama HChb diperluas menjadi HKI
- Mencari hubungan ke gerja-gereja luar dan dalam negeri
- Ketua Umum dipilih dari Pendeta
- Kantor Pusat HKI tetap di jalan Marihat Pematangsiantar
- Terjadilah pergantian pertama dari FP. Soetan Maloe Panggabean kepada Pdt. Thomas Josia Sitorus menjadi Ketua Umum Pucuk Pimpinan HKI
Sejalan dengan itu, nam pimpinan di derahpun turut berganti dari Voorzitter Hoofdsbestuur Afdeling menjadi “ Ketua Daerah “, dan pada waktu itu yang menjadi Ketua Daerah I Sumatera Timur adalah: Pdt. Farel Simanjuntak. Keadaan struktur ini bertahan sampai tahun 1958, akan tetapi pada tahun itu juga setelah selesai synode, terjadi pemekaran Daerah I Sumatera Timur tidak lagi satu, tetapi telah dibagi menjadi dua Daerah yaitu:
- Daerah I Simalungun
- Daerah Asahan Labuhan Batu
Yang menjadi Ketua di daerah I Simalungun waktu itu adalah Pdt Gabriel Sihombing. Selanjutnya nama-nama yang menjadi Voorzitter Hoofdsbestuur Afdeling, Ketua Daerah, dan Praeses termasuk nama-nama Daerah yang dipimpinnya adalah seperti berikut:
*. VOORZITTER HOOFDSBESTUUR AFDELING, 1933 – 1946
*. KETUA DAERAH 1946 - 2000
*. PRAESES 2000 SAMPAI SEKARANG
1. ARISTARKUS HUTABARAT; VOORZITTER HOOFDSBSTUUR AFDELING TAHUN 1933 – 1942 PEMATANGSIANTAR
2. WISMAR SINAGA ; VOORZITTER HOOFDSBESTUUR AFDELING
TAHUN 1933 – 1942 DAERAH TANAH JAWA
3. PDT. FAREL SIMANJUNTAK ; VOORZITTER HOOFDSBESTUUR AFDELING TAHUN 1942 – 1946 SIMALUNGUN JADI SATU
4. DAERAH I SUMATERA TIMUR THN 1946 – 1958 KETUA DAERAH
PDT. FAREL SIMANJUNTAK
5. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1958 – 1972 KETUA DAERAH
PDT. GABARIEL SIHOMBING
6. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1972 – 1978 KETUA DAERAH ---- PENSIUN
PDT. FAREL SIMANJUNTAK
7. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1978 – 1980 KETUA DAERAH
PDT. HARLEN SIMANGUNSONG
8. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1980 – 1986 KETUA DAERAH
PDT. MASUDIN SIMAMORA MTh---- HKIP
9. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1986 – 1990 KETUA DAERAH
PDT. HARRI RIESMAN PANJAITAN STh.
10. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1990 – 1993 KETUA DAERAH
PDT. CONDRAT SIAHAAN SMTh.
11. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1993 – 1997 KETUA DAERAH
PDT. MARUDIN SIMORANGKIR SMTh.
12. DAERAH I SIMALUNGUN THN 1997 – 2000 KETUA DAERAH
PDT. MARHASIL HUTASOIT STh.
13. DAERAH I SIMALUNGUN SUMATERA TIMUR I THN 2000 – 2005--PRAESES
PDT. MA. EMER SAMOSIR MTh
14. DAERAH I SUMATERA TIMUR ITHN 2005 – 2010 ----PRAESES
PDT MAKMUR SARAGI
Sistem pengorganisasian didaerah ini terus dipertahankan sampai pada tahun 1999, yaitu:
- Jemaat ialah : perkumpulan dari beberapa anggota Kristen yang sudah keluarga ataupun anggota Sidiyang terdaftar menjadi warga salah satu jemaat yang dipimpin seorang Guru Huria (Voorganger)
- Resort ialah : penggabungan dari beberapa Gereja (jemaat) yang dipimpin seoarang Pendeta Resort
- Daerah ialah : penggabungan dari beberapa Resort di salah satu wilayah yang dipimpin salah seorang Pendeta yang disebut Ketua Daerah
Ketua Daerah tetap merangkap sebagai Pendeta Resort yang ada di daerah itu, karena Kantor Daerah belum ada. Dan pengangkatan seorang Ketua Daerah adalah hak Prerogatif Pucuk Pimpinan HKI.
Nama Ketua Pucuk Pimpinan HKI berobah menjadi Ephorus pada synode tahun 1996, dan nama Ketua Daerah berobah menjadi Praeses pada synode tahun 2000 di Pematangsiantar.
Pengangkatan seorang Praeses tidak lagi hak Ephorus atau Pucuk Pimpinan HKI, tetapi langsung dipilih oleh synode, kecuali penempatannya di daerah mana, adalah kebijakan Ephorus atau Pucuk Pimpinan yang terpilih, bersamaan dengan pemilihan Praeses tersebut.
Maka tahun 2000,dari dua belas Daerah di HKI, dirampingkan menjadi delapan daerah, dan nama Daerah I Simalungun berobah menjadi Daerah I Sumatera Timur I yang meliputi:
- Kota Pematangsiantar
- Kabupaten Simalungun
- Kabupaten Asahan
- Kota Tanjung Balai
- Kabupaten Labuhan Batu
Demikian perkembangan Hki khusus di daerah I Sumatera Timur I sampai pada saat ini pada Jubelium 80 tahun HChB / HKI tahun 2007
ADMINISTRASI
Kelengkapan Administrasi disetiap instansi atau organisasi merupakan tanda bahwa instansi atau organisasi itu disebut maju dan mapan. Namun yang kita jumpai di tubuh HChB mulai lahir tahun 1927 adalah biasa biasa saja, sampai pada tahun 1946, Administrasi di seluruh gereja HChB sifatnya lokal, belum ada keseragaman. Tergantung kepada kemampuan atau skill dari pemimipin jemaat itu saja. Hal ini dapat kita pahami, disamping waktunya yang masih singkat, sehingga Voorzitter Hoofdsbestuur Pusat tidak punya kesempatan untuk mengadakan pembinaan, juga masih minimnya Sumber Daya Manusianya (SDM) pada waktu itu. Barulah setelah synode pertama Porsea tgl 16-17 Nopember 1946, mulai terpikir untuk pembenahan-pembenahan Administrasi mulai dari tingkat jemaat, Resort, Daerah, dn Pusat misalnya:
- Keseragaman Iuran Wajib anggota setiap tahun
- System Penggajian Pendeta dan Guru Jemaat
- Pengadaan Buku Stambuk (Buku Bolon), daftar anggota jemaat
- Cara pengisian buku tinting
- Daftar kenangan yang diperuntukkan untuk pusat, tanpa daerah
Menurut catatan yang ada, HKI telah mengadakan Pesta Ulang Tahun atau Jubeleum sebanyak lima kali yaitu:
- Pesta Perak 25 tahun HKI tgl 01 Mei 1952
- Jubeleum 40 tahun HKI tgl 01 Mei 1967
- Jubeleum 50 tahun HKI tgl 01 mei 1977
- Jubeleum 70 tahun HKI tgl 01 Mei 1997 Pesta Emas
- Jubeleum 75 tahun HKI tgl 01 Mei 2002
Yang perlu dicatat barulah setelah pelaksanaan Jubeleum 50 tahun Hki pada 01 Mei 1977 mulai diadakan pembinaan-pembinaan bagi setiap Guru Huria, Se3kretaris Jemaat dan Bendahara Jemaat tentang kelengkapan Administrasi, termasuk di Daerah I Simalungun/ Sumatera Timur I. setelah pergantian Pucuk Pimpinan HKI tahun 1978, yang merupakan ergantian pertama setelah kepemimpinan Pdt. Thomas Josia Sitorus Ketua, dan Sekjend Pdt. Waldemar Lumban Tobing kepada Pdt. Ludin Manurung sebagai Ketua, dan Pdt. Ely Sihotang SMTh sebagai Sekjend, barulah diadakan kelengkapan Administrasi jemaat seperti:
- Buku catatan Mutasi Anggota
- Buku catatan meninggal Anggota
- Buku catatan Baptis
- Buku catatan Sidi
- Dn buku catatan tanggal masuk/keluar anggota.
Teramasuk dengan cara pengisian Ekspedisi dan Agenda surat masuk/keluar ke jemaat, Resort, dan Daerah. Mulai tahun 1990, diadakan lagi pembenahan-pembenahan Administrasi setelah Pimpinan Pusat yang baru yang menyangkut :
- Pembuatan Anggaran Belanja dan Pendapatan jemaat
- Program Kerja jemaat setiap tahun
- Program Kerja jemaat, Resort, dan Daerah
Mulai synode tahun 1993 di Kinarsih Bogor, sudah mulai dibicarakan tentang Sentralisasi Keuangan HKI, namu belum dapat terlaksana, masih dalam tahap Pensosialisasian. Situasi keuangan ini terus bertahan sampai pada tahun 2005, walaupun nama Ketua Daerah sudah berganti menjadi Praeses dan barulah mulai tahun 2005 pertengahan, Gerakan Sentralisasi keuangan HKI mulai lagi digiatkan, dan sampai saat ini sudah terlaksana Semi Sentralisasi.
Mulai tahun 2006 Administrasi / Pembukuan digiatkan meliputi: Program Kerja jemaat, Resort, dan Daerah, termasuk Daftar resmi jemaat yang ada di Daerah I Sumatera Timur I sejak mulai lahirnya HChB / HKI sampai dengan sekarang. Dibawah ini dibuat Daftar Gereja dan tanggal lahirnya yang sifatnya masih dapat diperbaiki antara lain:
Nama-nama Gereja HChB / HKI
Yang berdiri sejak tahun 1927 s/d tahun 1973 di Daerah I Simalungun ? Sumatera Timur I
Simalungun / Sumatera Timur I
1. HChB / HKI Pantoan tgl 01 Mei tahun 1927
2. HChB / HKI Dolok Merangir tgl 04 Nopember tahun 1928
3. HChB / HKI Semangat Baris tgl 20 Januari tahun 1929
4. HChB / HKI Jumasaba Simpanggdua tgl 01 Agustus tahun 1930
5. HChB / HKI Unong Manik tgl 19 Maret tahun 1931
6. HChB / HKI Tornagodang tgl 18 Oktober tahun 1931
7. HChB / HKI Pokkanbaru tgl 08 Nopember tahun 1931
8. HChB / HKI Pulobayu tgl 15 Nopember tahun 1931
9. HChB / HKI Pardomuan tgl 26 Nopember tahun 1931
10. HChB / HKI Marihat Baris tgl 23 Desember tahun 1931
11. HChB / HKI Sampe Raja tgl 21 Pebruari tahun 1932
12. HChB / HKI Hutabayu tgl 23 Pebruari tahun 1932
13. HChB / HKI Nagojor tgl 06 Maret tahun 1932
14. HChB / HKI Siborongborong Lontung tgl 06 Oktober tahun 1932
15. HChB / HKI Tomuan Dolok tgl 15 Mei tahun 1932
16. HChB / HKI Negeri Bayu tgl 15 Oktober tahun 1932
17. HChB / HKI Pematangsiantar tgl 26 Desember tahun 1932
18. HChB / HKI Simpangan Bolon tgl 01 Maret tahun 1933
19. HChB / HKI Girsang tgl 15 Maret tahun 1933
20. HChB / HKI Pulo Siborna tgl 19 Maret tahun 1933
21. HChB / HKI Bandar Buttu tgl 27 Maret tahun 1933
22. HChB / HKI Pardamean tgl 10 Mei tahun 1933
23. HChB / HKI Jawa Tonga tgl 15 Juni tahun 1933
24. HChB / HKI Ujung Bondar tgl 30 Juni tahun 1933
25. HChB / HKI Balata tgl 16 Juli tahun 1933
26. HChB / HKI Panei Tonga tgl 01 Agustus tahun 1934
27. HChB / HKI Bah Sampuran tgl 13 Nopember tahun 1934
28. HChB / HKI Tiga Bolon tgl 07 April tahun 1936
29. HChB / HKI Marihat Sionggang tgl 01 Juni tahun 1936
30. HChB / HKI Silo Maraja tgl 11 Juli tahun 1936
31. HChB / HKI Bosar Majawa tgl 21 April tahun 1937
32. HChB / HKI Gunung Maria tgl 15 September tahun 1941
33. HChB / HKI Dolok Sinumbah tgl 10 Agustus tahun 1946
34. HChB / HKI Mariah Bandar tgl 06 Mei tahun 1948
35. HChB / HKI Kampung Jati tgl 01 Juli tahun 1948
36. HChB / HKI Pardagangan tgl 15 Agustus tahun 1949
37. HChB / HKI Habatu tgl 05 Mei tahun 1950
38. HChB / HKI Sugaran tgl 03 Agustus tahun 1950
39. HChB / HKI Bahalat tgl 01 Juni tahun 1951
40. HChB / HKI Pematang Bandar tgl 14 Nopember tahun 1951
41. HChB / HKI Kampung Saroha tgl 08 Pebruari tahun 1952
42. HChB / HKI Pardomuan Nauli P. Bondar tgl 28 Pebruari tahun 1952
43. HChB / HKI Naga Jaya Bandar Betsy tgl 24 Pebruari tahun 1952
44. HChB / HKI Cinta Dame T. Jawa tgl 07 Juni tahun 1953
45. HChB / HKI Nagur T. Dolok tgl 29 Agustus tahun 1954
46. HChB / HKI Saribulaksa T. Jawa tgl 15 Mei tahun 1955
47. HChB / HKI Manik Rambung tgl 30 Mei tahun 1956
48. HChB / HKI Simpang Raya tgl 30 Juni tahun 1957
49. HChB / HKI Afdeling XII Bah Jambi tgl 05 Oktober tahun 1957
50. HChB / HKI Martoba tgl 15 Maret tahun 1959
51. HChB / HKI Simpang Dolok Sinumbah tgl 05 Oktober tahun 1950
52. HChB / HKI Asuhan Stadion tgl 01 Maeret tahun 1962
53. HChB / HKI Afdeling III Bukkit T. Jawa tgl 15 Juni tahun 1962
54. HChB / HKI Pongkalan Buttu Atas tgl 25 Agustus 1963
55. HChB / HKI Marihat Mayang T. Jawa tgl 24 Maret 1963
56. HChB / HKI Banua tgl 16 Juli tahun 1964
57. HChB / HKI Hotmauli ttgl 13 Juni tahun 1966
58. HChB / HKI Bah Jambi tgl 16 April tahun 1967
59. HChB / HKI Parapat tgl 09 Juli tahun 1967
60. HChB / HKI Pardomuan Marihat tgl 05 Maret tahun1972
61. HChB / HKI Kampung Lalang Hutabayu tgl 23 Desember tahun 1972
62. HChB / HKI Kampung Jawa Hutabayu tgl 01 Mei tahun 1973
Sumber Tulisan: Kantor Pusat HKI
Komentar
Posting Komentar