TATA GEREJA (TTG) HKI
Keterangan Gambar: Tata Gereja Huria Kristen Indonesia 2005 |
PEMBUKAAN
HKI merupakan bagian dari Gereja yang Kudus dan Am, yang terpanggil dan terpilih serta diutus oleh Tuhan Yesus Kristus untuk penyataan tubuh-Nya di dunia ini (Roma 12: 5; 1 Korintus 12: 27; Kisah Rasul 2: 40 - 57; Efesus 4:16).
HKI merupakan perwujudan dan pertumbuhan dari hadirnya Injil di tanah Batak yang disampaikan oleh penginjil yang diutus oleh Badan Zending RMG (Rheinische Mission Gesellschaft) dari negeri Jerman. Di antara penginjil itu adalah Pdt. DR. Ingwer Ludwig Nommensen (rasul orang Batak). Di bawah pimpinannya orang Batak dibawa ke luar dari kegelapan menuju terang Firman Allah (bnd. 1 Petrus 2:9), dan dari itu orang Batak mendirikan gereja-gereja yang mandiri, yang merupakan anugerah Tuhan Allah.
Salah satu gereja yang merupakan buah pemberitaan Firman Allah di tanah Batak adalah Hoeria Christen Batak (HChB), yang berdiri sejak 1 Mei 1927 di Pantoan, Pematang Siantar, dan yang diakui secara resmi oleh Pemerintah Belanda sebagai vereniging yang berbadan hukum dengan Besluit Nomor 29 tanggal 27 Mei 1933, dan yang dapat melaksanakan sakramen baptisan dengan Besluit Nomor 17 tanggal 6 Juli 1933.
Pada Sinode Hoeria Christen Batak yang ke-29 tanggal 16-17 November 1946 di jemaat HChB/HKI Patane-Porsea, Tapanuli Utara, nama Hoeria Christen Batak diganti dan diperluas menjadi HKI, yang diakui dan disahkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai organisasi gerejawi di Indonesia, dengan Besluit Nomor Dd/pdak/137/68 tanggal 1 Januari 1968. Kemudian pengakuan itu diperbaharui dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan Departemen Agama Nomor 178 tahun 1991.
Untuk mewujudkan tugas panggilannya, HKI melaksanakan pelayanan kasih, Sakramen Kudus, dan Pemberitaan Injil ke seluruh umat manusia (Markus 16:15; Matius 18:19-20), supaya segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah Bapa" (Filipi 2:11).
Supaya HKI dapat lebih baik dalam menunaikan tugas panggilanNya, dan dalam membimbing para warga jemaatnya bertumbuh di dalam pengharapan, kasih dan iman (Efesus 4:11-12; 1 Korintus 13: 13), maka sebagai gereja yang berbadan hukum, HKI telah menyusun dan menetapkan Statuten (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) HChB tahun 1929; lalu diganti dengan Anggaran Dasar HKI 1950 dan Anggaran Rumah Tangga HKI 1958; kemudian diganti dengan Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga HKI tahun 1978; dan dibaharui dengan Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga dan Hukum Siasat Gereja HKI Tahun 1993, dan kemudian sekarang memperbaharuinya lagi dengan: TATA GEREJA HKI ini, yang terdiri dari TATA DASAR, PERATURAN RUMAH TANGGA, dan HUKUM SIASAT GEREJA, yang bersumber dan berlandaskan kepada Firman Allah yang tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Bab-bab dan pasal-pasal dalam TATA GEREJA ( TATA DASAR, PERATURAN RUMAH TANGGA, dan HUKUM SIASAT GEREJA ) HKI ini merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
TATA DASAR (TD) HKI
BAB I
NAMA, HAKEKAT, SIMBOL, TEMPAT DAN WAKTU
Pasal 1
b. HKI pada hakekatnya adalah persekutuan orang yang percaya kepada Allah Bapak, Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus.
Pasal 2
Simbol
a. Sebagai tanda, yang secara simbolis menggambarkan hakekat HKI sebagai gereja, maka HKI menetapkan simbol HKI sebagai berikut:
Dalam simbol ini tampak dua gambar berwarna biru berupa huruf I, yang berdiri sejajar, sehingga di antaranya terlihat lambang salib. Gambar itu berbentuk segi empat.
b. Simbol HKI yang disebut dalam ayat 1 mempunyai makna sebagai berikut:
Di dalam simbol ini tersirat nama Huria Kristen Indonesia (singkatan dari : HKI). Huruf H dibentuk oleh dua lambang berupa i yang berdiri sejajar. Huruf K tersirat di dalam salib Kristus, dan huruf I tersirat dalam tiang salib yang berdiri tegak di antara dua lambang berwarna biru.
- Gambar berwarna biru yang berupa huruf i melambangkan orang yang berdiri sejajar, bergandengan tangan dan bersekutu, dan yang melakukan seperti apa yang dikatakan Tuhan Yesus, di mana dua atau tiga orang bersekutu atau berdoa di dalam nama-Ku, maka di situlah Aku (Mat. 18: 20) dan doanya akan dikabulkan (bd.Mat. 18:19). Orang berdiri sejajar itu dapat diartikan dengan laki-laki dan perempuan, atau pelayan dan warga jemaat; atau majikan dan tenaga kerja; atau produsen dan konsumen; masing-masing pasangan itu harus bergandeng tangan.
- Salib itu adalah salib Kristus, salib kebangkitan dan kehidupan. Salib itu dipikul bersama oleh orang yang berdiri sejajar. Memikul salib Kristus berarti menjalankan kehidupan yang sebenarnya.
- Simbol ini berbentuk Segi Empat yang melambangkan kehidupan yang berdimensi empat: Harap, Kasih, Iman, Damai yang berada di bumi.
- Gambar yang menyiratkan dua orang bergandeng tangan dan memikul salib dibuat berwarna biru, sebiru langit atau sebiru dalamnya lautan, atau warna planet bumi. Warna ini memberi makna bagi tekad semua warga dan pelayan HKI bergandengan tangan mendalami firman Tuhan sedalam mungkin dan mengamalkannya.
Waktu
HKI didirikan untuk waktu yang tidak terbatas.
Nama dan Hakekat
a. Gereja ini bernama Huria Kristen Indonesia, yang disingkat dengan HKI.
Pasal 3
Tempat
HKI berkedudukan di tempat di mana berada, dan berkantor Pusat di Pematang Siantar, Sumatera Utara, Indonesia.
Pasal 4
BAB II
DASAR, PENGAKUAN, SAKRAMEN DAN PERAYAAN GEREJAWI
Pasal 5
Dasar
HKI hanya berdasar kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja (1 Korintus 3:11; Kolose 1:18), sesuai dengan Firman Allah di dalam Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru).
Pasal 6
Pengakuan
HKI berpedoman kepada Pengakuan Iman Apostolikum, Niceanum, Athanasium, dan Konfessi Augsburg 1530.
Pasal 7
Sakramen
HKI mengakui 2 (dua) sakramen, yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
Pasal 8
Perayaan Gerejawi
HKI merayakan Hari-hari Besar Gerejawi, yaitu:
a. Hari Minggu
b. Tahun Baru I Januari
c. Hari Kelahiran Tuhan Yesus Kristus (Natal)
d. Hari Kematian Tuhan Yesus Kristus (Jumat Agung)
e. Hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus (Paskah)
f. Hari Kenaikan Tuhan Yesus Kristus
g. Hari Turunnya Roh Kudus (Pentakosta)
h. Hari Ulang Tahun HKI setiap tgl. 1 Mei.
i. Hari Reformasi 31 Oktober
BAB III
TUJUAN, TUGAS, DAN USAHA
(VISI DAN MISI)
Pasal 9
T u j u a n
Agar semua orang menerima dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat (Markus 16:15; Matius 28:19-20; Filipi 2:11).
Pasal 10
T u g a s
HKI melaksanakan tugas marturia (kesaksian), tugas koinonia (persekutuan), dan tugas diakonia (pelayanan).
Pasal 11
U s a h a
a. Membentuk jemaat-jemaat yang merupakan persekutuan orang percaya dalam satu tubuh Kristus, sebagai tempat melakukan ibadah, melayankan firman, kasih, dan rahmat Allah.
b. Melakukan pelayanan diakonia (Usaha Kasih Sosial) bagi umat manusia melalui perkataan dan perbuatan, yang sesuai dengan "Hukum Kasih" Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 6: 1- 4; 1 Korintus 16: 1- 4; Matius 25: 25- 40).
c. Melayankan Sakramen Pembaptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
d. Menolak dan menentang setiap bentuk ajaran yang tidak sesuai dengan Firman Allah (Mazmur 1:1; Efesus 4:17-19; Kolose 3:5-9).
e. Memelihara dan mewujudkan keesaan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus (Yohanes 17:21) dengan mengusahakan dan memelihara kerjasama oikumenis dengan semua denominasi gereja, baik di dalam maupun luar wilayah Republik Indonesia.
f. Memelihara keutuhan ciptaan Tuhan (Kejadian 2:15; 1:28; Mazmur 104).
g. Mengangkat dan menahbiskan para pelayan gereja.
h. Membina warga gereja untuk menghayati dan mengamalkan kehidupan bergereja.
i. Menggembalakan umat sesuai dengan Firman Allah (1 Timotius 1:3-11) dan aturan dalam Tata Gereja ( Tata Dasar, Peraturan Rumah Tangga dan Hukum Siasat Gereja HKI).
j. Membangun sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan dana.
k. Membuat peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk mendukung dan menyukseskan pencapaian hasil usaha-usaha dan tujuan HKI.
l. Mendirikan dan mengelola badan-badan usaha, lembaga-lembaga, yayasan-yayasan, dan perusahaan milik HKI.
m. Mengusahakan dan memelihara kerukunan antar umat beragama.
n. Turut memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mencapai cita-citanya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila.
BAB IV
ANGGOTA DAN PERSEKUTUAN
Pasal 12
Anggota
Anggota HKI terdiri dari:
a. Anggota Rumah Tangga
b. Anggota Baptis
c. Anggota Sidi
d. Anggota Persiapan
e. Anggota Penggembalaan Khusus
f. Anggota Tamu
Pasal 13
Persekutuan
BAB V
PELAYAN
Pasal 14
BAB VI
ALAT PELAYANAN
Pasal 15
Pimpinan
Pimpinan di HKI terdiri dari:
a. PP (PP) di Tingkat Pusat
b. Pimpinan Daerah (PD) di Tingkat Daerah
c. Pimpinan Resort (PR) di Tingkat Resort
d. Pimpinan Jemaat (PJ) di Tingkat Jemaat.
Pasal 16
Majelis
Majelis di HKI terdiri dari:
a. Majelis Pusat (MP) di Tingkat Pusat
b. Majelis Daerah (MD) di Tingkat Daerah
c. Majelis Resort (MR) di Tingkat Resort
d. Majelis Jemaat (MJ) di Tingkat Jemaat
Pasal 17
Pemeriksa
a. Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP) di Tingkat Pusat
b. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) di Tingkat Daerah
c. Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR) di Tingkat Resort
d. Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ) di Tingkat Jemaat
Pasal 18
Konven Pendeta dan Persekutuan Guru Jemaat
a. Konven Pendeta (KP) adalah persekutuan para pendeta HKI yang aktif, yang menjadi kelengkapan HKI di Pusat, dalam usaha untuk mencapai visi dan misi HKI.
Departemen
PP dalam melaksanakan tugas-tugasnya mengangkat Departemen yang terdiri dari:
a. Departemen Marturia (Kesaksian)
b. Departemen Koinonia (Persekutuan)
c. Departemen Diakonia (Pelayanan Sosial)
d. Departemen Umum
e. Departemen Keuangan
f. Departemen Penelitian & Pengembangan
BAB VII
JENIS RAPAT DI HKI
Pasal 20
Sinode, Sidang dan Rapat
Untuk tingkat persekutuannya, HKI melaksanakan Sinode, Sidang dan Rapat.
a. Sinode di HKI terdiri dari:
1) Sinode Periode
2) Sinode Kerja
3) Sinode Istimewa
b. Sidang-Sidang:
1) Sidang Daerah di tingkat Daerah.
2) Sidang Resort di tingkat Resort.
3) Sidang Jemaat di tingkat Jemaat
4) Sidang-sidang lain yang dianggap perlu di HKI
c. Rapat:
1) Rapat Majelis Pusat
2) Rapat Majelis Daerah
3) Rapat Majelis Resort
4) Rapat Majelis Jemaat
5) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
6) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Daerah
7) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Resort
8) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat
9) Rapat Kordinasi Pimpinan, Majelis dan Badan Pemeriksa Keuangan.
10) Rapat Konven Pendeta.
11) Rapat PP bersama Praeses
12) Rapat Lembaga-lembaga
13) Rapat Pengurus Badan Usaha dan Yayasan
14) Rapat lain yang dianggap perlu.
BAB VIII
HARTA KEKAYAAN HKI
Pasal 21
Kekayaan
a. Harta kekayaan HKI terdiri dari:
1) Seluruh anggota HKl.
2) Seluruh benda bergerak dan tidak bergerak yang terdaftar di HKI
3) Uang dan surat-surat berharga
b. Pengalihan dan perpindahan hak atas harta benda / inventaris HKI harus atas persetujuan Sinode.
Pasal 22
Sumber keuangan
Sumber Keuangan HKI dari:
a. Iuran wajib/ persembahan bulanan
b. Persembahan kebaktian
c. Ucapan syukur
d. Perpuluhan
e. Sumbangan tidak mengikat
f. Hasil pesta pengumpulan dana
g. Hasil usaha
h. Pendapatan lain-lain yang sah.
BAB IX
PERUBAHAN
Pasal 23
Perubahan
BAB X
ATURAN PERALIHAN, PENUTUP DAN ATURAN TAMBAHAN
Pasal 24
Aturan Peralihan
Pasal 25
Pengesahan dan Masa Berlaku
a. Tata Dasar ini disahkan pada Sinode HKI ke 57.
b. Tata Dasar ini berlaku setelah pelaksanaan Sinode HKI ke 57 tahun 2005.
Pasal 26
Aturan Tambahan
Ditetapkan dan disahkan di:
Pada hari/ Tanggal : …………………………………..
Oleh : Sinode HKI ke 57
Pimpinan Sidang
PERATURAN RUMAH TANGGA HKI
BAB IJEMAAT
PASAL 1
PASAL 2
PASAL 3
PASAL 4
Alat Pelayanan di Jemaat
a. Pimpinan Jemaat
b. Majelis Jemaat
c. Badan Pengawas Keuangan Jemaat (BPKJ).
d. Seksi.
BAB II
R E S O R T
PASAL 5
PASAL 6
PASAL 7
Alat Pelayanan di Resort:
a. Pimpinan Resort
b. Majelis Resort
c. Badan Pengawas Keuangan Resort (BPKR).
d. Bagian.
BAB III
DAERAH
PASAL 8
PASAL 9
PASAL 10
Alat Pelayanan di Daerah:
a. Pimpinan Daerah.
b. Majelis Daerah.
c. Badan Pengawas Keuangan Daerah (BPKD).
d. Bidang.
Bab IV
PUSAT
PASAL 11
PASAL 12
PASAL 13
EPHORUS
PASAL 14
Sekretaris Jenderal
a. Sekretaris Jenderal adalah Pendeta yang dipilih dan diangkat oleh Sinode menjadi unsur PP untuk memimpin seluruh umat dan pelayan HKI.
b. Tugas Sekretaris Jenderal
1) Mengatur dan menata segala administrasi dan keuangan HKI (Keuangan seluruh HKI dan Keuangan Kantor Pusat HKI) sesuai dengan Peraturan HKI.
2) Bersama-sama dengan Bendahara Pusat Mengambil uang dari Kas HKI atas persetujuan Ephorus.
3) Bersama-sama dengan Bendahara Pusat sebagai penandatangan cek pengambilan uang dari Rekening HKI di Bank.
4) Memimpin dan mengkoordinir Kepala-Kepala Departemen.
5) Memimpin pekerjaan dan pelayanan di Kantor Pusat HKI.
6) Mewakili Ephorus dalam tugasnya, apabila Ephorus berhalangan.
7) Memimpin para Notulis dalam penotulenan Sinode.
c. Syarat untuk menjadi Sekretaris Jenderal
1) Telah menjadi Pendeta HKI sedikitnya 15 Tahun dan pernah menjadi Pendeta Resort sedikitnya 10 tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Tidak pegawai Negeri.
4) Minimal berumur 40 tahun dan maksimal 60 tahun pada saat pemilihan.
5) Pernah menjadi Majelis Pusat atau Praeses.
6) Anggota Sinode dan hadir pada waktu Sinode mengadakan pemilihan Sekretaris Jenderal.
7) Menyatakan kesediaannya dipilih menjadi Sekretaris Jenderal.
8) Seorang Pendeta dapat dipilih menjadi Sekretaris Jenderal dua periode berturut-turut.
d. Sekretaris Jenderal berhalangan:
1) Bila Sekretaris Jenderal berhalangan sementara melaksanakan tugas, maka Sekretaris Jenderal mengusulkan salah seorang Pendeta Kepada Ephorus untuk melaksanakan tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
2) Bila Sekretaris Jenderal berhalangan tetap dan tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya, maka Rapat Majelis Pusat memilih salah seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Sekretaris Jenderal untuk menjadi pejabat Sekretaris Jenderal hingga Sinode terdekat memilih Sekretaris Jenderal.
e. Bila Ephorus dan Sekretaris Jenderal berhalangan tetap dan tidak dapat melaksanakan tugasnya:
Rapat Majelis Pusat menghunjuk seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Ephorus menjadi Pejabat Ephorus; dan menghunjuk seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Sekretaris Jenderal menjadi Pejabat Sekretaris Jenderal dan kedua-duanya menjadi Pejabat Sementara PP dengan tugas utama mempersiapkan dan menyelenggarakan Sinode Istimewa selambat-lambatnya 6 Bulan sejak pengangkatannya untuk memilih Ephorus dan Sekretaris Jenderal. hingga Sinode terdekat mengadakan pemilihan Ephorus dan Sekretaris Jenderal yang baru.
PASAL 15
Bendahara Pusat
PASAL 16
Departemen – Departemen
PASAL 17
Alat Pelayanan HKI di Pusat
a. PP .
b. Majelis Pusat.
c. Badan Pemeriksa keuangan Pusat.
d. Departemen.
BAB V
PELAYAN GEREJAWI
PASAL 18
Pelayan yang menerima tahbisan (Partohonan)
a. Pengertian
Pelayan yang menerima tahbisan (Partohonan ) adalah para pelayan HKI yang telah menerima tahbisan (penumpangan tangan) dan mendapat tugas pekerjaan pelayanannya dari gereja HKI.
b. Pendeta
1) Pendeta ialah laki-laki atau perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan kependetaan atau Pendidikan Theologia yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan kependetaan (tohonan hapanditaon) dari HKI melalui Ephorus.
2) Tugas-tugas Pendeta sebagai berikut:
a) Seperti yang tertulis di Agenda HKI.
b) Mengikuti Rapat Pendeta HKI.
3) Pendeta Pensiun:
a) Pendeta pensiun setelah berumur 65 (enampuluh lima) tahun.
b) Pendeta yang belum berumur 65 (enampuluh lima) tahun, tetapi sudah melayani selama 30 (tigapuluh) tahun, berhak mengajukan pensiun penuh.
4) Pendeta yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat/Resort atas izin Praeses setempat.
5) Pendeta berhenti:
a) Berhenti dengan hormat karena sudah waktunya pensiun.
b) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, karena mengidap penyakit khronis, atau cacat phisik atau mental.
c) Meninggal dunia.
d) Dikenakan Hukuman Siasat Gereja.
e) Keluar dari HKI.
c. Guru Jemaat
1) Guru Jemaat ialah laki-laki atau perempuan yang telah lulus dari Sekolah Guru Jemaat atau yang sederajat yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan (tohonan Guru Jemaat) dari HKI melalui Ephorus.
2) Kalau Guru Jemaat diangkat dari penatua, dia dipilih oleh Sidang Jemaat serta diusulkan oleh Pendeta Resort kepada Praeses untuk ditetapkan. Masa tugasnya sesuai dengan periode yang berlaku di HKI.
3) Tugas Guru Jemaat:
a) Sebagaimana tertulis dalam Agenda HKI.
b) Membantu Pendeta Resort melaksanakan tugas pelayanan/penggembalaan di jemaat.
4) Guru Jemaat Penuh Waktu Pensiun.
a) Guru Jemaat pensiun setelah berumur 60 (enampuluh ) tahun.
b) Guru Jemaat penuh waktu yang belum berumur 60 (enampuluh ) tahun, tetapi sudah melayani selama 30 (tigapuluh) tahun, berhak mengajukan pensiun penuh.
5) Guru jemaat yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Pendeta Resort setempat.
6) Guru Jemaat berhenti:
a) Guru Jemaat pilihan jemaat (periodik) berhenti dengan hormat karena periodenya telah selesai, atau karena penempatan Guru Jemaat penuh waktu sebagai penggantinya, atau atas permintaan sendiri.
b) Meninggal dunia.
c) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Guru Jemaat.
d) Dikenakan Hukum Siasat Gereja.
e) Keluar dari HKI.
d. Diakones
Diakones ialah seorang perempuan yang telah lulus dari Pendidikan Diakones yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan dari HKI melalui Ephorus.
1) Tugas-tugas Diakones:
a) Seperti tertulis dalam Agenda penahbisan Diakones.
b) Bertanggungjawab kepada Pimpinan unit pelayanannya.
2) Diakones pensiun apabila:
a) Telah berumur 60 (enam puluh) tahun.
b) Seorang Diakones yang belum berumur 60 (enam puluh) tahun, tapi telah melayani selama 30 tahun, berhak mendapat pensiun penuh dari HKI.
3) Diakones yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
4) Diakones berhenti apabila:
a) Meninggal dunia.
b) Tidak melaksanakan tugasnya (tohonan) sebagai Diakones.
c) Karena dijatuhi Hukum Siasat Gereja.
d) Atas permintaan sendiri.
e) Keluar dari HKI.
e. Bibelvrow (Penginjil Wanita)
Bibelvrow ialah perempuan yang telah lulus dari Sekolah Bibelvrouw yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan (tohonan) Bibelvrouw dari HKI melalui Ephorus.
1) Tugas-tugas Bibelvrow sebagai berikut:
a) Seperti yang tertulis di dalam Agenda Penahbisan Bibelvrouw di HKI.
b) Membantu Pendeta Resort dan Guru Jemaat dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan.
c) Bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya kepada Pendeta Resort.
2) Bibelvrow pensiun:
a) Seorang Bibelvrow pensiun setelah berumur 60 (enam puluh ) tahun.
b) Seorang Bibelvrow yang belum berumur 60 (enam puluh ) tahun, tetapi telah melayani 30 (tigapuluh) tahun, dapat menerima pensiun penuh dari HKI.
3) Bibelvrow yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
4) Bibelvrow berhenti:
a) Meninggal dunia.
b) Tidak melaksanakan tugasnya (tohonan) sebagai Bibelvrouw.
c) Karena dijatuhi sanksi Hukum Siasat Gereja.
d) Atas permintaan sendiri.
e) Keluar dari HKI.
PASAL 19
Hak Cuti
Setiap Pelayan berhak Cuti sebagaimana diatur dalam Peraturan kepegawaian HKI.
PASAL 20
Mutasi
a. PP HKI berhak dan berwewenang menyelenggarakan mutasi bagi seluruh pelayan demi penyegaran dan pengembangan pelayanan dengan berpedoman kepada Peraturan yang berlaku di HKI.
b. Praeses memberi saran dan usul tertulis kepada PP HKI untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Pendeta, Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.
c. Pendeta Resort memberi saran dan usul tertulis kepada Praeses untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.
d. Seorang Pendeta yang telah melayani paling lama 5 (lima) tahun dalam satu Resort dapat dimutasikan dan yang telah melayani 10 (sepuluh tahun) dalam satu Daerah, wajib pindah ke Daerah Lain.
e. Seorang Guru Jemaat yang telah melayani paling lama 10 (sepuluh) tahun dalam satu jemaat wajib pindah ke jemaat yang lain.
BAB VI
KEMAJELISAN DI HKI
PASAL 21
Majelis Jemaat
a. Pengertian.
Majelis Jemaat adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Jemaat sebagai mitra perencanaan dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Jemaat.
b. Komposisi Majelis Jemaat
Majelis Jemaat terdiri dari Pelayan Gerejawi dari unsur Partohonan dan non-Partohonan yang jumlahnya minimal 5 (lima) orang, maksimal 11 orang, dan berjumlah ganjil, di dalamnya termasuk Guru jemaat. Unsur partohonan harus lebih banyak minimal dua orang dari unsur non-partohonan.
c. Syarat-syarat menjadi Majelis Jemaat:
1) Tidak sedang memegang jabatan BPKJ di Jemaat.
2) Sudah menjadi anggota jemaat HKI paling sedikit lima tahun.
3) Dipilih oleh Sidang Jemaat.
4) Usia minimal berumur 21 (duapuluh satu) tahun, maksimal 60 (enampuluh) tahun.
5) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
6) Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka Pendeta Resort dapat memberikan dispensasi.
d. Tugas-tugas Majelis Jemaat:
1) Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Jemaat.
2) Membahas dan memberi pendapat dan saran atas rencana Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ) serta APBJ tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Jemaat.
3) Menganjurkan kepada Pimpinan Jemaat agar melaksanakan semua keputusan Sidang Jemaat, Sidang Resort, Sidang Daerah dan Sinode.
4) Mengusulkan kepada Pimpinan Resort siapa yang menjadi pejabat guru jemaat, dalam hal guru jemaat berhalangan tetap.
5) Bersama Pimpinan Jemaat menentukan utusan Jemaat mengikuti rapat-rapat di Resort dan Daerah.
6) Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Jemaat tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Jemaat.
e. Tata kerja Majelis Jemaat
1) Paling lambat sebulan sesudah Majelis Jemaat dilantik, Pimpinan Jemaat wajib mengundang Majelis Jemaat mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
2) Pimpinan Jemaat wajib mengundang Majelis Jemaat mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
3) Rapat Majelis Jemaat dipimpin oleh Pimpinan Jemaat.
4) Penotulenan (perisalahan) rapat dilaksanakan oleh Sekretaris Jemaat.
5) Rapat Majelis Jemaat sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Jemaat (1/2n + 1).
6) Dalam hal Rapat Majelis Jemaat tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Jemaat diundurkan paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Jemaat yang diadakan sebagai pengunduran rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Jemaat. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
7) Keputusan Rapat Majelis Jemaat bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Jemaat itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Jemaat itu. Keputusan itu tetap berlaku sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Jemaat berikutnya atau dari Sidang Jemaat atau dari Pimpinan Resort atau Pimpinan Daerah atau Pusat.
PASAL 22
PASAL 23
Majelis Daerah
a. Pengertian.
Majelis Daerah adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Daerah sebagai mitra perencanaan dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Daerah.
b. Komposisi Majelis Daerah
Majelis Daerah (MD) terdiri dari Pelayan Gerejawi (Partohonan) dan non-Partohonan dengan jumlah minimal 5 (lima) orang dan maksimal 11 (sebelas) orang harus berjumlah ganjil didalamnya termasuk Praeses. Unsur Partohonan harus lebih banyak minimal dua orang dari non-Partohonan.
c. Syarat-syarat menjadi Majelis Daerah (MD):
1) Tidak duduk dalam BPKD.
2) Dipilih oleh Sidang Daerah dari anggota Sidang Daerah yang hadir.
3) Usia minimal 21 (duapuluh satu) tahun, dan maksimal 60 (enampuluh) tahun.
4) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
5) Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat.
6) Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka PP dapat memberikan dispensasi.
d. Tugas-tugas Majelis Daerah (MD):
1) Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Daerah.
2) Membahas dan memberi saran dan pendapat atas rencana Program pelayanan dan pembangunan serta APBR tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Daerah.
3) Menganjurkan Pimpinan Daerah untuk menjabarkan dan melaksanakan segala petunjuk, pedoman, dan keputusan yang datangnya dari PP .
4) Bersama Pimpinan Daerah menentukan utusan Daerah mengikuti rapat-rapat di Daerah dan dalam kegiatan yang dilakukan Pusat.
5) Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Daerah tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Daerah.
e. Tata kerja Majelis Daerah
1) Paling lambat sebulan sesudah Majelis Daerah dilantik, Pimpinan Daerah wajib mengundang Majelis Daerah mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
2) Pimpinan Daerah wajib mengundang Majelis Daerah mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
3) Rapat Majelis Daerah dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
4) Penotulenan (perisalahan) rapat dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.
5) Rapat Majelis Daerah sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Daerah (1/2n + 1).
6) Dalam hal Rapat Majelis Daerah tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Daerah diundurkan paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Daerah yang diadakan sebagai pengunduran rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Daerah. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
7) Keputusan Rapat Majelis Daerah bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Daerah itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Daerah itu. Keputusan itu tetap berlaku sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Daerah berikutnya atau dari Sidang Daerah atau dari Pimpinan Pusat.
PASAL 24
Majelis Pusat
a. Pengertian.
Majelis Pusat adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sinode yang bekerja sebagai mitra PP mengolah serta merumuskan Keputusan Sinode sehingga HKI mencapai visi dan misinya sesuai dengan Tugas dan panggilan gereja berdasarkan ajaran Alkitab, Konfesi yang dianut HKI.
b. Komposisi Majelis Pusat (MP)
1) Delapan (8) orang dari unsur Pendeta
2) Tujuh (7) orang dari unsur non Pendeta
c. Syarat-syarat menjadi Majelis Pusat (MP):
1) Dari unsur Pendeta
a) Telah menjadi Pendeta HKI sedikitnya 15 Tahun dan telah pernah menjadi Pendeta Resort sedikitnya 5 Tahun.
b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
c) Umur tidak kurang dari 40 Tahun dan tidak lebih dari 60 Tahun sewaktu pemilihan.
d) Anggota Sinode dan hadir pada waktu sinode mengadakan pemilihan anggota Majelis Pusat.
e) Tidak pegawai negeri atau swasta.
2) Dari unsur non Pendeta
a) Telah melayani sebagai pelayan gerejawi di HKI sedikitnya 5 (lima) tahun dan pernah menjadi anggota Majelis Resort atau Majelis Daerah.
b). Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja..
c). Usia tidak kurang dari 40 ( empat puluh ) tahun, dan tidak lebih dari 60 (enam puluh) tahun sewaktu pemilihan.
d). Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat.
e). Dicalonkan oleh Daerah di mana si calon terdaftar.
3) Pengganti Antar Waktu: Dalam hal seorang Majelis Pusat berhalangan tetap, maka PP menetapkan Majelis Pusat pengganti dari antara calon peraih suara terbanyak yang tersisih pada Sinode pemilihan.
d. Tugas-tugas Majelis Pusat (MP):
1) Majelis Pusat dan PP bersama-sama menjabarkan keputusan sinode HKI.
2) Bersama-sama dengan PP membuat Peraturan yang diperlukan demi tercapainya Tri Tugas Panggilan Gereja HKI.
3) Bersama-sama dengan PP HKI membahas dan menetapkan Anggaran HKI.
4) Bersama-sama dengan PP menyusun Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas kepada Sinode.
e. Peserta Rapat Majelis Pusat HKI.
1) PP .
2) Majelis Pusat
f. Tata kerja Majelis Pusat
1) Paling lambat dua bulan setelah Sinode Periode Majelis Pusat wajib mengadakan rapat.
2) Pada setiap Rapat Majelis Pusat memilih pimpinan dan sekretaris rapat.
3) Penotulenan Rapat Majelis Pusat HKI dilaksanakan oleh Sekretaris Rapat Majelis Pusat HKI dan paling lambat satu bulan setelah Rapat, Keputusan dan notulen rapat harus sudah diserahkan kepada PP untuk disahkan dan diundangkan.
4) Majelis Pusat HKI wajib mengadakan rapat pleno sekali enam (6) bulan.
5) Dalam rapat Majelis Pusat, PP berkewajiban memberi informasi tertulis maupun lisan sehubungan dengan pengembanan tugas-tugas PP.
6) Rapat Majelis Pusat HKI sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Pusat (1/2 n + 1).
7) Dalam hal rapat Majelis Pusat HKI tidak memenuhi quorum, maka rapat pleno itu diundurkan paling lama tiga puluh hari berikutnya, dan rapat tersebut sah meskipun tidak memenuhi quorum.
8) Keputusan Rapat Majelis Pusat HKI sah bila keputusan itu disetujui oleh lebih dari setengah jumlah suara Majelis Pusat yang hadir pada rapat itu.
BAB VII
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Pasal 25
Pengertian dan Tingkatan
a. Pengertian.
Badan Pemeriksa keuangan (BPK) adalah Badan yang dibentuk HKI untuk memeriksa seluruh harta kekayaan HKI di lingkup tingkat pelayanan masing-masing, dengan berpedoman kepada Peraturan Penatalayanan Keuangan HKI.
b. Tingkatan Badan Pemeriksa Keuangan
1) Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dibentuk di tingkat Pusat oleh Sinode.
2) Badan Pemeriksa Keuangan Daerah dibentuk di tingkat daerah oleh Sidang Daerah.
3) Badan Pemeriksa Keuangan Resort dibentuk di tingkat Resort oleh Sidang Resort.
4) Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat dibentuk di tingkat Jemaat oleh Sidang Jemaat.
PASAL 26
Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Jemaat dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Jemaat.
b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKJ:
1) Usia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah menjadi anggota Jemaat HKI selama 5 tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan dalam mengelola keuangan.
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
5) Anggota Sidang Jemaat dan hadir pada waktu Sidang jemaat mengadakan pemilihan BPKJ.
6) Dipilih menjadi BPKJ oleh Sidang Jemaat.
c. Tugas-tugas BPKJ:
1) Memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Jemaat.
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di jemaat dari Pimpinan Jemaat.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup jemaat kepada Pimpinan Jemaat.
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan jemaat kepada Majelis Jemaat dan Pimpinan Resort.
5) Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sidang Jemaat. Laporan Pertanggungjawaban Pengembanan Tugas BPKJ harus terlebih dahulu dikonfirmasi kepada Pimpinan Jemaat sebelum dilaporkan kepada Sidang Jemaat. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKJ yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Jemaat dianggap tidak sah.
PASAL 27
Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Resort dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Resort.
b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKR:
1) Usia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah anggota Jemaat HKI 5 (lima tahun) tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan dalam mengelola keuangan.
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Anggota Sidang Resort dan hadir pada waktu Sidang Resort mengadakan pemilihan BPKR.
6) Dipilih menjadi BPKR oleh Sidang Resort.
c. Tugas-tugas BPKR:
1) Memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Resort
2) Memeriksa harta kekayaan HKI di Jemaat atas permintaan Pimpinan Resort.
3) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di Resort dari Pimpinan Resort.
4) Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup Resort kepada Pimpinan Resort.
5) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Resort kepada Majelis Resort dan Pimpinan Daerah.
6) Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sidang Resort. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKR harus terlebih dahulu dikonfirmasi kepada Pimpinan Resort sebelum dilaporkan kepada Sidang Resort. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKR yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Resort dianggap tidak sah.
PASAL 28
Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Daerah dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Daerah.
b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKD:
1) Usia minimal 25 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah anggota Jemaat HKI 5 (lima tahun) tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan khusus di bidang Akuntansi atau pengelolaan keuangan.
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
5) Anggota Sidang Daerah dan hadir pada waktu Sidang Daerah mengadakan pemilihan BPKD.
6) Dipilih menjadi BPKD oleh Sidang Daerah.
c. Tugas-tugas BPKD:
1) Mengawasi dan memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Daerah
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di Daerah dari Pimpinan Daerah.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup Resort kepada Pimpinan Daerah.
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Resort kepada Majelis Daerah dan PP .
5) Mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Sidang Daerah. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKD harus terlebih dahulu dikonfirmasikan kepada Pimpinan Daerah sebelum dilaporkan kepada Sidang Daerah. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKD yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Daerah dianggap tidak sah.
6) Memeriksa harta kekayaan Jemaat atau Resort atas permintaan Pimpinan Daerah.
PASAL 29
Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sinode dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan atau Majelis Pusat.
b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKP:
1) Usia minimal 35 tahun dan maksimal 60 tahun, sudah anggota Jemaat HKI 10 tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan khusus di bidang Akuntansi atau pengelolaan keuangan yang dibuktikan dengan foto copy ijazah atau biodata (tertulis).
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
5) Anggota Sinode dan hadir pada waktu Sinode mengadakan pemilihan BPKP.
6) Dipilih menjadi BPKP oleh Sinode .
c.Tugas-tugas BPKP:
1) Mengawasi dan memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Pusat.
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI Pusat.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan harta kekayaan HKI di semua tingkat pelayanan HKI kepada PP .
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Pusat kepada Majelis Pusat dan PP .
5) Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sinode. Laporan Pertanggungjawaban Pengembanan Tugas BPKP harus terlebih dahulu ada konfirmasi kepada PP sebelum dilaporkan kepada Sinode. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKP yang belum dikonfirmasikan kepada PP dianggap tidak sah.
6) Memeriksa harta kekayaan Jemaat, Resort dan Daerah atas permintaan PP .
BAB VIII
PASAL 30
Konven Pendeta HKI
a. Konven Pendeta (KP) HKI adalah wadah permusyawaratan Pendeta yang dipimpin oleh seorang Ketua.
b. Tugas-tugas Konven Pendeta HKI sebagai berikut:
1) Membahas, mengkaji serta merumuskan ajaran, teologi, dan usaha-usaha pengembangan HKI.
2) Mengupayakan usaha-usaha bersama Pendeta HKI demi peningkatan kesejahteraan sosial Pendeta HKI.
3) Membuat kode etik Pendeta untuk menjaga citra (tohonan) kependetaan HKI di tengah-tengah gereja dan masyarakat untuk disyahkan oleh PP HKI.
4) Merumuskan hal-hal yang dirasa penting disampaikan kepada PP dan Majelis Pusat sebagai saran dan pendapat serta masukan demi kemajuan HKI.
5) Memilih Ketua Konven Pendeta HKI.
6) Rapat Konven Pendeta diadakan sedikitnya satu kali satu tahun.
c. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi Ketua Konven Pendeta:
1) Pernah melayani sebagai Pendeta Resort sedikitnya 15 Tahun.
2) Usia minimal 40 Tahun dan maksimal 60 Tahun saat pemilihan.
3) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
4) Dipilih oleh Rapat Konven Pendeta HKI.
e. Tugas-tugas Ketua Konven Pendeta HKI sebagai berikut:
1) Menyampaikan hasil rapat Konven Pendeta HKI kepada PP HKI.
2) Melakukan tugas-tugas yang diembankan oleh Rapat Konven Pendeta.
3) Mengundang dan memimpin Rapat Konven Pendeta HKI setelah mendapat persetujuan Ephorus.
4) Dalam hal penyelenggaraan Sinode Istimewa, Ketua Konven Pendeta HKI mengundang dan menyelenggarakan Sinode Istimewa .
PASAL 31
PASAL 32
BAB IX
YAYASAN DAN BADAN USAHA
PASAL 33
Pengertian dan Pengelolaannya
a. Yayasan dan Badan Usaha yang didirikan oleh PP adalah jenis-jenis usaha HKI yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal selaku PP . Pengurus Yayasan dan Pengurus Badan Usaha adalah yang membantu Sekretaris Jenderal dalam memimpin Yayasan dan Badan Usaha yang bersangkutan.
b. Yayasan-Yayasan atau Badan-Badan dan Usaha-Usaha yang dibentuk oleh Jemaat atau Resort atau Daerah adalah milik HKI dan pertanggungjawaban pengelolaannya diberikan kepada Pimpinan di Jemaat, Resort, atau Daerah yang bersangkutan, dengan mempertanggungjawabkan pengelolaannya kepada Pimpinan yang ada di Jemaat , Resort atau Daerah.
c. Semua Yayasan dan Badan Usaha yang ada di HKI dan atau Usaha-Usaha/Badan yang memakai nama HKI adalah satu kesatuan milik HKI.
d. Yayasan dan Badan Usaha yang ada di HKI yang memakai nama HKI harus dikelola sesuai Tata Gereja HKI.
e. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari setiap Yayasan dan Badan Usaha dalam HKI harus disetujui dan ditetapkan oleh PP .
f. Pengurus Yayasan atau Badan Usaha yang dikelola oleh Jemaat atau Resort atau Daerah wajib membuat Laporan kepada PP sedikitnya sekali dalam enam bulan.
PASAL 34
BAB X
SINODE, SIDANG, RAPAT DAN PERIODE
PASAL 35
SINODE
a. Pengertian
Sinode adalah rapat tertinggi yang diadakan HKI sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan yang akan dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya.
b. Jenis-jenis Sinode di HKI:
1) Sinode Periode (Pemilihan).
Sinode Periode (Pemilihan) diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2) Sinode Kerja.
Sinode Kerja adalah sinode yang diadakan sekali dalam pertengahan periode 5 (lima) tahun (dua setengah tahun setelah sinode periode).
3) Sinode Istimewa.
Sinode Istimewa adalah sinode yang diadakan apabila 2/3 dari jumlah peserta Sinode dalam periode itu meminta secara tertulis kepada Majelis Pusat HKI dan disetujui Rapat Konven Pendeta HKI.
c. Peserta sinode
1) Anggota Sinode
a) PP HKI.
b) Majelis Pusat (MP).
c) Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP).
d) Semua Praeses.
e) Semua Ketua Umum Lembaga tingkat Pusat.
f) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha yang dihunjuk PP .
g) Semua Pendeta HKI yang aktif.
h) Satu (1) orang utusan Guru Jemaat dari setiap Daerah.
i) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap Daerah.
j) Satu (1) orang utusan masing-masing mewakili Lembaga Persatuan Ama (LPA), Lembaga Persatuan Wanita (LPW), Lembaga Persatuan Naposo Bulung (LPNB), dari setiap Daerah
k) Satu (1) orang utusan Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang dihunjuk PP HKI.
l) Satu (1) orang utusan Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang dihunjuk PP HKI.
m) Satu (1) orang utusan mewakili Diakones HKI yang dihunjuk PP HKI.
n) Satu orang utusan anggota jemaat dari setiap resort.
2) Peserta tamu
a) Peninjau dua (2) orang dari setiap daerah.
b) Undangan, narasumber dan tamu.
d. Tugas Sinode.
1) Menetapkan anggota Sinode HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
2) Mengesahkan quorum tidaknya sinode.
3) Memilih tiga orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sinode dan dua orang notulis sinode dari kalangan anggota sinode.
4) Menetapkan jadwal acara sinode.
5) Membahas dan menetapkan Program dan Anggaran Pendapatan dan Belanja HKI.
6) Mendengar, membahas, menilai dan menetapkan pendapat akhir tentang Laporan Pertanggungjawaban PP ( PP ) bersama Majelis Pusat (MP) dan BPKP.
7) Mengubah ataupun merevisi dan menetapkan Tata Gereja HKI, Peraturan-peraturan HKI, Garis-Garis Besar dan Strategi Umum Program Pembangunan dan Pelayanan HKI.
8) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI secara umum.
9) Meneguhkan Jemaat baru, Resort baru dan Daerah yang baru di HKI.
10) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terakhir tentang usul-usul dari Daerah, Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan PP .
11) Memilih dan mengangkat Ephorus, Sekretaris Jenderal, Majelis Pusat, Praeses dan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
12) Sinode Istimewa mengambil keputusan tentang masalah yang membuat diadakannya Sinode Istimewa itu.
e. Pelaksanaan Sinode HKI (Sinode Periode dan Sinode Kerja)
1) Pimpinan Sinode adalah Ephorus.
2) PP adalah penanggungjawab penyelenggaraan Sinode.
3) PP mengundang peserta Sinode paling lambat dua (2) bulan sebelum pelaksanaan sinode.
4) PP mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sinode HKI melalui surat Ketetapan.
5) PP mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sinode.
6) PP mengirimkan bahan-bahan sinode kepada anggota sinode sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal dua (2) minggu sebelum pelaksanaan sinode.
7) Sinode dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sinode.
8) Sinode HKI dibuka dan ditutup oleh Ephorus HKI.
9) Pembukaan dan penutupan sinode diisi dengan kebaktian yang dipimpin oleh PP atau yang dihunjuk PP .
10) Untuk memperlancar jalannya persidangan sinode, sinode mengangkat Majelis Ketua Persidangan Sinode yang terdiri dari 3 orang, yaitu dua orang Pendeta dan satu orang non Pendeta.
11) Untuk musyawarah mencapai mufakat dan mengambil keputusan tertinggi dan terbaik, sinode mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang sinode dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI dan Tata Tertib Sinode.
13) Mufakat dan Keputusan yang diambil di sinode harus dapat dibawa oleh peserta sinode pada hari penutupan sinode.
f. Pelaksanaan Sinode Istimewa (SI) HKI.
1) Sinode Istimewa diperlukan dan dilaksanakan dengan alasan:
a) Apabila Ephorus tidak mampu dan tidak dapat lagi melaksanakan tugas pelayanannya karena tidak sehat atau karena meninggal dunia, maka Sinode Istimewa dapat dilaksanakan untuk memilih Ephorus untuk meneruskan masa periode yang masih tersisa.
b) Apabila ada hal tertentu yang perlu disikapi bersama oleh seluruh HKI, baik mengenai hal yang terjadi di dalam HKI sendiri maupun hal yang terjadi di luar HKI (misalnya di negara atau di masyarakat).
c) Sinode Istimewa diadakan atas permintaan tertulis dari dua pertiga (2/3) dari jumlah anggota sinode kepada Majelis Pusat, dan permintaan itu dikabulkan oleh Rapat Majelis Pusat dan Rapat Konven Pendeta.
d) Majelis Pusat memberikan mandat kepada Ketua Konven Pendeta mengundang anggota sinode.
e) Penanggungjawab penyelenggaraan sinode istimewa adalah Ketua Konven Pendeta.
2) Dalam menyelenggarakan sinode istimewa Ketua Konven Pendeta dibantu oleh dua orang pendeta untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk sinode istimewa.
3) Penangungjawab penyelenggara sinode istimewa mengangkat dan memberhentikan panitia penyelenggara sinode istimewa.
4) Sinode istimewa sah dan memenuhi quorum apabila dihadiri setengah dari jumlah anggota sinode.
5) Sinode istimewa mengesahkan quorum tidaknya sinode istimewa.
6) Memilih tiga orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sinode istimewa yang terdiri dari dua orang Pendeta dan satu orang non-Pendeta.
7) Menetapkan jadwal acara sinode istimewa.
8) Mengesahkan dan menetapkan tata Tertib Sinode istimewa.
9) Mendengar dari Ketua Konven Pendeta tentang alasan mengapa dilaksanakan sinode istimewa.
10) Membahas, dan mengambil mufakat maupun keputusan tertinggi dan terbaik tentang masalah yang sedang dipergumulkan dalam sinode istimewa.
11) Sinode Istimewa memilih 3 (tiga) orang peserta Sinode menjadi Notulis atas usul Pimpinan Sidang.
12) Sinode Istimewa HKI dimulai dengan Kebaktian Pembukaan yang dipimpin oleh Ketua Konven Pendeta (KKP) dan ditutup dengan kebaktian yang dipimpin oleh PP HKI terpilih.
13) Dalam hal sinode istimewa memilih Ephorus atau PP HKI yang baru, maka sinode istimewa menghunjuk seorang pendeta yang lebih tua dari Ephorus terpilih untuk melantik Ephorus yang baru dalam kebaktian penutupan sinode istimewa.
PASAL 36
SIDANG
a. Pengertian.
Sidang adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di Tingkat Daerah, Resort dan Jemaat sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil Keputusan Bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya yang bersekutu didalam Daerah atau Resort dan atau Jemaat itu.
b. Jenis-jenis Sidang:
1) Sidang Daerah.
2) Sidang Resort.
3) Sidang Jemaat.
Pasal 37
SIDANG DAERAH
a. Pengertian
Sidang Daerah adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di tingkat daerah sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di daerah itu.
b. Peserta Sidang Daerah
1) Praeses.
2) Majelis Daerah (MD).
3) Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD).
4) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Daerah yang dihunjuk Pimpinan Daerah.
5) Semua Pendeta HKI yang melayani di daerah itu (yaitu Pendeta Resort dan pendeta yang ditugaskan PP melayani di pelayanan umum HKI atau di badan-badan oikumenis di luar HKI yang berada di daerah itu).
6) Satu (1) orang utusan Guru Jemaat dari setiap Resort.
7) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap Resort.
8) Satu (1) orang utusan Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang ada di daerah itu.
9) Satu (1) orang utusan Diakones HKI yang melayani di Daerah itu.
10) Satu (1) orang utusan Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang ada di daerah itu.
11) Semua Ketua Lembaga berstatus Daerah.
12) Satu (1) orang utusan setiap lembaga dari semua resort yang di Daerah itu.
13) Dua (2) orang utusan anggota jemaat dari setiap resort.
14) Peninjau satu (1) orang dari setiap resort.
15) Undangan, narasumber dan tamu.
c. Tugas Sidang Daerah
1) Menetapkan anggota Sidang Daerah HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
1) Menetapkan jadwal acara sidang daerah.
2) Mengesahkan dan menetapkan tata Tertib Sidang Daerah.
3) Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
4) Mendengar dan membahas Laporan Pertangungjawaban Pimpinan Daerah sekaligus laporan Majelis Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
5) Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Daerah (PPPTD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
6) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di daerah.
7) Meneguhkan Jemaat baru dan Resort baru di Daerah itu.
8) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari jemaat dan resort maupun usul-usul dari Pimpinan Daerah, Majelis Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
9) Memilih Majelis Daerah, Sekretaris Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD).
10) Merekomendasikan peserta sinode utusan Resort dan memilih peserta sinode utusan daerah.
d. Pelaksanaan Sidang Daerah
1) Pimpinan Sidang Daerah adalah Praeses.
2) Untuk memperlancar jalannya persidangan, sidang Daerah memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan dan satu orang notulis dari antara peserta sidang.
3) Sidang Daerah dilaksanakan dua kali dalam satu periode.
4) Pimpinan Daerah mengundang peserta Sidang Daerah paling lambat satu(1) bulan sebelum pelaksanaan Sidang Daerah.
5) Pimpinan Daerah mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sidang Daerah HKI melalui surat Ketetapan.
6) Pimpinan Daerah mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sidang Daerah.
7) Pimpinan Daerah mengirimkan bahan-bahan sidang daerah kepada anggota sidang daerah sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang daerah.
8) Sidang Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang daerah.
9) Sidang Daerah HKI dibuka dan ditutup oleh Praeses.
10) Pembukaan dan penutupan sidang daerah diisi dengan kebaktian.
11) Untuk musyawarah mengambil mufakat dan keputusan terbaik, sidang daerah dapat mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang Daerah dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.
PASAL 38
SIDANG RESORT
a. Pengertian.
Sidang Resort adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di tingkat resort sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dan mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di resort itu.
b. Peserta Sidang Resort:
1) Praeses.
2) Pimpinan Resort
3) Semua anggota Majelis Resort (MR).
4) Semua anggota Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR).
5) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Resort yang dihunjuk Pimpinan Resort.
6) Semua Pendeta HKI yang melayani di Resort itu (yaitu pendeta yang ditugaskan PP melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang berada di resort itu).
7) Pimpinan jemaat dari setiap jemaat yang ada di Resort itu.
8) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap jemaat.
9) Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang ada di resort itu.
10) Diakones yang melayani di Resort itu.
11) Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang ada di resort itu.
12) Semua Ketua Lembaga berstatus resort.
13) Satu (1) orang utusan setiap lembaga yang ada di seluruh jemaat se-Resort.
14) Satu (1) orang utusan mewakili setiap 50 (lima puluh) keluarga.
15) Undangan, narasumber dan tamu.
c. Peserta Sidang Resort Khusus
1) Praeses.
2) Pimpinan Resort.
3) Majelis Resort
4) Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Semua Pendeta HKI yang melayani di Resort Khusus itu (pendeta yang ditugaskan PP melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang menjadi warga jemaat Resort khusus itu).
6) Semua Penatua.
7) Semua Pengurus Bidang.
8) Satu orang mewakili setiap sektor jemaat resort khusus itu.
9) Penginjil Wanita (Bibelvrouw) HKI yang ada di resort khusus itu.
10) Diakones yang melayani di Resort khusus itu.
11) Penginjil Pria (Evangelist) HKI yang ada di Resort khusus itu.
12) Semua Ketua Lembaga di Resort khusus itu.
13) Undangan, narasumber dan tamu.
d. Tugas Sidang Resort:
1) Menetapkan anggota Sidang Resort HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
2) Menetapkan jadwal acara sidang resort.
3) Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat.
4) Mendengar dan membahas Laporan Pertanggungjawaban tugas Pimpinan Resort sekaligus Laporan Majelis Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Resort (PPPTR) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Resort (APBR).
6) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di resort.
7) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari jemaat dan usul-usul dari Pimpinan Resort, Majelis Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
8) Memantapkan pengelolaan harta milik HKI di resort itu.
9) Mengambil keputusan untuk penyelesaian terbaik tentang masalah yang berlarut-larut dipermasalahkan dan tidak terselesaikan di jemaat yang ada di resort itu.
10) Menetapkan peserta Sidang Daerah dari Resort itu.
11) Memilih peserta Sinode utusan Rumah Tangga.
12) Memilih Majelis Resort, Sekretaris Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR).
e. Pelaksanaan Sidang Resort
1) Pimpinan Sidang Resort adalah Praeses.
2) Untuk memperlancar jalannya persidangan, Sidang Resort memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan dan satu orang Notulis dari antara peserta Sidang.
3) Undangan pelaksanaan Sidang Resort dijalankan setelah mendapat persetujuan dari Praeses.
4) Sidang Resort dilaksanakan dua kali dalam satu periode.
5) Pimpinan Resort mengundang peserta Sidang Resort paling lambat satu(1) bulan sebelum pelaksanaan Sidang Resort atas persetujuan Praeses.
6) Praeses mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sidang Resort HKI melalui surat Ketetapan atas usul Pimpinan Resort.
7) Pimpinan Resort mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sidang Resort.
8) Pimpinan Resort mengirimkan bahan-bahan sidang resort kepada anggota sidang resort sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang resort.
9) Sidang Resort dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang resort.
10) Sidang Resort HKI dibuka dan ditutup oleh Praeses.
11) Pembukaan dan penutupan sidang resort diisi dengan kebaktian.
12) Untuk musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan terbaik, sidang resort dapat mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
13) Sidang Resort dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.
PASAL 39
SIDANG JEMAAT
a. Pengertian.
Sidang Jemaat adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di tingkat jemaat sebagai tempat musyawarah jemaat mencapai mufakat dalam mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di jemaat itu.
b. Peserta Sidang Jemaat:
1) Pendeta Resort
2) Pimpinan Jemaat
3) Semua anggota Majelis Jemaat (MJ).
4) Semua anggota Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ).
5) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Jemaat yang dihunjuk Pimpinan Jemaat.
6) Pendeta HKI yang menjadi anggota di Jemaat itu (pendeta yang ditugaskan PP melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang terdaftar sebagai anggota di jemaat itu).
7) Semua Penatua (Sintua) di jemaat itu.
8) Penginjil Wanita (Bibelvrouw) HKI yang menjadi anggota di jemaat itu.
9) Diakones yang melayani di jemaat itu.
10) Penginjil Pria (Evangelist) HKI yang menjadi anggota di jemaat itu.
11) Pengurus Lembaga-lembaga yang ada di jemaat itu.
14) Kepala-kepala seksi yang ada di jemaat itu.
15) Semua anggota Rumah Tangga dan anggota sidi yang terdaftar sebagai anggota jemaat itu.
16) Praeses yang hadir.
17) Undangan, narasumber dan tamu.
c. Tugas Sidang Jemaat:
1) Menetapkan anggota Sidang Jemaat HKI yang sedang dilaksanakan.
2) Menetapkan jadwal acara sidang jemaat.
3) Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat.
4) Mendengar dan membahas Laporan Pertanggungjawaban tugas Pimpinan Jemaat sekaligus Laporan Majelis Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
5) Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat (APBJ).
6) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di jemaat.
7) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari sektor-sektor dan usul-usul dari Pimpinan Jemaat, Majelis Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
8) Memantapkan pengelolaan harta milik HKI di jemaat itu.
9) Mengambil keputusan untuk penyelesaian terbaik tentang masalah yang berlarut-larut dipermasalahkan dan tidak terselesaikan di sektor yang ada di jemaat itu.
10) Memilih Majelis Jemaat, Sekretaris Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ).
11) Menetapkan peserta Sidang Resort dan Sidang Daerah dari Jemaat itu.
d. Pelaksanaan Sidang Jemaat
1) Undangan pelaksanaan sidang jemaat dijalankan setelah mendapat persetujuan dari Pendeta Resort.
2) Sidang Jemaat dipimpin oleh Pendeta Resort.
3) Sidang Jemaat dilaksanakan dua kali dalam satu periode.
4) Pimpinan Jemaat mengundang peserta Sidang Jemaat paling lambat dua (2) minggu sebelum pelaksanaan Sidang Jemaat atas persetujuan Pendeta Resort.
5) Pendeta Resort mengangkat dan memberhentikan Panitia penyelenggara Sidang Jemaat HKI melalui surat ketetapan atas usul Pimpinan Jemaat.
6) Pimpinan Jemaat mengirimkan bahan-bahan sidang jemaat kepada anggota sidang jemaat sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang jemaat.
7) Sidang Jemaat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang jemaat.
8) Sidang Jemaat HKI dibuka dan ditutup oleh Pimpinan Resort.
9) Pembukaan dan penutupan sidang Jemaat diisi dengan kebaktian.
10) Untuk membantu Pendeta Resort memimpin persidangan, sidang jemaat memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sidang Jemaat dan seorang notulis dari peserta sidang.
11) Untuk musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan terbaik, sidang jemaat dapat mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang Jemaat dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.
13) Mufakat dan Keputusan yang diambil di Sidang Jemaat harus diumumkan melalui warta jemaat pada minggu terdekat sesudah pelaksanaan Sidang Jemaat.
PASAL 40
PERIODE
a. Periode di HKI lamanya lima (5) tahun.
b. Periode dilakukan mulai dari tingkat Pusat, Daerah, Resort dan Jemaat.
c. Periode di Daerah dilakukan dua bulan setelah periode di Pusat
d. Periode di Resort dilakukan dua bulan setelah periode di Daerah
e. Periode di Jemaat dilakukan satu bulan setelah periode di Resort.
f. Ephorus, Sekretaris Jenderal, Majelis Pusat, Praeses dan BPK hanya menduduki jabatan yang sama selama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.
g. Seorang yang duduk di Majelis Daerah, Majelis Resort, Majelis Jemaat hanya dapat menduduki jabatan yang sama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.
h. Seorang Pejabat Guru Jemaat (Guru Jemaat pilihan Jemaat) hanya dapat menduduki Jabatan yang sama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.
BAB XI
TATA TERTIB SYNODE, SIDANG DAN RAPAT DI HKI
PASAL 41
PENGUNDANGAN, PENGESAHAN RAPAT, KEHADIRAN DALAM RAPAT, PENGUNDURAN RAPAT.
a. Synode, Sidang dan Rapat diadakan berdasarkan undangan yang diperbuat untuk Synode, Sidang dan Rapat tersebut.
b. Pengundangan Synode, Sidang dan Rapat diatur sedemikian rupa sehingga semua peserta Synode, Sidang dan Rapat dapat hadir dan dapat mempersiapkan diri dengan bahan-bahan rapat.
c. Pengundangan Synode, Sidang dan Rapat sebaiknya diumumkan di jemaat melalui warta jemaat.
d. Synode, Sidang dan Rapat harus selalu dimulai dan diakhiri dengan kebaktian.
e. Peserta Synode, Sidang dan Rapat yang tidak dapat hadir harus memberitahukan kepada pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
f. Peserta Synode, Sidang dan Rapat harus mengisi dan menandatangani daftar hadir.
g. Peserta Synode, Sidang dan Rapat yang telah menandatangani daftar hadir, bila ingin meninggalkan Synode, Sidang dan Rapat harus lebih dahulu memberitahukannya/permisi kepada pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
h. Synode, Sidang dan Rapat memenuhi quorum dan sah apabila telah dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Synode, Sidang dan Rapat yang bersangkutan.
i. Bila Synode, Sidang dan Rapat tidak memenuhi quorum maka Synode, Sidang dan Rapat harus diundurkan:
1) Rapat unit kerja/pelayanan HKI diundurkan tujuh (7) hari.
2) Rapat Majelis Jemaat, Majelis Resort, Majelis Daerah dapat diundurkan delapan (8) hari.
3) Rapat Majelis Pusat diundurkan 30 hari.
4) Sidang jemaat, sidang resort, sidang daerah dapat diundurkan dua (2) minggu.
5) Synode dapat diundurkan 60 (enampuluh) hari.
j. Synode, Sidang dan Rapat yang sudah diundurkan sah dan memenuhi quorum walaupun tidak dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota yang sepatutnya hadir.
b. Pimpinan Rapat dan penotulenan
1) Selain untuk memimpin rapat, sidang, sinode yang telah diatur dalam PRT ini, rapat dipimpin oleh pimpinan unit kerja yang akan mengadakan rapat.
2) Untuk setiap rapat harus ada notulis atau perisalah yang disetujui oleh rapat yang bersangkutan.
c. Hal berbicara dalam rapat
1) Anggota/peserta Synode, Sidang dan Rapat yang ingin berbicara dalam rapat harus dengan persetujuan pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
2) Pembicara menyampaikan pembicaraannya harus melalui Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
3) Pembicara harus sopan dan tidak boleh menyindir orang lain dalam menyampaikan pandangannya.
4) Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat berhak menasehati, menegor, menyetop ataupun mengeluarkan pembicara yang melanggar tata tertib Synode, Sidang dan Rapat.
5) Seorang yang berbicara tidak boleh diganggu.
6) Setiap anggota tidak boleh lebih dari tiga kali berbicara tentang satu topik pembahasan.
7) Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat memberikan kesempatan berbicara kepada anggota Rapat sesuai dengan jumlah anggota yang memintanya dan memberikan dengan waktu yang disediakan.
8) Peninjau dapat berbicara atas persetujuan Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
9) Anggota penasehat, peninjau dan tamu tidak mempunyai hak suara dalam hal terjadi pemungutan suara untuk mengambil keputusan.
d. Mengambil Keputusan Synode, Sidang dan Rapat
1) Lama pembahasan untuk satu pokok masalah diadakan sesuai dengan jadwal yang dibutuhkan dan bila tidak selesai maka pendapat dan usul-usul pemecahan masalah disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
2) Keputusan diusahakan/ diambil dengan hikmat musyawarah untuk mufakat.
3) Dalam hal tidak tercapai mufakat dalam musyawarah, maka keputusan diambil dengan pemungutan suara (voting).
a) Keputusan sah apabila mendapat suara terbanyak dalam pemungutan suara.
b) Khusus pemungutan suara yang menyangkut diri pribadi seseorang harus dilakukan dengan tertulis secara bebas dan rahasia.
c) Dalam hal pemungutan suara mendapat jumlah suara yang sama maka pemungutan suara diadakan sekali lagi, dan kalau ternyata masih terdapat jumlah suara yang sama, maka Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat diberi kuasa untuk menetapkan suatu keputusan yang sah dan mengikat.
PASAL 42
TATA TERTIB PEMILIHAN
a. Jika dalam suatu Synode, Sidang dan Rapat diadakan pemilihan, maka terlebih dahulu dibentuk suatu panitia pemilihan untuk memimpin pemilihan.
b. Panitia Pemilihan itu dipilih oleh Synode, Sidang dan Rapat dari anggota Synode, Sidang dan Rapat.
c. Jumlah anggota Panitia Pemilihan dan ketuanya ditentukan oleh Synode, Sidang dan Rapat yang bersangkutan.
d. Pemungutan suara dilakukan dengan mempergunakan kertas suara yang terlebih dahulu disediakan panitia pemilihan sebelum pemilihan.
e. Peninjau dan tamu dan anggota penasehat tidak berhak memilih.
f. Peninjau dan tamu tidak berhak mewakili seseorang atau kelompok.
g. Calon yang mendapat suara terbanyak dinyatakan terpilih atau menang.
PASAL 43
TATA TERTIB PELENGKAP
Untuk lebih memperkaya Tata Tertib Synode, Sidang dan Rapat, setiap Synode, Sidang dan Rapat dapat menambah Tata Tertib sesuai dengan situasi dan kondisi sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja HKI dan peraturan lainnya di HKI.
BAB XII
PELANTIKAN DAN SERAH TERIMA
PASAL 44
PELANTIKAN
a. Ephorus, menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan dalam satu kebaktian khusus yang dipimpin oleh seorang Pendeta yang ditunjuk oleh Sinode dari kalangan pendeta yang lebih tua dari Ephorus.
b. Sekretaris Jenderal menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh Ephorus dalam satu kebaktian khusus.
c. Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan Praeses menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh Ephorus dalam satu kebaktian khusus.
d. Pimpinan Daerah, Majelis Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan Daerah menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh PP dalam suatu kebaktian khusus.
e. Pimpinan Resort, Majelis Resort, Badan Pemeriksa Keuangan Resort menerima jabatan masing-masing dari gereja HKI dengan pelantikan mereka yang dipimpin oleh Praeses dalam satu kebaktian khusus.
f. Pimpinan Jemaat, Majelis Jemaat, Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat menerima jabatan masing-masing dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh Pendeta Resort dalam satu kebaktian khusus.
g. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat pusat menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh PP dalam suatu kebaktian khusus.
h. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat daerah menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah dalam suatu kebaktian khusus.
i. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat resort menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Resort dalam suatu kebaktian khusus.
j. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat jemaat menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Jemaat dalam suatu kebaktian khusus.
PASAL 45
SERAH TERIMA
a. Serah terima jabatan PP dari PP yang lama kepada PP yang baru diadakan segera setelah pelantikan PP yang baru dengan dipimpin oleh Majelis Ketua Persidangan Synode di hadapan para anggota Synode, sebelum Synode ditutup.Setelah serah terima jabatan, PP lama tidak diperbolehkan lagi mengeluarkan uang dari kas atau memindahtangankan harta kekayaan HKI tanpa persetujuan PP yang baru.
b. Serah terima administrasi, harta benda dan kekayaan HKI dari PP HKI yang lama kepada PP HKI yang baru dilaksanakan paling lambat sebulan setelah serah terima jabatan PP diadakan, dengan dihadiri oleh anggota Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat yang lama dan Majelis Pusat dan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat yang baru.
c. Serah terima Praeses, diselenggarakan dan dipimpin oleh PP dan dihadiri oleh Majelis Daerah, Pendeta Resort dan Pendeta yang ada di daerah bersangkutan.
d. Serah terima Pendeta Resort, diselenggarakan dan dipimpin oleh Praeses atau yang mewakilinya, dan dihadiri oleh Majelis Resort dan semua Guru Jemaat yang ada di Resort tersebut.
e. Serah terima Guru Jemaat ataupun pejabat guru jemaat diselenggarakan dan dipimpin oleh Pendeta Resort dan dihadiri oleh anggota Majelis Resort dan semua anggota Majelis Jemaat yang ada di Jemaat tersebut.
f. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat pusat dilaksanakan oleh PP dalam suatu kebaktian khusus.
g. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat daerah dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah dalam suatu kebaktian khusus.
h. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat resort dilaksanakan oleh Pimpinan Resort dalam suatu kebaktian khusus.
i. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat jemaat dilaksanakan oleh Pimpinan Jemaat dalam suatu kebaktian khusus.
BAB XIII
PASAL 46
a. Segala harta kekayaan HKI, berupa anggota HKI, harta benda, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, uang dan surat-surat berharga, adalah satu kesatuan milik HKI yang dikelola dan dipelihara dengan baik oleh petugas yang diangkat gereja HKI sesuai dengan peraturan yang berlaku di HKI.
b. Segala harta kekayaan HKI harus digunakan semaksimal mungkin demi pengembangan HKI.
c. Pengalihan dan pemindahan hak atas harta kekayaan milik HKI:
1) Yang berada dalam pengelolaan Jemaat hanya dapat dilaksanakan setelah diajukan melalui Pimpinan resort dan mendapat persetujuan dari PP HKI.
2) Yang berada dalam pengelolaan Resort, Daerah, Yayasan/ Badan Usaha hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari PP HKI.
3) Yang berada dalam pengelolaan PP HKI hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pusat HKI yang didasarkan atas Keputusan Sinode.
BAB XIV
PASAL 47
a. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Rumah tangga ini kemudian akan diatur oleh PP dan Majelis Pusat dan tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja HKI (Tata Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Hukum Siasat Gereja) dan Pengakuan Iman Percaya HKI.
b. Peraturan Rumah Tangga HKI ini hanya dapat diubah dan ditambah oleh dan atas permintaan minimum 2/3 dari Anggota Sinode yang hadir.
BAB XV
PASAL 48
Aturan Peralihan
a. Segala Peraturan dan Badan-Badan sebagaimana disebut dalam Tata Gereja HKI 1993 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dalam Tata Gereja Tahun 2005 ini.
b. Petunjuk Pelaksanaan Pasal-pasal dalam Tata Gereja Tahun 2005 ini diatur secara khusus oleh PP HKI guna kelancaran pelaksanaannya.
PASAL 49
PENUTUP
a. Peraturan Rumah Tangga ini disahkan pada Sinode HKI ke 57.
b. Peraturan Rumah Tangga ini berlaku setelah pelaksanaan Sinode HKI ke 57 tahun 2005.
c. Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga dan Hukum Siasat Gereja hasil Sinode Kerja tahun 1993, masih berlaku sampai Tata Gereja hasil Sinode HKI ke 57 Tahun 2005 diberlakukan.
Ditetapkan di:
Pada hari :
Tanggal :
Oleh : Sinode HKI ke 57
Atas Nama Sinode HKI ke 57.
Majelis Ketua Sidang Pleno Sinode HKI
HUKUM SIASAT GEREJA HKI 2005
PASAL 1
P E N G E R T I A N
Hukum Siasat Gereja HKI adalah satu aturan atau alat yang dipergunakan gereja HKI untuk menasehati, menegor dan me¬nimbang perilaku dan perbuatan yang melanggar Firman Tuhan dan juga terhadap peraturan gereja itu sendiri.
Dengan Hukum Siasat Gereja ini, anggota jemaat atau pela¬yan yang diingatkan dan disadarkan atas pelanggarannya terhadap Firman Tuhan dan peraturan gereja ini dapat kem¬bali dan mau bertobat, dan hidup sesuai dengan Firman Tuhan, serta mau mengenakan dan mewujudkan di dalam hi¬dupnya perilaku sebagai manusia baru yang telah ditebus dan disucikan Yesus Kristus. (Band. Epesus 4:24-32). Dengan keberadaan para pelayan dan anggota jemaat yang hidup dan berjalan di dalam terang Firman Tuhan, maka Ge¬reja di dalam pertunbuhannya akan berjalan dengan aman, tertib dan teratur berdasarkan Iman, Kasih dan Pengharapan, dari Yesus Kristus Raja Gereja yang telah menguduskan ge¬reja itu sendiri. (Band. Epesus 2:21; I Korintus 13,13).
PASAL 2
D A S A R DAN T U J U A N
a. D a s a r
Hukum Siasat Gereja HKI berdasarkan dan berpedoman kepada Fir¬man Tuhan saja yang tertulis dalam Alkitab Perjanjian La¬ma dan Perjanjian Baru, dan secara khusus tertulis pada Keluaran 19:10+22; Mateus 18:15; Epesus 2:21; Johanes 21: 14-19; 2 Tirnoteus 3:16.
b. T u j u a n
1) Untuk membimbing, mendidik, menasehati, menimbang dan menegor orang yang melanggar Firman Tuhan dan peraturan Gereja,supaya menyadari perbuatannya yang salah, sehingga kembali ke jalan yang benar sesuai dengan Firman Allah, dengan demikian dianya tetap sebagai pewaris keselamatan dan kehidupan yang kekal.
2) Hukum Siasat Gereja adalah salah satu alat yang dibuat oleh gereja HKI untuk melengkapi Tata Gereja, dan peraturan lainnya yang berlaku di HKI, untuk memelihara gereja yang teratur, tertib dan aman di dalam menunaikan tugas panggilannya dan yang tetap tumbuh dan hidup berdasarkan Iman, Kasih dan Pengharapan di dalam menjaga serta menyatakan kesucian dan kedudukannya (Epesus 2:21; 4:16).
PASAL 3
URGENSI PELAKSANAAN SIASAT GEREJA
Tuhan Yesus mengatakan dan memberikan tugas kepada gereja untuk menjaga, memelihara dan menggembalakan para anggota jemaat berdasarkan KasihNya (Johanes 21:15-19). Hal ini juga dinyatakan dalam Mateus 18:15-17 : "Apabila saudara¬mu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika dia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau mendengarkan jemaat, pandanglah ia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai".
Berpedoman kepada pesan Tuhan Yesus di atas itu, gereja harus menjalankan pemeliharaan dan penggembalaan terhadap anggota jemaatnya melalui percakapan atau perkunjungan ru¬mah tangga untuk menasehati atau menegor setiap orang yang berbuat salah, supaya ia mau meninggalkan perbuatan¬nya yang salah itu.
Bila peringatan yang diberikan gereja tidak diindahkan lagi oleh yang bersangkutan, maka gereja akan menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya itu dan diumumkan di gereja. Segala keputusan pengenaan Hukum Siasat Gereja terhadap setiap orang yang berbuat salah atau ja¬tuh ke dalam dosa, harus lebih dahulu disampaikan kepada yang bersangkutan, barulah keputusan itu dapat diwartakan di dalam jemaat. Hukuman itu berlaku hanya kepada yang bersangkutan saja, tidak ikut kepada keluarganya.
PASAL 4
PELAKSANAAN HUKUM SIASAT GEREJA
Sesuai dengan fungsi Gereja seperti tersebut pada pasal 3 di atas, maka diaturlah pelaksanaan Hukum Siasat Gereja HKI sebagai berikut :
a. Jika anggota jemaat berbuat salah, maka yang melaksana¬kan Hukum Siasat Gereja ialah Majelis Jemaat yang di-pimpin Pendeta Resort.
b. Jika seorang dari Majelis Jemaat berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Ma¬jelis Jemaat dan Parhalado di Jemaat tersebut yang di¬pimpin oleh Pendeta Resort.
c. Jika seorang Penatua berbuat salah, maka yang melaksa¬nakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Penatua yang di-pimpin Pendeta Resort.
d. Jika seorang Guru Jemaat berbuat salah, maka yang me¬laksanakan Hukum Siasat Gereja ialah Majelis Jemaat dan Parhalado yang dipimpin Pendeta Resort.
e. Jika seorang Majelis Resort berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Resort yang dipimpin Pendeta Resort yang berlaku juga di gereja asal orang yang bersangkutan.
f. Jika seorang Majelis Daerah berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Daerah yang dipimpin Praeses.
g. Jika seorang Penginjil yang bertugas di Resort atau Daerah berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Resort atau sidang Ma¬jelis Daerah yang dipimpin oleh Praeses.
h. Jika Pendeta berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Pendeta yang dipimpin oleh Ephorus.
i. Jika Praeses berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Sia¬sat Gereja ialah sidang Praeses yang dipimpin oleh Ephorus.
j. Jika anggota Majelis Pusat berbuat salah, maka yang me¬laksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Pu¬sat yang dipimpin Ephorus.
PASAL 5
YANG KENA SIASAT
Hukum Siasat Gereja dikenakan kepada setiap orang (anggota jemaat dan pelayan jemaat) yang berbuat salah/dosa, yang kesalahannya/dosanya nampak dan dapat dibuktikan. Adapun kesalahan atau dosa yang dimaksud adalah segala perbuatan atau ucapan yang bertentangan dengan Firman Tuhan, Iman Kristen yang dipahami HKI, Tata Gereja dan Peraturan Ru¬mah Tangga HKI, serta peraturan yang berlaku di HKI.
Jenis-jenis kesalahan itu adalah sebagai berikut
a. Kesalahan terhadap ajaran (Dogma)
1) Penyembahan berhala atau menjadi kafir. Artinya, bahwa ia lebih percaya kepada mahluk lain, baik yang hidup maupun yang mati, dan kepada roh nenek moyangnya yang dia percayai mempunyai kekuatan dan dapat memberikan permintaannya. Hal itu dilakukan dengan mengadakan u¬pacara-upacara khusus yang mengandung unsur kekafiran.
2) Segala bentuk perjinahan atau kawin tanpa pemberkatan gereja, seperti kumpul kebo, kawin kontrak, marbagas roha-roha, beristri lebih dari satu atau bersuami lebih dari satu, perceraian dengan tidak dipisah kematian atau tidak dengan alasan perjinahan, homoseks, les¬bian, tukar kelamin, melacurkan diri, pengguguran kan¬dungan tanpa alasan keselamatan si ibu.
3) Membunuh, mencuri, saksi dusta, penipu, amarah dan iri hati, perseteruan, percabulan, pembohong, pesta-pora, dll, sebagaimana dimaksud dalam I Korintus 5:1-13; I Timoteus 6:9-10; Galatia 5:19-20.
4) Yang menerima serta mempercayai ajaran sesat seperti Atheism, yaitu : Paham yang tidak mempercayai adanya Tuhan; Animism yaitu : Paham yang mempercayai bahwa semua benda sebagai perwujudan dari Allah dan tidak mempercayai Allah Tritunggal. Spiritisme yaitu :Paham" yang mempercayai roh-roh dan menyembahnya- sebagai Al¬lah. Sinkritisme yaitu : Paham yang menggabungkan ali¬ran-aliran kepercayaan sehingga tidak mempercayai Al¬lah Tritunggal. (band. Lukas 21:8; Mateus 7:15; Kisah Rasul 20:29). Aliran-aliran yang menyesatkan seperti : "Kelompok I Care" dan kelompok-kelompok doa yang tidak diakui oleh HKI.
5) Yang menerima dan mempercayai ajaran agama lain.
6) Yang melaksanakan kebiasaan kekafiran, seperti :
Acara melempar daging sebagai bagian dari upacara pe¬makaman orang tua yang meninggal; Meninta berkat dari orang yang sudah meninggal;
Memberi makan orang yang sudah meninggal atau tulang-belulang;
Memberi sesajen, dll.
7) Yang mencemarkan nama Tuhan Tritunggal.
8) Orang yang menerima dan mengakui Baptisan Ulang.
b. Kesalahan terhadap Peraturan Gereja HKI
1) Tidak taat kepada Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga dan Peraturan HKI.
2) Yang malas dan tidak mau mengikuti kebaktian Minggu atau perkumpulan yang diadakan oleh jemaat.
3) Yang lalai membawa anaknya untuk dibaptis.
4) Yang tidak mau menerima dan mengakui Perjamuan Kudus.
5) Yang tidak memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya ke¬pada gereja.
6) Yang tidak memelihara ketertiban bergereja atau yang mengganggu ibadah.
7) Yang menghina dan mencemarkan nama sesama anggota atau pelayan gereja.
8) Yang telah selama enam bulan meninggalkan jemaat dengan tidak ada pemberitahuan.
9) Pelayan Gereja yang tidak melaksanakan pelayanan gereja yang diembankan kepadanya sesuai dengan pentahbisannya (Na so mangulahon ruhut tohonanna).
PASAL 6
PETUNJUK PELAYANAN GEREJA
a. BAPTISAN KUDUS
Baptisan Kudus ialah salah satu tugas pelayanan Sakramen di HKI yang dilaksanakan di gereja atau di rumah oleh Pendeta, sesuai dengan suruhan Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja.
Dalam pelaksanaan Baptisan Kudus, Gereja HKI manbuat petunjuk sebagai berikut
1) Setiap orang tua wajib membawa anaknya untuk dibaptis.
2) Baptisan Kudus dapat dijalankan setelah orangtua anak yang akan dibaptis itu selesai menjalani masa pendidi¬kan yang diaturkan jemaat.
3) Baptisan darurat dapat diberikan kepada anak yang sa¬kit keras, oleh Penatua atau Guru Jenaat dengan cara tanpa penumpangan tangan. Setelah anak tersebut sehat kembali, maka orangtua anak harus membawanya ke gereja untuk menerima berkat pembaptisan dari Pendeta pada saat acara pembaptisan diadakan di jemaat tersebut.
4) Bila pelayan gereja berhalangan atau tidak dapat dihu¬bungi pada saat membutuhkan baptisan darurat, maka o-rangtua anak tersebut atau orangtua Kristen yang sedogma dengan HKI yang ada di tempat itu dapat melaksanakan pembaptisan darurat tersebut dalam Nama Allah Bapa, AnakNya Yesus Kristus dan Roh Kudus. Setelah anak sehat kembali, orangtua harus membawanya ke gereja untuk menerima berkat pambaptisan dari pende¬ta pada saat acara pembaptisan diadakan.
5) Anak yang diadopsi dapat dibaptiskan setelah ada surat pernyataan dari keluarga yang mengadopsi, bahwa mereka benar-benar bertanggungjawab atas anak tersebut dan turut diwartakan di jemaat.
6) Anak yang lahir dari keluarga yang tidak resmi, yaitu keluarga yang tidak diberkati oleh gereja, atau anak yang lahir diluar pernikaban tidak dapat dibaptiskan.
7) Anak-anak hasil missi gereja atau basil missi perora¬ngan dapat. dibaptiskan. (Anak-anak hasil missi mak¬sudnya adalah anak-anak orang yang belum menjadi Kris¬ten).
8) Anak yang lahir dari hasil marbagas roha-roha tidak dapat dibaptiskan. Anak tersebut dapat dibaptiskan se¬telah orangtuanya selesai menjalani hukuman dari siasat gereja.
9) Gereja HKI dapat membaptiskan anak-anak dari orang Kristen lainnya yang sedogma dengan HKI setelah meme-nuhi persyaratan pembaptisan yang diaturkan jemaat.
10) HKI mengakui pembaptisan yang dilaksanakan oleh Gereja yang sedogma dengan HKI dan yang dilaksanakan Gereja Katolik.
11) Baptisan Kudus bagi orang dewasa dapat dilaksanakan setelah menjalani masa pelajaran akan Firman Tuhan se¬suai dengan yang diaturkan gereja.
12) Bayi tabung yang bersumber dari ayah dan ibu sendiri yang resmi diakui gereja, dan dikandung sendiri oleh ibunya, dapat dibaptiskan.
b. P E R J A M U A N K U D U S
Perjamuan Kudus adalah salah satu tugas pelayanan Sakra¬men di HKI yang dilaksanakan dalam gereja atau di rumah oleh Pendeta sesuai dengan suruhan Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja.Dalam melaksanakan Sakramen Perjamuan Kudus, gereja HKI membuat petunjuk sebagai berikut
1) Setiap jemaat wajib mengadakan pelayanan Perjamuan Ku¬dus terhadap anggota jenaat.
2) Perjamuan Kudus dapat dilaksanakan atau diberikan oleh Pendeta kepada setiap anggota jemaat yang sakit, di rumah atau di rumah sakit atau di lain tempat atas pertimbangan pada permohonannya.
3) Perjamuan Kudus diberikan kepada anggota jemaat yang sudah naik Sidi.
4) Anggota jemaat yang sedogma dengan HKI dapat menerima Perjamuan Kudus di HKI.
5) Perjamuan Kudus tidak dapat diberikan kepada anggota jemaat yang sedang dalam hukuman siasat gereja.
6) Bila yang bersangkutan sedang dalam sakit keras dan dianya mermohon agar kepadanya diberikan Perjamuan Ku-dus, kepadanya dapat diberikan Perjamuan Kudus setelah dianya menyesali perbuatannya di hadapan para parhala¬do.
7) Apabila ada anggota jemaat atau pelayan jemaat yang tidak mau mengikuti Perjamuan Kudus yang diadakan Je-maat, maka Majelis Jemaat akan menegor dan menaseha¬tinya.
c. S I D I
Sidi ia1ah bimbingan dan pengajaran yang diberikan oleh gereja kepada anak-anak untuk menanamkan, mamelihara dan mendewasakan pemahaman mereka terhadap Firman Tuhan, sehingga mereka menjadi anggota jemaat yang dewasa dalam Iman, berbakti kepada Tuhan dan terpuji dalam kehidupan bergereja.
Dalam pelaksanaan Sidi, gereja HKI membuat petunjuk sbb.:
1) Setiap orangtua wajib membimbing dan menyuruh anaknya yang telah berumur 13 tahun ke atas untuk belajar Sidi
2) Gereja HKI mengakui Sidi yang diberikan oleh gereja yang sedogma dengan HKI.
3) Setiap anak yang akan naik Sidi wajib mengikuti masa belajar Sidi setidak-tidaknya 6 bulan.
d. P E R K A W I N A N
Perkawinan adalah ikatan cinta kasih antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menjadi pasangan suami-isteri dalam ikatan perjanjian seumur hidup yang bersifat monogamis berdasarkan iman kristiani.
Gereja HKI mengakui perkawinan dan mempercayai bahwa Tu¬han Allah sendirilah yang mengikat dan menetapkan perka-winan itu (Kejadian 2:18+24). Dengan demikian, perkawinan itu bukanlah yang dibuat manusia itu sendiri atau atas kuasa manusia sendiri.
Karena itu, perkawinan adalah suci dan yang harus dipeli¬hara kesuciannya sebagai sesuatu pemberian Tuhan. Sehing¬ga setiap orang yang hendak membentuk runah tangga (me¬laksanakan perkawinan) haruslah menerima berkat dari Tu¬han Allah melalui penberkatan oleh pendeta di gedung ge¬reja. (Band. Mateus 19:6; 5:32)
Dalam pelaksanaan pemberkatan perkawinan gereja HKI mem¬buat petunjuk sebagai berikut
1) Orang yang telah naik Sidi.
2) Umur calon pengantin wanita minimal 20 tahun dan calon pengantin pria minimal 22 tahun.
3) Mendapat persetujuan dari orangtua atau wali.
4) Mempunyai surat keterangan keanggotaan jemaat yang di¬tandatangani oleh Guru Jemaat dan Pendeta.
5) Permohonan akan kawin (martumpol) di hadapan majelis jemaat dan diadakan di gereja. Pada saat martumpol, semua kelengkapan persyaratan untuk pemberkatan sudah dipenuhi dan surat perjanjian nikah harus ditandata¬ngani oleh Pendeta Resort dan semua pihak yang -ber¬sangkutan.
6) Setelah mengadakan partumpolon, maka acara itu diwar¬takan di gereja dua kali Minggu berturut-turut. Bila warta jemaat diadakan hanya satu kali minggu saja, maka Pendeta Resort mempertimbangkan untuk mem¬berikan dispensasi.
7) Bila yang akan melangsungkan perkawinan itu adalah da¬ri anggoota ABRI atau pegawai, maka surat persetujuan dari pimpinannya sudah harus diserahkan pada saat partumpolon.
8) Perkawinan seorang janda dapat disetujui, setelah ianya sudah menjanda selama satu tahun atau lebih.
9) Perkawinan seorang duda dapat disetujui setelah ianya menduda selama satu tahun atau lebih. Untuk alasan ada bayi yang perlu perawatan, maka Pendeta dapat memper¬timbangkan dispensasi waktu.
10) Menentukan hari dan tanggal pemberkatan perkawinan se¬baiknya dirundingkan dengan Pendeta yang bersangkutan.
11) HKI menasehatkan warganya agar menuruti Undang-undang perkawinan Republik Indonesia.
e. PELANGGARAN TERHADAP PETUNJUK PEMBERKATAN PERKAWINAN
1) Perkawinan yang tidak diberkati oleh gereja (marbagas¬ roha-roha).
2) Perkawinan yang melahirkan anak lebih cepat dari per¬kiraan waktu biasanya, kecuali anak lahir secara pre¬matur yang diterangkan oleh pihak medis.
3) Wanita yang melahirkan anak tanpa suami yang sah menu¬rut gereja.
4) Yang menceraikan isteri atau suami dengan bukan alasan percabulan.
5) Kawin campur, yaitu kawin dengan pemeluk agama lain.
6) Yang kawin dengan bapak tiri atau ibu tiri. Kawin seda¬rah (incest), homoseks, lesbian, kawin kontrak.Band. Imamat 18:6-18; I Korintus 5:1-2; Mateus 19:3-13; Kejadian 2:24; Mateus 5:31).
7) Yang beristri atau bersuami lebih dari satu.
f. WARGA JEMAAT YANG MENINGGAL
Dalam pelaksanaan pelayanan upacara penguburan terhadap anggota jemaat yang meninggal, gereja HKI membuat petun¬juk sebagai berikut
1) Upacara penguburan harus memakai Agenda HKI dan dilak¬sanakan oleh pelayan HKI.
2) Gereja HKI dapat mengadakan upacara penguburan bagi anggota jemaat HKI yang meninggal di luar wilayah pe-layanan jemaat tersebut asal ada surat pengantar dari jemaat HKI di mana orang tersebut terdaftar sebagai anggota jemaat .
3) Upacara penguburan bagi anggota jemaat HKI yang me¬ninggal dan jenazahnya tidak dapat ditemukan karena situasi, dapat dilaksanakan dengan memakai Agenda HKI.
4) Bagi warga jemaat yang mati dengan bunuh diri, tidak diadakan upacara penguburan oleh gereja HKI.
g. PENGGALIAN TULANG BELULANG
Penggalian tulang belulang telah menjadi satu bagian dari budaya Batak. Gereja HKI yang melayani masyarakat Batak wajib mengawasi dan melayani upacara penguburan kembali tulang belulang. tersebut untuk menjaga hal-hal yang berbau kekafiran tidak sampai terjadi.
Karena itu, pelaksanaan penggalian tulang belulang yang bertentangan dengan kepercayaan HKI dan menjadi kena Hukum Sia¬sat Gereja adalah sebagai berikut :
1) Melaksanakan penggalian itu dengan cara kekafiran (Lihat Pasal 5.f).
2) Anggota jemaat yang melaksanakan penggalian itu dengan tidak memberitahukan kepada pelayan gereja untuk dia¬wasi.
h. SENI BUDAYA DAN ALAT MUSIK
Seni budaya dan alat musik adalah merupakan pemberian Tu¬han. Orang Batak atau Indonesia sudah mengenal alat musik dan yang sudah dipergunakan dalam acara-acara orang Batak termasuk dalam gereja. Karena itu HKI wajib membimbing dan mendidik warganya yang memiliki alat musik agar di¬pergunakan sesuai dengan kepercayaan orang Kristen dan untuk kamuliaan Tuhan.. Oleh sebab itu, warga jemaat yang akan me1aksanakan pesta atau perayaan dengan memperguna¬kan alat musik tradisional haruslah lebih dahulu memberitahukannya kepada pelayan gereja-agar mendapat pengawasan.
Anggota jemaat atau pelayan yang mamakai alat musik tra¬disional untuk memanggil arwah atau untuk kesurupan akan dikenakan hukum siasat gereja.
Anggota jemaat yang kesurupan dalam pesta seperti itupun akan dikenakan hukum siasat gereja.
PASAL 7
J E N I S H U K U M A N
Setiap orang dari warga- jemaat HKI yang bersalah atau berbuat dosa, maupun yang melakukanr perbuatan melanggar Firman Tuhan, Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga, Hukum Siasat Gereja dan Peraturan yang berlaku di HKI, maka dia-nya akan dikenakan hukuman. Jenis-jenis hukuman adalah sebagai berikut
a. Tegoran atau nesehat.
b. Skhorsing selama 3 bulan; atau 6 bulan; atau 12 bulan.
c. Dikucilkan atau dikeluarkan dari keanggotaan jemaat HKI.
Keterangan
a. Orang yang kena Hukum siasat gereja tidak dapat mene¬rima Sakramen, dan tidak dapat diikutkan dalam rapat--rapat, serta tidak ada hak untuk memilih dan dipilih, selama dalam masa kena siasat.
b. Hukum Siasat Gereja dilaksanakan hanya kepada yang bersangkutan.
c. Dalam setiap pelaksanaan hukum siasat gereja berpedo¬man kepada Pasal 4.
PASAL 8
SIKAP GEREJA TERHADAP ORANG YANG KENA SIASAT
Setiap orang yang kena hukuman dari Hukum Siasat Gereja disebut anggota siasat (yang dalam penggembalaan khusus). Mereka harus dianggap seperti “Anak yang hilang” (Lukas 15), dan seperti “domba yang hilang” (Mateus 18:12-14) yang harus dicari dan dibawa kembali ke kumpulan domba Allah yaitu persekutuan orang beriman.
Karena itu gereja harus :
a. Mendoakan mereka kepada Tuhan agar Roh Kudus menyadar¬kan mereka dan mengenal kesalahannya, dengan demikian dapat bertobat.
b. Membimbing mereka dengan Kasih Kristus.
c. Mengajak mereka agar tetap giat dalam kegiatan gereja¬wi.
PASAL 9
P E N E R I M A A N K E M B A L I
HKI senantiasa terbuka untuk menerima kembali orang yang telah mengenal kesalahannya. Pengenalan akan kesalahannya ini haruslah nampak dari perbuatannya dengan menjauhkan diri dari dosa dan pelanggaran akan aturan yang sudah digariskan.
Bila pertobatan sudah dijumpai bagi orang yang kena sia¬sat tersebut, maka dianya dikembalikan menjadi warga je¬maat biasa setelah menempuh jenjang sebagai berikut
a. Menjalani masa pendidikan (marguru) akan Firman Tuhan dengan baik.
b. Menyesali perbuatannya
di hadapan sidang majelis di tingkat di mana yang bersangkutan berada.
c. Mewartakan pengembaliannya oleh jemaat setelah.menda¬pat persetujuan dari Pendeta Resort.
d. Bila yang diterima kembali itu adalah pelayan/partoho¬nan, maka sidang- partohonan dan Pendeta Resort akan mempertimbangkan apakah dianya dapat dikembalikan ke¬pada pelayanannya senula.
PASAL 10
P E N U T U P
Hal-hal yang belum dapat diatur dalam Hukum Siasat Gereja ini, diatur dalam Peraturan lainnya yang diterbitkan oleh PP bersama-sama dengan Majelis Pusat HKI.
Disahkan di :
Pada Sinode HKI ke 57.
Pada hari:
Tanggal :
Atas nama Sinode
Majelis Ketua Persidangan Sinode
Komentar
Posting Komentar