MISI DAN PERPINDAHAN AGAMA (KONVERSI)

Misi-Dan-Perpindahan-Agama
https://www.canva.com/p/templates/EAF4M_AY_F8-krem-ilustratif-hari-agama-sedunia-instagram-post/
Pendahuluan

Berbicara tentang misi, sering kali disebut sebagai hambatan untuk melakukan dialog yang produktif, khususnya oleh karya-karya yang meneliti sejarah misi secara kritis, tetapi juga oleh mereka yang mendukung dialog interreligius dengan antusius. Bukan hanya itu, misi dianggap meracuni hubungan antar agama dan pemeluknya.  Lain halnya dengan Konversi, seperti yang dikatakan oleh Max Heirich “konversi ialah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.”  Misi sering kali dikaitkan dengan Konversi dimana jika seseorang telah mendengarkan kabar baik/ injil (dalam Kristen) tidak asing lagi suatu perpindahan (konversi) akan terjadi. Begitu halnya misi (dakwah) dalam agama Islam. Yang menjadi permasalahan ialah apakah misi dan konversi masih relevan? Karena misi dan konversi merupakan aspek yang sangat penting yang melekat dalam setiap agama-agama.

Pembahasan

Pengertian Misi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah misi mempunyai beberapa makna yaitu: (1) merupakan perutusan yang dikirim oleh suatu Negara ke luar negeri yang diplomatic, politik, perdagangan, kesenian. (2) kegiatan menyebarkan kabar berita (injil) dan mendirikan jemaat-jemaat setempat, yang dilakukan atas dasar pengutusan sebagai kelanjutan misi Allah.  Kata misi adalah istilah bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Latin dengan istilah mission yang berarti pengutusan.  Misi dalam bahasa inggrisnya berbentuk tunggal yaitu mission artinya karya Allah (God’s Mission) secara keseluruhan untuk menyelamatkan dunia, sedangkan bentuk jamak dari kata missions menandakan pelaksanaan pekerjaan.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa misi adalah pengutusan untuk menyebarkan kabar berita (injil) secara keseluruhan untuk menyelamatkan dunia sebagai kelanjutan misi Allah dalam Yesus Kristus.

Pengertian Konversi

Konversi adalah perubahan pemikiran kepada kepercayaan lain, artinya pindah. Kata konversi berasal dari kata conversion yang berarti bertobat, pindah agama. Pandangan lain menyatakan konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan yang sebelumnya dipercayai atau diyakini. 

Misi dan Perpindahan Agama: Perspektif Kristen

Pandangan Kristen tentang misi dan konversi sangat tergantung pada pandangan yang dianut mengenai relasi antara agama Kristen dengan agama-agama lain dengan menggunakan dua perspekif Kristen mengenai masalah ini: model kristosentris dan model Teosentris.  Pendekatan Kristosentris menekankan bahwa kriteria utama yang digunakan dalam membicarakan persolan relasi antara agama Kristen dan agama-agama lain adalah bahwa Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Penerapan prinsip ajaran ini dapat terjadi melalui dua jalan. Pertama, bahwa ada suatu hubungan yang erat antara keunikan Kristus dengan gereja dan iman Kristen. Ini berarti bahwa untuk menerima keselamatan melalui Kristus seseorang harus menjadi warga gereja Yesus Kristus, dan dengan demikian menjadi penganut agama Kristen. Kedua, bahwa terdapat kemungkinan adanya keselamatan dalam agama-agama lain. namun, kemungkinan itu harus dilihat dalam hubungan dengan karya keselamatan yang diselenggarakan Allah melalui Yesus Kristus. Di pihak lain, pendekatan teosentris menekankan bahwa kristeria utama yang harus diperhatikan adalah karya Allah dan kerajaan-Nya. Dalam hubungan dengan karya Allah yang universal, setiap agama dapat memiliki caranya sendiri untuk mencapai keselamatan, antara lain melalui tokoh-tokoh penyelamatnya masing-masing, yang semuanya harus dianggap sah. Dalam upaya menggabungkan model ini dengan peran Kristus, ada yang menekankan peran Kristus sebagai sesuatu yang normatif, namun yang lain mengabaikan hal itu. Melalui hal tersebut, dapat diklasifikasikan berbagai pendekatan dengan masalah hubungan antaragama, ke dalam empat bentuk: Kristosentris eksklusif, Kristosentris inklusif, Teosentris dengan peran normatif Kristus dan Teosentris dengan peran non-normatif Kristus. Klasifikasi ini mungkin dapat membantu untuk masuk ke dalam inti pemahaman Kristen tentang misi dan konversi.

Kristosentris: Kristologi Eksklusif

Allah – Yesus Kristus – Gereja – Dunia – Gereja – Yesus Kristus – Allah. Misi Allah dipahami dengan mengikuti pola ini. dapat dikatakan bahwa Kraemer adalah penganjur model ini. bagi Kraemer, perhatian Allah kepada dunia dan misi-Nya untuk menyelamatkan dunia telah diwahyukan secara jelas dan lengkap dalam Yesus Kristus. Gereja dan agama Kristen terbentuk secara langsung melalui wahyu Allah dalam Yesus Kristus. Gereja dan agama Kristen terbentuk secara langsung melalui wahyu Allah dalam Yesus Kristus. Gereja didirikan oleh-Nya sebagai alat untuk menampakkan perhatian Allah dan keterlibatan-Nya terhadap dunia. Penekanan ini menjadi pedoman yang prinsipil bagi misi gereja dan agama Kristen.

Dipandang dari sudut ini, gereja dan agama Kristen mempunyai tugas apostolik di dunia untuk memberikan kesaksian tentang Kristus dan kerajaan-Nya. Tugas apostolik ini melekat pada gereja sampai akhir zaman, yaitu ketika Allah membawa sejarah dunia ini kepada pemenuhannya pada saat Yesus Kristus datang kembali. Atas pertanyaan”apa tujuan sejarah dunia ini”, maka menurut pandangan Kraemer tujuannya adalah Kerajaan Allah, pemerintahan Allah yang nyata dalam persekutuan dengan orang-orang yang telah diselamatkan oleh Yesus Kristus. Gereja dan agama Kristen harus dengan setia memberikan kesaksian tentang apa yang telah Allah kerjakan di dalam Yesus Kristus. Untuk melakukan hal ini, gereja dan agama Kristen harus menggunakan berbagai metode dan sarana, baik dalam bidang teologi, sejarah, psikologi atau antoprologi, sehingga dunia dapat diyakinkan bahwa Allah sedang menyapanya melalui firman-Nya Yesus Kristus. Hal ini merupakan pesan bagi semua orang tanpa kecuali: “bagi setiap orang, setiap ras, setiap bangsa, setiap budaya, dan setiap agama. Menurut Kraemer, semua ilmu pengetahuan harus menjadi alat bagi misi dan gereja dan agama Kristen.

Menurut definisi dan penjelasan ini, misi dan konversi dalam agama Kristen mendapat bagian yang sangat vital. Perpindahan agama atau konversi menurut Kraemer adalah hal meninggalkan cara kehidupan lama dan menyerahkan diri tanpa pamrih kepada injil Yesus Kristus. Itu berarti bahwa keselamatan yang diselenggarakan Allah hanya bisa dimiliki oleh mereka yang menjadi anggota-anggota setia dari gereja Kristus. Menurut Kraemer, mewartakan injil Kristus dan memahami substansinya sebagai penyempurnaan tujuan sejarah, memberi peluang bagi proselitisme dan konversi sebagai bagian yang penting dari misi gereja dan iman Kristen. Pendekatan terhadap tugas ini harus sama dengan pendekatan Allah terhadap dunia; tugas tersebut harus dilakukan dengan kasih, kelembutan dan toleransi. Kraemer kemudian memperjelas bahwa gereja merupakan tempat (locus) dan agen administrasi dari keselamatan. Pendekatan Kraemer dapat dikategorikan sebagai suatu kristologi eksklusif dan gereja-sentris.

Bavink dan Newbigin pada dasarnya setuju dengan Kraemer untuk mempertahankan keunikan Kristus sebagai jalan keselamatan. Akan tetapi, penerapan doktrin ini agak berbeda. Banvink yang pandangannya tentang penyataan umum berbeda dengan Kraemer, dimana menempatkan agama-agama lain pada “garis batas” keselamatan. Dia menegaskan bahwa Allah tidak membiarkan diri-Nya tanpa saksi diantara bangsa-bangsa yang tidak menerima Yesus Kristus. Pendekatan Bavink terhadap misi adalah pendekatan yang lebih lembut dibandingkan dengan pendekatan Kraemer. Bavink juga menegaskan bahwa adalah merupakan suatu bagian esensial dari misi gereja dan agama Kristen untuk mendengarkan percakapan antara Allah dan manusia dalam komunitas-komunitas agama lain yang Allah sendiri telah ciptakan.

Pandangan Newbigin mengenai misi dipusatkan pada karakter misi yang trinitaris. Misi gereja dan agama Kristen merupakan bentuk partisipasi dalam misi Allah yang telah menyatakan diri-Nya. Itu berarti pelibatan diri ke dalam karya-Nya, yaitu pelibatan dalam karya Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Newbigin memperkenalkan tiga jenis misi. Pertama, misi sebagai iman dalam tindakan (faith in action), yang memberikan kesaksian tentang “Kerajaan Sang Bapa”. Misi ini merupakan suatu panggilan untuk dengan setia mewartakan pokok keyakinan Kristen bahwa Kerajaan Allah telah datang, seperti yang dinyatakan dalam Yesus Kristus. Umat manusia dan dunia dihadapkan dengan realitas Kerajaan Allah dan karena itu manusia diperintahkan untuk menjadi saksi tentang-Nya. Kedua, misi sebagai tindakan kasih dalam tindakan (love in action), yakni mengambil bagian dalam kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus. Newbigin percaya bahwa semua yang kita ketahui tentang Kristus harus mengembuskan kehidupan yang segar ke dalam pengalaman kekristenan. Misi dalam perspektif itu adalah melayani dunia dan umat manusia dengan mengikuti teladan Yesus Kristus. Ketiga, misi sebagai pengharapan dalam tindakan (hope in action). Misi ini mendorong untuk menaruh semua harapan pada karya Roh Kudus, yang “akan meyakinkan dunia tentang dosa”, kebenaran dan penghakiman” (Yoh. 16:8), serta menyempurnakan gereja Kristus.

Melalui pandangan Newbigin dapat dilihat bahwa suatu bentuk misi yang lebih trinitaris daripada yang diajukan Kraemer. Perbedaan utama kedua teolog ini kelihatan sekali ketika mempersoalkan perihal konversi. Bagi Newbigin, konversi tidak mempunyai hubungan langsung dengan misi. Konversi berada di luar tugas missioner gereja. Hal itu merupakan karya langsung Roh Kudus. Gereja “mewartakan”, namun konversi atau perpindahan agama terjadi dalam suatu hubungan langsung antara manusia dan Allah. Newbigin tidak mau terseret dalam suatu pembicaraan tentang siapa yang akan diselamatkan dan siapa yang tidak diselamatkan. Dia juga tidak mau membatasi rahmat dan anugerah Allah seolah-olah hanya diberikan kepada para anggota gereja Kristen. Dalam agama-agama lain ada tanda-tanda keselamatan, meskipun ini bukan jalan keselamatan, karena jalan satu-satunya adalah Yesus Kristus. Agama-agama lain juga merupakan wilayah di mana kerajaan Allah diakui hadir di sana. Tentang hal ini Newbigin hampir sama dengan Bavink yang juga berbicara tentang masalah wilayah ini, yang menurutnya misteri karya Allah tidak dapat diterka sepenuhnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapat-pendapat Bavink dan Newbigin tentang misi dan konversi dapat mewakili baik perspektif kristosentris eksklusif maupun teosentris inklusif.

Kristosentris: Kristologi Inklusif

Misi menurut perspektif ini ialah menekankan “kehadiran” Kristen di tengah-tengah umat yang berbeda agama. Injil Yesus Kristus hanya dapat menjadi suatu realitas kehadiran dengan efek yang baik apabila diwartakan dalam konteks kebersamaan dengan orang lain. menurut Cragg, misi berlangsung dalam persekutuan dengan mereka yang berbeda agama sehingga injil menjadi lebih nyata. Dia berbicara tentang lebih nyata karena berbicara mengenai kehadiran injil Yesus Kristus harus sungguh-sungguh berarti berbicara tentang Kristus yang hadir. Bagi Cragg Kristus sudah hadir dalam agama-agama lain, bahkan sebelum Kristus diwartakan melalui pemberitaan injl.

Cragg adalah serang Islamolog yang mendapat respek dari kalangan Kristen maupun Muslim. Usahanya untuk mengalami perjumpaan dengan Kristen dan umat Muslim dilakukan karena dua alasan, yakni memberi kesaksian tentang Kristus dan untuk bersilahturahmi dengan komunitas Islam bersama Kristus yang hadir di dalamnya. Craggy yakin bahwa melalui upaya ini dia dapat membantu mengurangi kesalahpahaman di antara umat Kristen dan umat Muslim, khususnya mengenai pertanyaan siapa sebenarnya Allah dan siapa sebenarnya manusia. Hal terakhir ini, saran Cragg dapat dibicarakan bersama-sama dengan memusatkan perhatian kepada peran Kristus bagi setiap komunitas dan bagi kedua komunitas secara bersama-sama, banyak manfaat yang dapat diperoleh. Ketegangan antara member kesaksian tentang Kristus dan perjumpaan dengan Kristus yang juga terdapat dalam Islam merupakan pemahaman sentral Cragg tentang misi. Dengan misi itu Cragg menekankan peranan penting Roh Kudus yang harus diakui. Karena Dialah yang menjelajahi jauh lebih luas dari yang mampu dijelajahi. Karena Dialah yang menjelajahi jauh lebih luas dari yang mampu dijelajahi oleh umat Kristen dan gereja. Roh Kudus pula yang memasuki wilayah jauh di luar batas-batas tradisi alkitabiah dan gereja. Kesetiaan dan keterbukaan terhadap kuasa dan karya Roh Kudus serta komitmen terhadap Kristus menunjukkan unsur-unsur penting dalam misi Kristen.

Melalui pemahaman tentang misi seperti ini Cragg percaya bahwa perpindahan agama bukan merupakan hal yang utama bagi kepentingan gereja, tetapi bagi kepentingan Kristus. Konversi merupakan re-orientasi kehidupan keberagamaan seseorang dan perilaku sosial sehari-harinya kepada ruang lingkup pengaruh Kristus. Hal ini berarti bahwa untuk menjadi seperti Kristus (menjalani kehidupan berdasarkan iman kepada jalan Kristus-dengan cinta yang penuh pengorbanan, penyerahan diri, kesetiaan dan ketulusan) adalah mungkin bagi setiap orang dalam setiap komunitas bahkan meski mereka tidak pindah ke komunitas keagamaan lain (Kristen). 

Teosentris: Kristologi Normatif

Perubahan paradigma yang diusulkan Kung mempunyai impliksi-implikasi bagi pemahaman tentang misi. Perubahan paradigm dalam teologi juga akan menyebabkan perubahan paradigma misi. Apabila perubahan paradigma dalam teologi dirancang untuk menunjukkan bahwa karya keselamatan Allah juga berlangsung dalam agama-agama lain, maka perubahan paradigma tentang misi dapat diartikan sebagai upaya untuk memosisikan misi dalam kerangka usaha memahami karya penyelamatan Allah, sebagaimana dinyatakan di dalam agama-agama lain. dengan demikian, tujuan misi adalah menciptakan hubungan-hubungan yang damain dan kreatif di antara agama-agama dunia. Hal ini tampak dalam slogan Kung yang terkenal: tidak ada perdamaian di antara bangsa-bangsa tanpa adanya perdamaian di antara agama-agama – tidak ada dialog di antara agama-agama tanpa penyelidikan tentang agama-agama. Kung secara jelas melihat dialog sebagai suatu bagian esensial dalam program misi, baik bagi agama Kristen maupun agama-agama lain.

Dalam pendekatan teosentris model Kung ini, Kristus bagaimanapun mempunyai peran normatif sebagai factor penentu (regulating factor) bagi misi Kristen dalam upaya memahami arti keselamatan dalam agama-agama lain. pendekatan teosentris ini memiliki dasar Kristologi yang bersifat normative. Kristus bersifat normatif bukan hanya bagi agama Kristen, namun juga dalam upaya memahami arti keselamatan dalam agama-agama lain, karena Kristus adalah untuk mereka juga.

Teosentris: Kristologi non-normatif

Bagaimana memahami pendekatan teosentris yang tidak menempatkan Yesus Kristus sebagai “norma”nya? Smith, Hick dan Samarha mempunyai sederetan alasan yang hampir sama. Mereka memahami misi sebagai aktivitas yang terpusat pada Allh dan kerajaan-Nya. Smith menempatkan misi dalam konteks sejarah pengalaman religius umat manusia. Karya Allah yang alami di dalam gereja hanyalah sebuah contoh tentang bagaimana Dia telah bertindak dan bergerak menuju dunia yang menjadi objek kasih-Nya. Hick mengatakan bahwa kalau Allah adalah kasih dan Dia mengasihi dunia ciptaan-Nya, maka Dia pasti dapat menggunakan sebuah tradisi manusia sebagai saluran-saluran keselamatan-Nya. Tentu tidak adil, kata Hick untuk menyatakan bahwa Allah membatasi keselamatan-Nya hanya kepada satu komunitas saja. Memperoleh keselamatan hanyalah mungkin jika memainkan peranan dalam karya Allah untuk menjadikan manusia benar-benar manusiawi sebagaimana yang dikehendaki Allah. Dalam pemahaman Hick, inilah yang disebut Misi Allah. Dengan demikian, misi gereja adalah hal mengambil bagian dalam misi Allah. Cara untuk melakukan hal ini dari perspektif misi adalah melibatkan diri dalam dialog antaragama. Apabila misi gereja dihubungkan dengan ihwal perpidahan agama, tidak berarti bahwa kita berusaha untuk mencari anggota-anggota baru bagi gereja. Bagi Smith, perpindahan agama merupakan suatu fenomena religius yang berdiri sendiri dan bukan menjadi tujuan misi. Smith tidak menggunakan istilah “pergantian agama” untuk proses konversi; dia cenderung menggunakan istilah “perpindahan antarkomunitas”. Apabila seseorang berpindah dari komunitas Kristen dan menjadi seorang muslim, dia telah berganti tradisi atau komunitas berdasarkan “pilihan’-nya sendiri. Bagi Smith, lebih penting untuk melihat perpindahan agama (konversi) sebagai suatu “reorientasi berkelanjutan” (sustainable reorientation) terhadap tradisi keagamaan seseorang, yang menjadi bagian integral dari setiap agama. Setiap hari adalah hari konversi bagi mereka yang benar-benar ingin menjalani kehidupan keagamaan yang bertanggung jawab dan konsisten yang semakin diarahkan kepada Allah dan kerajaan-Nya.

Dalam refleksi mengenai misi, Samartha juga menaruh perhatian pada kerajaan Allah. Dia menegaskan bahwa misi harus diarahkan pada kerajaan Allah. Dia menekankan bahwa semua usaha missioner gereja dan komunitas Kristen harus diarahkan untuk mengenalkan kerajaan Allah supaya semua dari latar belakang agama apa pun, boleh masuk ke dalamnya. Peranan Kristus dalam misi adalah menunjukkan arah yang harus di tempuh. Namun, peranan Roh Kudus lebih penting dalam membantu semua orang untuk masuk ke dalam kerajaan Allah. Dengan pemahaman ini, Kristus bersifat normative hanya  untuk komunitas Kristen dan bukan untuk semua agama. Pandangan Samartha tentang perpindahan agama sama dengan pandangan Smith. Samartha merumuskan kedua model konversi yang diajukan Smith dengan mengatakan bahwa jenis konversi pertama. Yaitu konversi antarkomunitas adalah “komunitas horizontal” dan jenis kedua sebagai “konversi vertikal”

Misi dan Perpindahan Agama: Perspektif Islam

Di dalamIslam, pengakuan iman (credo) tentang keesaan Allah menjadi ukuran utama untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan keberagamaan manusia. Setiap pembicaran tentang teologi agama-agama dimulai dan diakhiri dengan ajaran terpenting ini. Percaya pada keesaan Allah menjadi dasar bagi klaim penyembahan kita kepada Allah, dengan konsekuensi etisnya menjalani kehidupan yang benar. Inilah ajaran-ajaran utama semua agama wahyu, khususnya agama-agama pewaris iman Abraham (Yahudi, Kristen, Islam). Sebagai konsekuensinya dapat dikatakan bahwa misi Islam adalah panggilan untuk mengakui keesaan Allah dengan memenuhi berbagai persyaratan yang dibebankan melalui dua kewajiban pokok dalam semua agama tersebut. Sambil menekankan makna universal Islami sebagai wujud penyerahan diri secara total kepada Allah. Sehingga dapat dikatakan bahwa misi dari perspektif Islam adalah usaha untuk mengislamisasi kehidupan keagamaan seluruh agama pewaris Abraham. Dengan mengikuti batasan tentang misi islamiah ini, maka perpindahan agama dapat dilihat sebagai keinginan untuk mengarah kembali setiap aspek kehidupan keagamaan kepada klaim kembar yang sekaligus merupakan tantangan, yakni penyembahan kepada Allah dan menjalani kehidupan yang benar. Menelusuri pendapat para teolog Muslim bahwa konversi adalah sebuah proses yang diharuskan dalam setiap komunitas keagamaan. Dengan perkataan lain, konversi adalah “reorientasi” tradisi keagamaan dalam komunitas-komunitas tersebut.

Kesimpulan

1. Misi adalah pengutusan untuk menyebarkan kabar berita (injil) secara keseluruhan untuk menyelamatkan dunia sebagai kelanjutan misi Allah dalam Yesus Kristus.

2. Konversi adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan yang sebelumnya dipercayai atau diyakini.

3. Adapun yang menjadi pendekatan dalam misi dan konversi ialah melalui pendekatan Kristosentris dan pendekatan Teosentris dari perspektif Kristen-Islam.

Komentar

Popular Posts

KHOTBAH MINGGU 17 NOVEMBER 2024, MATIUS 24: 9-14, ORANG YANG BERTAHAN SAMPAI AKHIR AKAN SELAMAT

KHOTBAH MINGGU 3 NOVEMBER 2024, MARKUS 12: 28-34, MENGASIHI TUHAN ALLAH DAN SESAMA MANUSIA

KHOTBAH MINGGU 24 NOVEMBER 2024, DANIEL 7: 9 - 14, KEKUASAAN DAN KERAJAAN ALLAH TIDAK AKAN LENYAP