TATA GEREJA (TTG) HKI

Tata-Gereja-TTG-HKI
Keterangan Gambar: Tata Gereja Huria Kristen Indonesia 2005 

PEMBUKAAN

Bahwa sesungguhnya Huria Kristen Indonesia (disingkat: HKI), lahir, tumbuh, dan hidup dari dan oleh Firman Allah, dan menjadi perwujudan persekutuan orang yang percaya kepada Allah Bapa, Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus, Allah yang Maha Esa.

HKI merupakan bagian dari Gereja yang Kudus dan Am, yang terpanggil dan terpilih serta diutus oleh Tuhan Yesus Kristus untuk penyataan tubuh-Nya di dunia ini (Roma 12: 5; 1 Korintus 12: 27; Kisah  Rasul 2: 40 - 57; Efesus 4:16).

HKI merupakan perwujudan dan pertumbuhan dari  hadirnya Injil di tanah Batak yang disampaikan oleh penginjil yang diutus oleh Badan Zending RMG (Rheinische Mission Gesellschaft) dari negeri Jerman. Di antara penginjil itu adalah Pdt. DR. Ingwer Ludwig Nommensen (rasul orang Batak). Di bawah pimpinannya orang Batak dibawa ke luar dari kegelapan menuju terang Firman Allah (bnd. 1 Petrus 2:9), dan dari itu orang Batak mendirikan gereja-gereja yang mandiri, yang merupakan anugerah Tuhan Allah.

Salah satu gereja yang merupakan buah pemberitaan Firman Allah di tanah Batak adalah Hoeria Christen Batak (HChB), yang berdiri sejak 1 Mei 1927 di Pantoan, Pematang Siantar, dan yang diakui secara resmi oleh Pemerintah Belanda sebagai vereniging yang berbadan hukum dengan Besluit Nomor 29 tanggal 27 Mei 1933, dan yang dapat melaksanakan sakramen baptisan dengan Besluit Nomor 17 tanggal 6 Juli 1933.

Pada Sinode Hoeria Christen Batak yang ke-29 tanggal 16-17 November 1946 di jemaat HChB/HKI Patane-Porsea, Tapanuli Utara, nama Hoeria Christen Batak diganti dan diperluas menjadi HKI, yang diakui dan disahkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai organisasi gerejawi di Indonesia, dengan Besluit Nomor Dd/pdak/137/68 tanggal  1 Januari 1968. Kemudian pengakuan itu diperbaharui dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan Departemen Agama Nomor 178 tahun 1991.

Untuk mewujudkan tugas panggilannya, HKI melaksanakan pelayanan kasih, Sakramen Kudus, dan Pemberitaan Injil ke seluruh umat manusia (Markus 16:15; Matius 18:19-20), supaya segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah Bapa" (Filipi 2:11).

Supaya HKI dapat lebih baik dalam menunaikan tugas panggilanNya, dan dalam membimbing para warga jemaatnya bertumbuh di dalam pengharapan, kasih dan iman (Efesus 4:11-12; 1 Korintus 13: 13), maka sebagai gereja yang berbadan hukum, HKI telah menyusun dan menetapkan Statuten (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) HChB tahun 1929; lalu diganti dengan Anggaran Dasar HKI 1950 dan Anggaran Rumah Tangga HKI 1958; kemudian diganti dengan Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga HKI tahun 1978; dan dibaharui dengan Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga dan Hukum Siasat Gereja HKI Tahun 1993, dan kemudian sekarang memperbaharuinya lagi dengan: TATA GEREJA HKI ini, yang terdiri dari TATA DASAR, PERATURAN RUMAH TANGGA, dan HUKUM SIASAT GEREJA, yang bersumber dan berlandaskan kepada Firman Allah yang tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Bab-bab dan pasal-pasal dalam TATA GEREJA ( TATA DASAR, PERATURAN RUMAH TANGGA, dan HUKUM SIASAT GEREJA ) HKI ini merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.



TATA DASAR (TD) HKI

BAB  I

NAMA, HAKEKAT, SIMBOL, TEMPAT DAN WAKTU

Pasal 1
b. HKI pada hakekatnya adalah persekutuan orang yang percaya kepada Allah Bapak, Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus.
Pasal 2 
Simbol
a. Sebagai tanda, yang secara simbolis menggambarkan hakekat HKI sebagai gereja, maka HKI menetapkan simbol HKI sebagai berikut:
Dalam simbol ini tampak dua gambar berwarna biru berupa huruf I, yang berdiri sejajar, sehingga di antaranya terlihat lambang salib. Gambar itu berbentuk segi empat.
b.  Simbol HKI yang disebut dalam ayat 1 mempunyai makna sebagai berikut:
Di dalam simbol ini tersirat nama Huria Kristen Indonesia (singkatan dari : HKI). Huruf H dibentuk oleh dua lambang berupa i yang berdiri sejajar. Huruf K tersirat di dalam salib Kristus, dan huruf I tersirat dalam tiang salib yang berdiri tegak di antara dua lambang berwarna biru.

  1. Gambar berwarna biru yang berupa huruf i melambangkan orang yang berdiri sejajar, bergandengan tangan dan bersekutu, dan yang melakukan seperti apa yang dikatakan Tuhan Yesus, di mana dua atau tiga orang bersekutu atau berdoa di dalam nama-Ku, maka di situlah Aku (Mat. 18: 20) dan doanya akan dikabulkan (bd.Mat. 18:19). Orang berdiri sejajar itu dapat diartikan dengan laki-laki dan perempuan, atau pelayan dan warga jemaat; atau majikan dan tenaga kerja; atau produsen dan konsumen; masing-masing pasangan itu harus bergandeng tangan.
  1. Salib itu adalah salib Kristus, salib kebangkitan dan kehidupan. Salib itu dipikul bersama oleh orang yang berdiri sejajar. Memikul salib Kristus berarti menjalankan kehidupan yang sebenarnya.
  1. Simbol ini berbentuk Segi Empat yang melambangkan kehidupan yang berdimensi empat: Harap, Kasih, Iman, Damai yang berada di bumi.
  1. Gambar yang menyiratkan dua orang bergandeng tangan dan memikul salib dibuat berwarna biru, sebiru langit atau sebiru dalamnya lautan, atau warna planet bumi. Warna ini memberi makna bagi tekad semua warga dan pelayan HKI bergandengan tangan mendalami firman Tuhan sedalam mungkin dan mengamalkannya.

Waktu
HKI didirikan untuk waktu yang tidak terbatas.

Nama dan Hakekat

a. Gereja ini bernama Huria Kristen Indonesia, yang disingkat dengan HKI.

Pasal 3

Tempat

HKI berkedudukan di tempat di mana berada, dan berkantor Pusat di Pematang Siantar, Sumatera Utara, Indonesia.

Pasal 4


BAB II
DASAR, PENGAKUAN, SAKRAMEN DAN PERAYAAN GEREJAWI


Pasal 5
Dasar
HKI hanya berdasar kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja (1 Korintus 3:11; Kolose 1:18), sesuai dengan Firman Allah di dalam Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru).
Pasal 6
Pengakuan
HKI berpedoman kepada Pengakuan Iman Apostolikum, Niceanum, Athanasium, dan Konfessi Augsburg 1530.
Pasal 7
Sakramen
HKI mengakui 2 (dua) sakramen, yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
Pasal 8
Perayaan Gerejawi
HKI merayakan Hari-hari Besar Gerejawi, yaitu: 


a. Hari Minggu 
b. Tahun Baru I Januari
c. Hari Kelahiran Tuhan Yesus Kristus (Natal) 
d. Hari Kematian Tuhan Yesus Kristus (Jumat Agung) 
e. Hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus (Paskah) 
f. Hari Kenaikan Tuhan Yesus Kristus 
g. Hari Turunnya Roh Kudus (Pentakosta) 
h. Hari Ulang Tahun HKI setiap tgl. 1 Mei.
i. Hari Reformasi 31 Oktober


BAB  III
TUJUAN, TUGAS, DAN USAHA
(VISI DAN MISI)


Pasal  9 
 T u j u a n
Agar semua orang menerima dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat (Markus 16:15; Matius 28:19-20; Filipi 2:11).
Pasal  10
T u g a s
HKI melaksanakan tugas marturia (kesaksian), tugas koinonia (persekutuan), dan tugas diakonia (pelayanan).


Pasal  11
U s a h a
a. Membentuk jemaat-jemaat yang merupakan persekutuan orang percaya dalam satu tubuh Kristus, sebagai tempat melakukan ibadah, melayankan firman, kasih, dan rahmat Allah.
b. Melakukan pelayanan diakonia (Usaha Kasih Sosial) bagi umat manusia melalui perkataan dan perbuatan, yang sesuai dengan "Hukum Kasih" Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 6: 1- 4; 1 Korintus 16: 1- 4; Matius 25: 25- 40).
c. Melayankan Sakramen Pembaptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
d. Menolak dan menentang setiap bentuk ajaran yang tidak sesuai dengan Firman Allah (Mazmur 1:1; Efesus 4:17-19; Kolose 3:5-9).
e. Memelihara dan mewujudkan keesaan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus (Yohanes 17:21) dengan mengusahakan dan memelihara kerjasama oikumenis dengan semua denominasi gereja, baik di dalam maupun luar wilayah Republik Indonesia.
f. Memelihara keutuhan ciptaan Tuhan (Kejadian 2:15; 1:28; Mazmur 104). 
g. Mengangkat dan menahbiskan para pelayan gereja.
h. Membina warga gereja untuk menghayati dan mengamalkan kehidupan bergereja.
i. Menggembalakan umat sesuai dengan Firman Allah (1 Timotius 1:3-11) dan aturan dalam Tata Gereja ( Tata Dasar, Peraturan Rumah Tangga dan Hukum Siasat Gereja HKI).
j. Membangun sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan dana.
k. Membuat peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk mendukung dan menyukseskan pencapaian hasil usaha-usaha dan tujuan HKI.
l. Mendirikan dan mengelola badan-badan usaha, lembaga-lembaga, yayasan-yayasan, dan perusahaan milik HKI.
m. Mengusahakan dan memelihara kerukunan antar umat beragama.
n. Turut memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mencapai cita-citanya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila.


BAB IV
ANGGOTA DAN PERSEKUTUAN


Pasal 12
Anggota
Anggota HKI terdiri dari: 
a. Anggota Rumah Tangga 
b. Anggota Baptis 
c. Anggota Sidi
d. Anggota Persiapan
e. Anggota Penggembalaan Khusus 
f. Anggota Tamu
Pasal 13
Persekutuan

HKI bersekutu dalam Jemaat, Resort, Daerah  dan Pusat, yang merupakan   satu kesatuan yang utuh.


BAB V
PELAYAN


Pasal 14

Untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan tugas gereja, maka HKI mengangkat para pelayan yang ditahbiskan, terdiri dari: Pendeta, Guru Jemaat, Evangelis, Diakones, Bibelvrow, dan Penatua (Ep. 4:11-12).


BAB VI
ALAT PELAYANAN


Pasal 15

Pimpinan
Pimpinan di HKI terdiri dari:
a. PP   (PP) di Tingkat Pusat
b. Pimpinan Daerah (PD) di Tingkat Daerah
c. Pimpinan Resort (PR) di Tingkat Resort
d. Pimpinan Jemaat (PJ) di Tingkat Jemaat.


Pasal 16
Majelis
Majelis di HKI terdiri dari:
a. Majelis Pusat (MP) di Tingkat Pusat
b. Majelis Daerah (MD) di Tingkat Daerah
c. Majelis Resort (MR) di Tingkat Resort
d. Majelis Jemaat (MJ) di Tingkat Jemaat


Pasal 17
Pemeriksa
a. Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP) di Tingkat Pusat
b. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) di Tingkat Daerah
c. Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR) di Tingkat Resort
d. Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ) di Tingkat Jemaat
Pasal 18
 Konven Pendeta dan Persekutuan Guru Jemaat
a. Konven Pendeta (KP) adalah persekutuan para pendeta HKI yang aktif, yang menjadi kelengkapan HKI di Pusat, dalam usaha untuk mencapai visi dan misi HKI.

b. Persekutuan Guru Jemaat (PGJ) adalah persekutuan para guru jemaat HKI aktif yang menjadi kelengkapan  di  bawah koordinasi Departemen Koinonia dalam  usaha untuk mewujudkan visi dan misi HKI.
Pasal 19
 Departemen
PP   dalam melaksanakan tugas-tugasnya mengangkat Departemen yang terdiri dari:
a. Departemen  Marturia  (Kesaksian)
b. Departemen Koinonia  (Persekutuan) 
c. Departemen Diakonia (Pelayanan Sosial)
d. Departemen Umum
e. Departemen Keuangan
f. Departemen Penelitian & Pengembangan


BAB VII
JENIS RAPAT DI HKI


Pasal 20
Sinode, Sidang dan Rapat
Untuk tingkat persekutuannya, HKI melaksanakan Sinode, Sidang dan Rapat.
a. Sinode di HKI terdiri dari:
1) Sinode Periode
2) Sinode Kerja
3) Sinode Istimewa
b. Sidang-Sidang:
1) Sidang Daerah di tingkat Daerah.
2) Sidang Resort di tingkat Resort.
3) Sidang Jemaat di tingkat Jemaat
4) Sidang-sidang lain yang dianggap perlu di HKI
c.    Rapat:
1) Rapat Majelis Pusat
2) Rapat Majelis Daerah
3) Rapat Majelis Resort 
4) Rapat Majelis Jemaat
5) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
6) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Daerah
7) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Resort
8) Rapat Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat 
9) Rapat Kordinasi Pimpinan, Majelis dan Badan Pemeriksa Keuangan. 
10) Rapat Konven Pendeta.
11) Rapat PP   bersama Praeses 
12) Rapat Lembaga-lembaga
13) Rapat Pengurus Badan Usaha dan Yayasan 
14) Rapat lain yang dianggap perlu.


BAB VIII
HARTA KEKAYAAN HKI


Pasal 21
Kekayaan
a. Harta kekayaan HKI terdiri dari:
1) Seluruh anggota HKl.
2) Seluruh benda bergerak dan tidak bergerak yang terdaftar di HKI
3) Uang dan surat-surat berharga
b. Pengalihan dan perpindahan hak atas harta benda / inventaris  HKI harus atas persetujuan Sinode.
Pasal 22
Sumber keuangan
Sumber Keuangan HKI dari:
a. Iuran wajib/ persembahan bulanan
b. Persembahan kebaktian 
c. Ucapan syukur 
d. Perpuluhan
e. Sumbangan tidak mengikat
f. Hasil pesta pengumpulan dana 
g. Hasil usaha
h. Pendapatan lain-lain yang sah.


BAB IX
PERUBAHAN 


Pasal 23
 Perubahan

a. Perubahan Tata Gereja (Tata Dasar, Peraturan Rumah Tangga, dan Hukum Siasat Gereja) ini dapat dilakukan apabila 2/3 dari seluruh anggota Sinode hadir dan menginginkannya.
b. Perubahan Tata Gereja ini dapat disahkan oleh 2/3 dari seluruh anggota yang hadir.

BAB X
ATURAN PERALIHAN, PENUTUP DAN ATURAN TAMBAHAN


Pasal 24
Aturan Peralihan

a. Segala badan-badan yang telah dibentuk dan ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan berdasarkan Tata Dasar 1993 masih tetap berlaku menunggu penyesuaian pelaksanaan terhadap Tata Dasar tahun 2005.
b. Petunjuk pelaksanaan pasal-pasal dalam Tata Dasar ini  diatur secara khusus oleh PP HKI guna kelancaran pelaksanaannya.


Pasal 25
Pengesahan dan Masa Berlaku
a. Tata Dasar  ini disahkan pada Sinode HKI ke 57.
b. Tata Dasar ini berlaku setelah pelaksanaan Sinode HKI ke 57 tahun 2005.
Pasal 26
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Dasar ini, selanjutnya  akan diatur dalam PRT, HSG dan Peraturan lainnya  oleh PP   bersama dengan Majelis Pusat.


Ditetapkan dan disahkan di: 
Pada hari/ Tanggal : …………………………………..
Oleh : Sinode HKI ke 57
Pimpinan Sidang












































PERATURAN  RUMAH TANGGA HKI


BAB     I
JEMAAT


PASAL 1

Pengertian dan Syarat-syarat
a. Pengertian Jemaat
   Jemaat  adalah persekutuan orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
b. Syarat-syarat menjadi Jemaat:
1) Sudah mempunyai anggota, sedikitnya 10 (sepuluh) Kepala Keluarga.
2) Mengajukan permohonan tertulis kepada PP (PP ) HKI melalui Pimpinan  Resort dengan  tembusan kepada Praeses.
3) Memiliki atau ada tempat dan sarana  peribadatan
4) Memiliki Pelayan, Majelis  Jemaat, dan Pimpinan Jemaat.
5) Menerima dan mematuhi Tata Gereja, dan Peraturan-peraturan yang berlaku di HKI.
6) Ditetapkan  melalui Surat Keputusan PP  dan diresmikan oleh Ephorus
c. Jemaat Persiapan.
1). Jemaat Persiapan  adalah wadah persekutuan yang dipersiapkan menjadi jemaat   HKI.
2). Syarat-syarat menjadi Jemaat Persiapan:
a) Sudah mempunyai anggota sekurang-kurangnya  5 (lima) Kepala Keluarga.
b) Ada tempat peribadatan.
c) Dari antara anggota Jemaat Persiapan ada yang bersedia melaksanakan pelayanan peribadatan dan organisasi.
d) Menerima dan mematuhi Tata Gereja, Tata Ibadah dan Peraturan-peraturan yang berlaku di HKI.
e) Mengajukan permohonan tertulis kepada Pimpinan Resort.
f) Ditetapkan berdasarkan SK Pimpinan Resort, dan tembusan kepada Praeses dan   PP  HKI.


PASAL 2

Anggota Jemaat
a.   Anggota Jemaat HKI terdiri dari:
1) Anggota Rumah Tangga, yaitu anggota  yang sudah nikah
2) Anggota Baptis, yaitu anggota yang sudah dibaptiskan, tetapi belum sidi.
3) Anggota Sidi, yaitu anggota jemaat yang telah menerima Baptisan Kudus dan telah disidikan, tetapi  belum pernah nikah.
4) Anggota Persiapan, yaitu seseorang yang dipersiapkan untuk menerima  Baptisan Kudus.
5) Anggota  Penggembalaan Khusus, yaitu anggota yang sedang menjalani penggembalaan khusus karena dikenakan  Hukuman Siasat Gereja.
6) Anggota Tamu, yaitu orang Kristen pendatang dan bertempat tinggal di rumah salah seorang anggota rumah tangga HKI dan  dilaporkan kepada Majelis Jemaat dan mengikuti kebaktian dan kegiatan HKI.
b.  Penerimaan Anggota
     Setiap orang atau keluarga yang ingin masuk menjadi anggota HKI harus lebih  dahulu:
1) Mengajukan permohonan tertulis kepada Pimpinan Jemaat.
2) Membuat pernyataan bersedia mematuhi peraturan yang berlaku di HKI. 
3) Dalam hal perpindahan keanggotaan dari  jemaat HKI, yang bersangkutan harus membuktikan diri dengan surat keterangan pindah.
4) Kalau seseorang dewasa atau keluarga yang berasal dari non-kristen ingin menjadi anggota HKI, dia atau mereka harus mengajukan permohonan dan menjalani proses Baptisan Kudus dan Sidi.
5) Seseorang  atau keluarga yang pindah  dari gereja yang bukan HKI, yang belum dibaptis dan atau disidikan, wajib dibaptiskan dan atau disidikan di HKI.
6) Mengabulkan atau menolak permohonan adalah atas keputusan rapat Majelis Jemaat bersama-sama dengan Pendeta Resort.
c.  Keanggotaan Berakhir
     Keanggotaan jemaat berakhir apabila yang bersangkutan:
1) Meninggal dunia
2) Dikucilkan dari gereja HKI.
3) Pindah keanggotaan ke gereja di luar HKI.
4) Beralih ke agama lain.
d. Hak Anggota Jemaat:
1) Anggota Rumah Tangga dan Anggota Sidi berhak:
a) Menerima pelayanan Firman dan Sakramen.
b) Mengikuti Sidang Jemaat, memilih dan dipilih.
c) Memberikan suara, buah pikiran melalui jalur-jalur resmi sesuai dengan etika Kristen dan peraturan HKI.
2) Anggota Baptis berhak menerima pelayanan dan pengajaran Firman Tuhan.
3) Anggota persiapan berhak menerima pengajaran Firman Tuhan menuju pelaksanaan sakramen Baptisan kudus.
4) Anggota penggembalaan khusus berhak menerima pelayanan firman dan penggembalaan.
5) Anggota tamu: berhak menerima pelayanan Firman dan sakramen Perjamuan Kudus.
e. Kewajiban Anggota Jemaat, yaitu:
1) Anggota jemaat wajib menghayati dan mengamalkan Firman Tuhan di dalam hidupnya melalui kehadirannya dalam kebaktian dan kumpulan lainnya yang diadakan Jemaat, dan  dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama umat manusia (Matius 5: 13-14; 22: 37-39; Galatia 5: 22).
2) Anggota jemaat harus memanfaatkan talenta yang ada padanya dan memberikan persembahan dengan sukacita untuk melayani Allah dan sesamanya manusia (Kisah 2:41-47; 2 Korintus 9:7) demi pelayanan, pertumbuhan dan  pembangunan  jemaat.
3) Anggota rumah tangga di dalam jemaat harus mendidik anak-anaknya untuk mendengar dan mentaati Firman Allah (Ulangan 5: 5-7; Efesus 6: 1- 4).
4) Anggota rumah tangga di dalam jemaat wajib membawa anak-anaknya untuk menerima baptisan kudus, pengajaran sidi dan perjamuan kudus (bagi yang sudah patut ikut Perjamuan Kudus).
5) Setiap anggota jemaat wajib meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya demi pembangunan tubuh Kristus.
6) Setiap anggota jemaat wajib mematuhi semua peraturan  HKI dan keputusan yang diambil HKI.


PASAL  3

Pimpinan Jemaat dan  Aparatur Pimpinan  di Jemaat
a. Pimpinan Jemaat
1). Pengertian Pimpinan Jemaat: 
a)  Pimpinan jemaat adalah Guru Jemaat sebagai penyelenggara kepemimpinan HKI di Tingkat Jemaat.
b) Pimpinan jemaat di jemaat yang sudah menjadi resort khusus adalah pendeta resort khusus yang ditempatkan PP  di jemaat itu.
c) Pimpinan Jemaat di jemaat yang guru jemaatnya dipilih oleh Sidang Jemaat dari antara para penatua jemaat,   memimpin jemaat paling lama dua periode (10 tahun) berturut-turut. Dia dapat dipilih kembali setelah berselang satu periode.
2).  Syarat-syarat  dapat dipilih menjadi Pimpinan di Jemaat.
a) Pimpinan jemaat yang ditempatkan PP  HKI berpedoman kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepegawaian HKI.
b) Pimpinan Jemaat pilihan jemaat (periodik):
1) Telah menjadi penatua (sintua) di HKI paling sedikit lima Tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Usia minimal 30 tahun dan maksimal 60 Tahun pada saat pemilihan.
4) Pendidikan paling sedikit SLTA atau sederajat.
5) Dipilih oleh Sidang Jemaat yang dipimpin oleh Pendeta Resort.
6) Dalam hal jemaat belum memenuhi persyaratan seperti di atas, Pendeta Resort dapat memberikan dispensasi.
3). Tugas-tugas Pimpinan Jemaat.
a) Memimpin  jemaat bersama-sama dengan Pendeta Resort.
b) Merencanakan dan merumuskan Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ), Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat (APBJ) sebagai penjabaran dan pelaksanaan keputusan sinode, program yang datang dari PP , Pimpinan Daerah, Pimpinan Resort maupun untuk kebutuhan Jemaat dan menyampaikannya kepada Majelis Jemaat guna mendapat pembahasan dan persetujuan. Selanjutnya disampaikan kepada Pendeta Resort untuk mendapat persetujuan dan pengesahan pelaksanaannya.
c) Memajukan pelayanan jemaat, mengelola dan memberdayakan seksi-seksi, dan lembaga-lembaga yang ada di jemaat.
d) Mengangkat dan menetapkan Bendahara Jemaat  atas persetujuan rapat Majelis Jemaat.
e) Mengangkat dan menetapkan para Kepala Seksi dan para Pengurus Lembaga di Jemaat setelah mendapat saran dari rapat  Majelis Jemaat.
f) Melantik Kepala-Kepala Seksi, Pengurus – Pengurus Lembaga dan Badan Usaha/ Yayasan di Jemaatnya.
g) Membuat laporan pertanggungjawaban tugas kepada sidang jemaat dan kepada pimpinan resort.
h) Memberikan informasi yang selengkapnya tentang pelaksanaan tugas  kepada Majelis Jemaat agar mendapat evaluasi.
i) Memberikan informasi yang selengkapnya tentang keadaan keuangan dan harta kekayaan jemaat kepada Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat dan Majelis Jemaat.
j) Bersama Majelis Jemaat mengambil keputusan mengatasi permasalahan yang menghambat mekanisme pelayanan dan akan dipertanggung-jawabkan kepada sidang jemaat dan pimpinan resort.
k) Mengundang dan memimpin Rapat Majelis Jemaat.
l) Membina hubungan kerjasama dengan jemaat tetangga di lingkungannya.
m) Mengatur serah terima  Pengurus Badan Usaha/ Yayasan, Kepala Seksi yang ada di Jemaatnya dalam hal terjadi penggantian dan melaporkannya kepada Pendeta Resort.
n) Mengusahakan lancarnya penyetoran uang ke kas Pusat.
b. Sekretaris Jemaat
1) Sekretaris jemaat adalah  seorang penatua yang dipilih oleh Sidang Jemaat untuk membantu Pimpinan Jemaat. Sekretaris Jemaat adalah unsur Pimpinan Jemaat.
2) Syarat-syarat   menjadi Sekretaris Jemaat:
a) Telah menjadi penatua di HKI paling sedikit dua tahun.
b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
c) Usia minimal 25 tahun dan maksimal  60 tahun pada saat pemilihan.
d) Minimal berpendidikan  SLTP atau sederajat.
e) Dalam hal Jemaat tidak memiliki orang yang memenuhi persyaratan seperti dimaksud di atas, Pimpinan Resort dapat memberi dispensasi.
3) Tugas Sekretaris Jemaat:
a) Membantu Pimpinan Jemaat melaksanakan tugasnya.
b) Melaksanakan tugas kesekretariatan jemaat termasuk mengurus segala surat dan administrasi jemaat.
c. Bendahara Jemaat
1) Bendahara jemaat adalah seseorang yang diangkat oleh pimpinan jemaat bersama sekretaris dari kalangan penatua atau Calon Penatua  atas persetujuan Majelis jemaat. Bendahara bukan unsur Pimpinan.
2) Syarat-syarat dapat dipilih menjadi Bendahara Jemaat:
a) Sudah menjadi anggota jemaat HKI paling sedikit 5 tahun.
b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
c) Usia minimal 25 Tahun dan maksimal 60 tahun saat pemilihan.
d) Minimal berpendidikan  SLTP atau sederajat.
e) Diangkat oleh Pimpinan Jemaat atas persetujuan Majelis Jemaat.
f) Dalam hal jemaat tidak memiliki orang yang memenuhi persyaratan  seperti dimaksud di atas, Pimpinan Resort dapat memberikan dispensasi.
3) Tugas Bendahara jemaat:
a) Mengelola keuangan sesuai dengan APBJ tahunan jemaat dan peraturan penatalayanan keuangan HKI.
b) Melakukan pembayaran dan pengeluaran uang setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Jemaat.
c) Membukukan keuangan dan memelihara semua harta kekayaan jemaat.
d) Wajib menjadi salah satu penandatangan cek pengambilan uang jemaat dari Bank selain Pimpinan Jemaat.
e) Membuat konsep program keuangan dan laporan keuangan untuk diajukan oleh Pimpinan Jemat ke sidang jemaat.
f) Membuat Laporan Keuangan dan harta kekayaan Jemaat secara berkala kepada Pimpinan Jemaat.
g) Menyimpan uang di kas kecil.
d. Seksi-seksi di Jemaat
1) Seksi dipimpin oleh kepala seksi sebagai aparatur Pimpinan Jemaat.
2) Di Jemaat :  Seksi Marturia, Seksi  Koinonia, Seksi Diakonia, Seksi  Umum, Seksi Keuangan, Seksi Penelitian dan Pengembangan.
3) Lingkup tugas setiap seksi disesuaikan dengan ruang lingkup kerja Departemen di Pusat. 


PASAL 4

Alat Pelayanan di Jemaat
a. Pimpinan Jemaat
b. Majelis Jemaat
c. Badan Pengawas Keuangan Jemaat (BPKJ).
d. Seksi.

BAB II
R E S O R T

PASAL  5

Pengertian dan syarat-syarat
a.  Pengertian Resort
1) Resort adalah persekutuan beberapa jemaat yang dipimpin oleh seorang Pendeta Resort.
2) Resort Khusus adalah  satu jemaat yang ditetapkan PP  menjadi resort khusus dan dipimpin seorang Pendeta resort.
3) Resort Persiapan adalah persekutuan beberapa jemaat yang dipersiapkan menjadi satu resort, dan dipimpin seorang Pendeta Pengasuh. 
b. Syarat-syarat menjadi Resort:
1) Ada beberapa jemaat untuk dipersekutukan  dalam satu Resort.
2) Mampu menyediakan sarana dan prasarana pelayanan Resort.
3) Mengajukan permohonan tertulis kepada PP  dengan rekomendasi dari Praeses. 
4) Dalam hal PP  menilai perlu diadakan pembentukan resort baru, PP  dapat mengadakannya.
c. Syarat-syarat menjadi Resort Khusus:
1) Jemaat tersebut mempunyai anggota, sedikitnya 150 keluarga.
2) Sidang Jemaat menyepakati agar jemaat tersebut dijadikan menjadi Resort Khusus.
3) Pimpinan Jemaat atas persetujuan Majelis Jemaat mengajukan permohonan jemaat untuk menjadi Resort Khusus kepada PP .
4) Permohonan Jemaat tersebut disetujui oleh Pendeta Resort yang sedang melayani jemaat-jemaat tersebut dan direkomendasikan Praeses.
5) Menyatakan bahwa mereka mampu menyediakan dana, sarana dan prasarana sebagai Resort Khusus.
6) Ditetapkan berdasarkan SK PP  dan diresmikan oleh PP .
7) Dalam hal PP  menilai suatu jemaat telah mampu menjadi Resort Khusus, maka PP  berwewenang menetapkannya menjadi Resort Khusus.
d. Syarat-syarat pembentukan Resort Persiapan:
1) Resort persiapan dibentuk atas permohonan tertulis beberapa jemaat kepada PP , dan/setelah disetujui Pendeta Resort dan direkomendasi oleh Praeses.
2) Resort Persiapan dibina oleh Pendeta Resort terdekat atau pendeta yang dihunjuk oleh PP , dan berfungsi sebagai Pendeta untuk Resort Persiapan.
3) Resort Persiapan  harus menyediakan sarana dan prasarana pelayanan.
4) Ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan PP .


PASAL  6

Pimpinan  Resort dan Aparatur Pimpinan di  Resort
a. Pimpinan  Resort
1). Pimpinan resort adalah Pendeta resort sebagai penyelenggara kepemimpinan HKI yang sekaligus sebagai gembala  terhadap beberapa atau satu jemaat di wilayah tertentu berdasarkan Surat Keputusan Pucuk  Pimpinan HKI dan dilantik oleh Praeses.
2). Sebutan untuk Pimpinan Resort 
a) Pimpinan Resort  disebut  Pendeta Resort.
b) Pimpinan Resort Khusus disebut Pendeta Resort.
c) Pimpinan Resort Persiapan disebut Pendeta Pengasuh.
3). Tugas Pimpinan Resort :
a) Memimpin  pelaksanaan marturia (kesaksian), koinonia (persekutuan), diakonia (pelayanan) dan pengorganisasian  di Resort.
b) Merencanakan dan merumuskan Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Resort (PPPTR), Anggaran Pendapatan dan Belanja Resort  (APBR) sebagai penjabaran dan pelaksanaan keputusan sinode, program yang datang dari PP , Pimpinan Daerah, maupun untuk kebutuhan Resort dan menyampaikannya kepada Majelis Resort guna mendapat pembahasan dan persetujuan. Selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan Daerah untuk mendapat persetujuan dan pengesahan pelaksanaannya.
c) Melaksanakan tugas pendeta sebagai gembala di resortnya.
d) Membekali anggota jemaat di resortnya untuk menangkal ajaran sesat yang menyusup ke jemaat-jemaat di resortnya.
e) Menahbiskan penatua di jemaat.
f) Melaksanakan pelayanan sakramen di jemaat-jemaat dalam resortnya.
g) Mengelola dan memberdayakan Bagian-bagian, Lembaga-lembaga dan Badan Usaha/ Yayasan yang ada di Resortnya.
h) Mengangkat Bendahara Resort  atas persetujuan rapat Majelis Resort.
i) Mengangkat para Kepala Bagian, Pengurus Lembaga dan Pengurus Badan Usaha/Yayasan di Resort setelah mendapat saran dari rapat  Majelis Resort.
j) Melantik Majelis Jemaat, Pimpinan Jemaat, Kepala-Kepala Bagian, Pengurus Lembaga dan Pengurus Badan Usaha/ Yayasan yang ada di Resortnya.
k) Meminta Laporan Tertulis Pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas pelayanan dan Keuangan Jemaat dari Pimpinan Jemaat, Pengurus Badan Usaha/ Yayasan yang ada di Resortnya.
l) Membina hubungan kerjasama oikumenis dengan gereja-gereja tetangga HKI di lingkungan resortnya.
m) Membina kerukunan intern dan antar umat beragama  di lingkungan resortnya.
n) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan dan keuangan resort kepada Sidang Resort, Praeses dan PP  HKI.
o) Memberikan Laporan tertulis pelaksanaan tugas pelayanan dan pengorganisasian resort secara rutin kepada PP   melalui Praeses.
p) Mengundang dan memimpin Rapat Majelis Resort.
q) Bersama Majelis Resort mengambil keputusan mengatasi permasalahan yang  menghambat mekanisme pelayanan di Resort dan dipertanggungjawabkan kepada Sidang Resort dan Pimpinan Daerah.
r) Melaksanakan serah terima Pimpinan Jemaat, Pengurus Badan Usaha/ Yayasan milik Resort, Kepala Bagian dan Pengurus Lembaga Tingkat Resort di Resortnya dalam hal terjadi pergantian.
s) Mengusahakan lancarnya penyetoran uang ke Kas Pusat.
b. Sekretaris Resort
1) Sekretaris Resort adalah  seseorang yang dipilih oleh Sidang Resort dari kalangan    penatua  di resort itu untuk melaksanakan tugas kesekretarisan di Resort  dalam rangka membantu Pendeta Resort  melaksanakan tugas Pimpinan Resort. Sekretaris bukan unsur Pimpinan Resort.
2) Tugas-tugas Sekretaris Resort :
a) Membantu Pendeta Resort melaksanakan tugasnya.
b) Mengurus segala surat-surat dan administrasi serta tugas kesekretariatan di Resort
3)  Syarat-syarat Sekretaris Resort:
a) Sudah menjadi penatua di jemaat paling sedikit 5 tahun.
b) Usia minimal 30 tahun dan maksimal 60 tahun saat pemilihan.
c) Tidak sedang menjalani hukuman Siasat Gereja.
d) Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat.
e) Dipilih oleh Sidang Resort.
f) Dalam hal tidak ada orang   yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas bersedia dipilih menjadi sekretaris resort, Pimpinan Daerah dapat memberikan dispensasi.
c. Bendahara Resort
1) Bendahara Resort adalah seseorang yang diangkat oleh pimpinan resort dari kalangan penatua jemaat atas persetujuan Majelis Resort untuk membantu Pimpinan Resort melaksanakan  tugas kebendaharaan di resort. Bendahara bukan unsur Pimpinan Resort
2) Syarat-syarat dapat diangkat menjadi Bendahara Resort:
a) Sudah menjadi penatua  di HKI paling sedikit 5 tahun.
b) Tidak sedang menjalani Hukum Siasat Gereja.
c) Usia minimal  30 Tahun dan maksimal 60 tahun saat pemilihan.
d) Minimal berpendidikan  SLTA atau sederajat dan memiliki pengetahuan khusus di bidang pengelolaan keuangan.
e) Diangkat oleh Pimpinan Resort atas persetujuan Majelis Resort.
f) Dalam hal tidak ada orang   yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas bersedia diangkat menjadi bendahara resort, Pimpinan Daerah dapat memberikan dispensasi.
3)  Tugas Bendahara Resort:
a) Mengelola keuangan sesuai dengan APBR tahunan resort sesuai dengan peraturan penatalayanan keuangan HKI.
b) Melakukan pembayaran dan pengeluaran uang setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Resort.
c) Membukukan keuangan dan memelihara semua harta kekayaan Resort.
d) Wajib menjadi salah satu penandatangan cek pengambilan uang resort dari Bank selain Pimpinan Resort.
e) Membuat konsep program keuangan dan laporan keuangan untuk diajukan oleh Pimpinan Resort ke sidang Resort.
f) Membuat Laporan Keuangan dan Harta Kekayaan Resort secara berkala kepada Pimpinan Resort.
g) Menyimpan uang di kas kecil.
d. Bagian  di Resort
1) Bagian dipimpin oleh kepala bagian .
2) Bagian di Resort: Bagian Marturia, Bagian  Koinonia, Bagian Diakonia, Bagian  Umum, Bagian Keuangan, Bagian Penelitian dan Pengembangan.
3) Lingkup tugas setiap bagian  disesuaikan dengan ruang lingkup kerja  Departemen di Pusat.


PASAL 7

Alat Pelayanan di Resort:
a. Pimpinan Resort
b. Majelis Resort
c. Badan Pengawas Keuangan Resort (BPKR).
d. Bagian.

BAB III
DAERAH

PASAL 8 

Pengertian dan  syarat-syarat menjadi Daerah
a. Pengertian Daerah
Yang dimaksud dengan Daerah di HKI adalah suatu kesatuan lapangan pelayanan dalam naungan HKI, dimana beberapa resort dipersekutukan dan ditetapkan oleh PP  untuk dipimpin seorang Praeses. 
b. Syarat menjadi Daerah
1) Ada beberapa Resort untuk dipersekutukan  menjadi  satu Daerah.
2) Mampu menyediakan sarana dan prasarana pelayanan Daerah.


PASAL 9

Pimpinan Daerah dan Aparatur Pimpinan di Daerah
a. Pimpinan Daerah
1) Pimpinan Daerah adalah Praeses sebagai penyelenggara kepemimpinan HKI yang sekaligus sebagai gembala  terhadap beberapa Resort di wilayah tertentu berdasarkan Surat Keputusan Pucuk  Pimpinan HKI dan dilantik oleh PP  HKI.
2)  Syarat-syarat dapat dipilih dan diangkat menjadi Praeses.
a) Telah melayani sebagai Pendeta Resort Sedikitnya 10 tahun
b) Berumur sedikitnya 40 tahun dan maksimal 60 tahun pada saat pemilihan
c) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
d) Tidak pegawai negeri  maupun pegawai swasta.
e) Dipilih  oleh Sinode dan diangkat oleh PP .
3) Pengganti antar waktu: Dalam hal seorang Praeses berhalangan tetap, maka PP  mengangkat  Praeses pengganti dari antara calon peraih suara terbanyak yang tersisih pada Sinode pemilihan.
4) Tugas dan wewenang Pimpinan Daerah
a) Membantu PP  dalam memimpin pelaksanaan tugas Kesaksian, Persekutuan, Diakonia dan pengorganisasian HKI di Daerahnya.
b) Merencanakan dan merumuskan Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Daerah (PPPTD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah  (APBD) sebagai penjabaran dan pelaksanaan keputusan sinode, program yang datang dari PP ,  maupun untuk kebutuhan Daerah dan menyampaikannya kepada Majelis Daerah guna mendapat pembahasan dan persetujuan. Selanjutnya disampaikan kepada PP  untuk mendapat persetujuan dan pengesahan pelaksanaannya.
c) Melaksanakan PPPTD  dan APBD yang sudah ditetapkan Sidang Daerah dan disetujui PP .
d) Mengawasi dan menjaga kemurnian Pemberitaan Firman Allah  dan Pelayanan Sakramen Kudus  di semua Resort dan Jemaat di Daerahnya.
e) Mengadakan visitasi (perkunjungan) dan evaluasi serta aktif melaksanakan tugas pastoral di Resort dan Jemaat.
f) Meminta Laporan Pertanggungjawaban Tugas Pelayanan para Pendeta Resort dan meneruskannya ke PP .
g) Meminta Laporan Pertanggungjawaban keadaan keuangan dan kekayaan  Resort yang dikelola di Daerahnya dari Pimpinan Resort dan meminta Laporan Pemeriksaan BPKR di Resort-resort di Daerahnya.
h) Meminta Laporan Pertanggungjawaban Badan Usaha/ Yayasan yang dikelola  di daerahnya.
i) Mengusahakan lancarnya penyetoran uang ke Kas Pusat dari Jemaat-Jemaat dan Resort-Resort yang ada di Daerahnya.
j) Melantik Majelis Resort, Pimpinan Resort, Pengurus Badan Usaha, Yayasan yang ada di Daerah  dan BPKR.
k) Mengangkat dan menetapkan Kepala Bidang, Pengurus Lembaga dan Badan Usaha/ Yayasan di  Daerahnya.
l) Memberikan pendapat tentang PPPTR dan APBR yang diajukan Pimpinan Resort.
m) Membuat Laporan  Pertanggungjawaban tertulis tentang pelaksanaan tugas dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah kepada Sidang Daerah dan PP .
n) Melaksanakan tugas-tugas PP  yang dilimpahkan PP  kepada Pimpinan Daerah.
o) Mengangkat dan menetapkan Bendahara Daerah setelah mendapat persetujuan dari Majelis Daerah.
p) Mengusulkan kepada PP  sanksi yang akan dikenakan kepada pelayan HKI yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik di Daerahnya.
q) Bersama Majelis Daerah mengambil keputusan mengatasi permasalahan yang  menghambat mekanisme pelayanan  di Daerahnya yang kemudian akan dipertanggungjawabkan kepada Sidang Daerah dan PP .
r) Membina hubungan kerjasama oikumenis yang baik dengan gereja tetangga dan Pemerintah setempat.
s) Melaksanakan serah terima Pimpinan Resort, Pengurus Badan Usaha/ Yayasan milik Daerah, Kepala Bidang dan Pengurus Lembaga Tingkat Daerah  dalam hal terjadi pergantian.
t) Dalam hal seorang Praeses berhalangan sementara, tugas kepraesesan dilaksanakan oleh salah seorang pendeta yang dihunjuk PP  HKI.
b. Sekretaris Daerah
1) Sekretaris Daerah adalah  seorang yang dipilih oleh Sidang Daerah dari kalangan    penatua  di Daerah itu untuk melaksanakan tugas kesekretarisan di Daerah  dalam rangka membantu Pimpinan Daerah  melaksanakan tugas pimpinan Daerah. Sekretaris Daerah  bukan unsur pimpinan di Daerah.
2) Tugas-tugas Sekretaris Daerah :
a) Membantu Pimpinan Daerah melaksanakan tugasnya.
b) Mengurus segala surat dan administrasi  serta tugas kesekretariatan di Daerah.
3) Syarat-syarat Sekretaris Daerah:
a) Sudah menjadi penatua di jemaat paling sedikit 5 tahun.
b) Usia minimal 30 tahun dan maksimal 60 tahun saat pemilihan.
c) Tidak sedang menjalani hukuman Siasat Gereja.
d) Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat.
e) Dalam hal tidak ada orang yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas, Pimpinan Daerah dapat memberikan dispensasi.

c. Bendahara Daerah
1) Bendahara Daerah adalah seseorang yang diangkat oleh pimpinan Daerah dari kalangan penatua atas persetujuan Majelis Daerah untuk membantu Pimpinan Daerah melaksanakan  tugas kebendaharaan di Daerah. Bendahara bukan unsur Pimpinan Daerah.
2) Syarat-syarat dapat diangkat menjadi Bendahara Daerah:
a) Sudah menjadi penatua  di HKI paling sedikit 5 tahun.
b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja
c) Usia minimal  30 Tahun dan maksimal 60 tahun saat pemilihan.
d) Minimal berpendidikan  SLTA atau sederajat dan memiliki pengetahuan   khusus di bidang pengelolaan keuangan.
e) Diangkat oleh Pimpinan Daerah atas persetujuan Majelis Daerah.
f) Dalam hal tidak ada orang   yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas, Pimpinan Daerah dapat memberikan dispensasi.
3). Tugas Bendahara Daerah:
a) Mengelola keuangan sesuai dengan APBD tahunan Daerah berpedoman pada  peraturan penatalayanan keuangan HKI.
b) Melakukan pembayaran dan pengeluaran uang setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Daerah.
c) Membukukan keuangan dan memelihara semua harta kekayaan Daerah.
d) Wajib menjadi salah satu penandatangan cek pengambilan uang Daerah dari Bank selain Pimpinan Daerah.
e) Membuat konsep program keuangan dan laporan keuangan untuk diajukan oleh Pimpinan Daerah ke sidang Daerah.
f) Menyimpan uang di kas kecil.
d. Bidang-bidang di Daerah
1) Bidang dipimpin oleh kepala bidang  sebagai aparatur Pimpinan Daerah.
2) Di Daerah: Bidang  Marturia, Bidang  Koinonia, Bidang Diakonia, Bidang  Umum, Bidang Keuangan, Bidang Penelitian dan Pengembangan.
3) Lingkup tugas setiap Bidang  disesuaikan dengan ruang lingkup kerja  Departemen di Pusat.


PASAL 10

Alat Pelayanan di Daerah:
a. Pimpinan Daerah.
b. Majelis Daerah.
c. Badan Pengawas Keuangan Daerah (BPKD).
d. Bidang. 


Bab IV 
PUSAT


PASAL 11

Pengertian
Yang dimaksud dengan Pusat di HKI adalah seluruh HKI sebagai Tubuh Kristus dalam satu persekutuan, yang di dalamnya segenap Jemaat, Resort, Daerah, dan segala jajaran pelayanannya bersatu dan merupakan satu kesatuan yang setiap bagiannya tidak terpisahkan dengan yang lainnya dipimpin oleh PP  HKI.


PASAL 12

PP  dan Aparatur PP 
a. PP  adalah Ephorus dan Sekretaris Jenderal untuk memimpin dan menggembalakan seluruh HKI dengan segenap jajarannya untuk satu periode lima tahun.
b. Ephorus dan Sekretaris Jenderal melaksanakan tugas PP  HKI sesuai dengan tugas masing-masing.
c. Tugas-tugas PP : 
1) Memimpin HKI melaksanakan tugas dan usaha mewujudkan  tujuan, visi dan  misi  HKI.
2) Mengawasi kemurnian pemberitaan Firman Allah dan Pelayanan Sakramen Kudus.
3) Melaksanakan dan mengemban  Keputusan Sinode serta  mempertanggung-jawabkannya di Sinode.
4) Melaksanakan pembangunan dan pengembangan HKI berdasarkan garis-garis besar dan strategi umum pembangunan dan pelayanan HKI yang sudah ditetapkan sinode setelah  mendapat pembahasan dan penjabaran bersama dengan Majelis Pusat.
5) Mempersiapkan konsep Tata Gereja sesuai dengan amanah Keputusan Sinode.
6) Mempersiapkan rencana  (konsep) Garis-garis besar dan strategi umum pembangunan dan pelayanan HKI yang akan disampaikan kepada sinode untuk dibahas dan diambil keputusan, dan mempersiapkan konsep-konsep (rancangan) lainnya yang perlu mendapat pembahasan dan keputusan dalam Sinode. 
7) Membuat anggaran Pendapatan dan Belanja HKI tahunan  untuk dibahas dan ditetapkan bersama-sama dengan  Majelis Pusat.
8) Menempatkan, melantik,  menugaskan Praeses dan melimpahkan tugas atau wewenang kepada Praeses untuk melantik Majelis Daerah dan BPK Daerah.
9) Mengangkat pelaksana tugas Praeses apabila Praeses berhalangan.
10) Mengundang  dan menyelenggarakan Sinode sesuai aturan pelaksanaan Sinode.
11) Mengangkat Panitia Penyelenggara Sinode.
12) Mengundang dan memimpin  Rapat Praeses HKI.
13) Memfasilitasi pelaksanaan tugas  Rapat Majelis Pusat dan BPK Pusat.
14) Memberikan informasi tertulis maupun lisan  yang dibutuhkan oleh  Majelis Pusat dan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
15) Mengupayakan peningkatan pengetahuan dan kemampuan pelayan HKI melaksanakan tugas.
16) Memberdayakan, menjaga, memelihara dan mengamankan seluruh harta kekayaan HKI.
17) Membuat Rencana Pengadaan Sumber Daya Dana, Sumber Daya Usaha dan Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan HKI dalam mencapai tujuannya.
18) Mengangkat, memberhentikan, memutasikan dan mempensiunkan para pelayan  sesusai dengan Peraturan  di  HKI.
19) Membuat informasi tertulis tentang realisasi program pelayanan HKI maupun APB (Anggaran Penerimaan Belanja) kepada Majelis Pusat pada setiap akhir tahun.
20) Mengadakan dan menjalin kerjasama oikumenis di dalam dan di luar negeri.
21) Menjaga keutuhan HKI.
22) Melakukan kunjungan pembinaan ke seluruh jajaran HKI, secara rutin maupun insidentil.
23) Membuat pedoman penataan administrasi di seluruh jajaran HKI.
24) Membuat pedoman pengelolaan keuangan di seluruh jajaran HKI.
25) Meminta Laporan Pertanggungjawaban Tugas dari semua jajaran pelayanan HKI sesuai dengan Peraturan yang berlaku.
26) Mengangkat Bendahara Pusat setelah mendengar pendapat Rapat Majelis Pusat.
27) Menyeleksi calon Mahasiswa Teologi yang akan sekolah sebagai Mahasiswa yang resmi diberangkatkan HKI untuk mendapat pendidikan.
28) Menetapkan dan meresmikan Jemaat, Resort, Daerah.
29) Menerbitkan Surat Kuasa untuk mengurus kepentingan HKI bilamana diperlukan.
30) Memberikan penghargaan kepada orang yang dinilai berjasa kepada HKI setelah mendengar pendapat dari Majelis Pusat.
31) Memimpin dan mengatur pelaksanaan rapat-rapat kerja.
32) Menyusun konsep laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas kepada sinode untuk dibahas bersama-sama dengan Majelis Pusat.


PASAL 13
EPHORUS


a. Ephorus adalah seorang Pendeta yang dipilih dan diangkat oleh Sinode menjadi Pimpinan HKI  dan  Gembala bagi seluruh umat dan pelayan HKI. 
b. Tugas Ephorus:
1) Menggembalakan  dan memimpin seluruh umat dan pelayan HKI.
2) Mewakili HKI dalam berhubungan dengan pemerintah, Gereja dan Badan-badan lainnya di luar HKI.
3) Meletakkan batu alas (batu ojahan) dan meresmikan pemakaian (mangompoi) Gereja.
4) Menyampaikan tahbisan (tohonan) bagi calon Pendeta, calon Guru Jemaat, calon Penginjil dan calon Bibelvrow serta calon Diakones.
c.  Syarat-syarat dapat dipilih menjadi Ephorus 
1) Pendeta HKI sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun, di antaranya melayani di Resort selama 10 tahun.
2) Pernah menjadi Sekretaris Jenderal atau  Majelis Pusat atau Praeses.
3) Minimal berumur 45 (empat puluh lima) tahun, dan maksimal 60 (enam puluh) tahun pada saat pemilihan.
4) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
5) Menyatakan kesediaannya untuk dipilih menjadi Ephorus.
6) Anggota Sinode dan hadir pada waktu Sinode mengadakan pemilihan Ephorus.
7) Tidak Pegawai Negeri.
8) Seorang Pendeta dapat dipilih menjadi Ephorus dua periode berturut-turut.
d. Eporus berhalangan:
1) Bila Ephorus berhalangan sementara melaksanakan tugas, maka Ephorus menghunjuk Sekretaris Jenderal bertindak sebagai pejabat Ephorus sementara.
2) Bila Ephorus berhalangan tetap dan tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya maka Sekretaris Jenderal sebagai pejabat Ephorus sampai Sinode terdekat memilih Ephorus yang baru.


PASAL 14
Sekretaris Jenderal


a. Sekretaris Jenderal adalah Pendeta yang dipilih dan diangkat oleh Sinode menjadi unsur PP  untuk memimpin seluruh umat dan pelayan HKI.
b. Tugas Sekretaris Jenderal
1) Mengatur dan menata segala administrasi dan keuangan  HKI (Keuangan seluruh HKI dan Keuangan Kantor Pusat HKI) sesuai dengan Peraturan HKI.
2) Bersama-sama dengan Bendahara Pusat Mengambil uang dari Kas HKI atas persetujuan Ephorus.
3) Bersama-sama dengan Bendahara Pusat sebagai penandatangan cek pengambilan uang dari Rekening HKI di Bank.
4) Memimpin dan mengkoordinir Kepala-Kepala Departemen.
5) Memimpin pekerjaan dan pelayanan di Kantor Pusat HKI.
6) Mewakili Ephorus dalam tugasnya, apabila Ephorus berhalangan.
7) Memimpin para Notulis  dalam penotulenan Sinode.
c.   Syarat untuk menjadi Sekretaris Jenderal
1) Telah menjadi Pendeta HKI sedikitnya 15 Tahun dan pernah menjadi Pendeta Resort sedikitnya 10 tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Tidak pegawai Negeri.
4) Minimal berumur 40 tahun dan maksimal 60 tahun pada saat pemilihan.
5) Pernah menjadi Majelis Pusat atau Praeses.
6) Anggota Sinode dan hadir pada waktu  Sinode mengadakan pemilihan Sekretaris Jenderal.
7) Menyatakan kesediaannya dipilih menjadi Sekretaris Jenderal.
8) Seorang Pendeta dapat dipilih menjadi Sekretaris Jenderal dua periode berturut-turut.
d.  Sekretaris Jenderal berhalangan: 
1) Bila Sekretaris Jenderal berhalangan sementara melaksanakan tugas, maka Sekretaris Jenderal mengusulkan salah seorang Pendeta Kepada Ephorus  untuk melaksanakan tugas-tugas  Sekretaris Jenderal.
2) Bila Sekretaris Jenderal berhalangan tetap dan tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya, maka Rapat Majelis Pusat memilih salah seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Sekretaris Jenderal untuk menjadi pejabat Sekretaris Jenderal hingga Sinode terdekat memilih Sekretaris Jenderal.
e. Bila Ephorus dan Sekretaris Jenderal berhalangan tetap dan tidak dapat melaksanakan      tugasnya:
Rapat Majelis Pusat menghunjuk  seorang  Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Ephorus menjadi Pejabat Ephorus; dan menghunjuk seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Sekretaris Jenderal menjadi Pejabat Sekretaris Jenderal dan kedua-duanya  menjadi Pejabat Sementara PP  dengan tugas utama mempersiapkan dan menyelenggarakan Sinode Istimewa selambat-lambatnya 6 Bulan sejak pengangkatannya untuk memilih Ephorus dan Sekretaris Jenderal. hingga Sinode terdekat mengadakan pemilihan Ephorus dan Sekretaris Jenderal yang baru.


PASAL 15
Bendahara Pusat


a. Bendahara Pusat adalah seorang yang diangkat oleh PP  atas persetujuan Majelis Pusat untuk membantu PP  melaksanakan tugas Kebendaharaan dan pemeliharaan seluruh harta  kekayaan HKI sesuai dengan Peraturan yang berlaku di HKI.
b.   Syarat-syarat menjadi Bendahara Pusat:
1) Telah menjadi anggota HKI minimal 5 (lima) tahun.
2) Seorang dari kalangan Pendeta atau Guru Jemaat atau  Penatua HKI.
3) Memiliki keterampilan khusus dibidang kebendaharaan.
4) Minimal Berpendidikan  D 3 atau sederajat.
5) Tidak Pegawai Negeri atau Swasta.
6) Bersedia bekerja penuh waktu di Kantor Pusat HKI.
7) Bersedia diberhentikan dan diganti sesewaktu apabila  PP  menilai bahwa dia  tidak lagi melaksanakan tugasnya dengan baik.
8) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja
9) Umur minimal 35 tahun dan maksimal 60 tahun.
c.   Tugas Bendahara  Pusat:
1) Membantu PP  melaksanakan tugas pengelolaan keuangan dan pemeliharaan seluruh harta kekayaan HKI berdasarkan peraturan yang berlaku di HKI.
2) Membantu PP  menerima, menyimpan dan atau  mengeluarkan uang sesuai dengan peraturan yang berlaku di HKI.
3) Mengatur dan menata pembukuan uang yang masuk dan keluar dari/ke Kas HKI.
4) Mencatat, mendata dan mendokumentasikan  segala barang-barang dan harta kekayaan HKI, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
5) Membantu PP untuk menyusun konsep anggaran dan belanja  HKI (umum dan Pusat) untuk disampaikan PP  kepada MP.
6) Merencanakan dan menggali sumber-sumber pemasukan uang ke HKI.
7) Bersama-sama dengan Sekjen membuat laporan rutin tentang keuangan pusat kepada Ephorus.
8) Membuat rancangan neraca tahunan HKI untuk disampaikan kepada PP .
9) Sebagai salah satu penandatangan cek pengambilan uang dari rekening HKI di Bank selain Sekretaris Jenderal.


PASAL  16
Departemen – Departemen

a. Pengertian dan Fungsi.
1) Departemen adalah alat pelayanan untuk membantu PP  melaksanakan tugas-tugas pelayanan tertentu, yang dikepalai oleh Kepala Departemen. 
2) Kepala Departemen dan pegawainya adalah aparatur PP .

b.   Departemen Marturia (Pekabaran Injil).
1) Pengertian 
   Departemen Marturia (Pekabaran Injil) adalah aparatur PP  yang membidangi segala usaha Pemberitaan Injil.
2)  Tugas-tugas Departemen  Marturia (Pekabaran Injil) sebagai berikut :
a) Menyusun dan mengusulkan  konsep kebijakan, peraturan, dan pedoman pelaksanaan pelayanan  Pemberitaan Injil, untuk disahkan PP .
b) Menyusun dan mengusulkan kepada PP  Program Kerja Departemen Pekabaran Injil, untuk mendapat pengesahan, dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
3) Pimpinan Departemen Marturia disebut Kepala Departemen Marturia.
4)  Ruang Lingkup Kerja Departemen Marturia
a) Pekabaran Injil.
b) Pelayanan Rohani.
c) Theologia dan Ajaran/Dogma.
d) Sekolah-sekolah Teologia
e) Liturgi dan Nyanyian Gereja
c.    Departemen Koinonia (Persekutuan)
      1)  Pengertian :
Departemen Koinonia adalah aparatur PP  yang membidangi segala upaya Pelayanan Koinonia.
      2)  Tugas-tugas Departemen Koinonia sebagai berikut:
a) Menyusun dan mengusulkan  konsep kebijakan, peraturan, pedoman, dan pelaksanaan Pelayanan Persekutuan, untuk disahkan PP.
b) Menyusun dan mengusulkan kepada PP  Program Kerja Departemen Koinonia, untuk mendapat pengesahan, dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
3)   Pimpinan Departemen Koinonia disebut Kepala Departemen Koinonia.
4)   Lingkup Kerja Departemen Koinonia:
a) Lembaga  Sekolah Minggu (SM).
b) Lembaga Persatuan Remaja (PR).
c) Lembaga Persatuan Naposo Bulung (PNB).
d) Lembaga Persatuan Wanita (PW).
e) Lembaga Persatuan Ama (PA).
f) Persekutuan Guru Jemaat (PGJ).
g) Pembinaan Warga Gereja.
h) Urusan Jemaat
i) Peribadatan
j) Oikumene
d.  Departemen Diakonia (Pelayanan Sosial).
1)  Pengertian 
     Departemen Diakonia adalah aparatur PP  yang membidang usaha Pelayanan     Diakonia.
2) Tugas-tugas Departemen Diakonia:
a) Menyusun dan mengusulkan  konsep kebijakan,  peraturan, pedoman dan pelaksanaan pelayanan Diakonia, untuk disahkan PP. 
b) Menyusun dan mengusulkan kepada PP  Program Kerja Departemen Diakonia untuk mendapat pengesahan, dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
     3)  Pimpinan Departemen Diakonia disebut Kepala Departemen Diakonia.
           4)  Ruang Lingkup Kerja Departemen Diakonia sebagai berikut:
a) Pelayanan Sosial.
b) Pelayanan Pendidikan.
c) Pelayanan Kesehatan.
d) Lingkungan Hidup.
e) Lembaga Pengembangan Masyarakat.
f) Dana Pensiun.
e. Departemen Umum.
     1).   Pengertian 
Departemen Umum adalah aparatur PP  yang membidangi segala upaya pelayanan umum.
      
      2)  Tugas-tugas Departemen Umum sebagai berikut :
a) Menyusun dan mengusulkan konsep kebijakan, peraturan, pedoman dan pelaksanaan Pelayanan Departemen Umum   untuk disahkan PP.
b) Menyusun dan mengusulkan Program Kerja Departemen Umum kepada PP  untuk mendapat pengesahan dan selanjutnya dilaksanakan.
      3)  Pimpinan Departemen Umum disebut Kepala Departemen Umum.
      4)  Lingkup Kerja Departemen Umum:
a) Personalia.
b) Tata Usaha.
c) Hukum.
d) Komunikasi, Literatur dan Perpustakaan.
e) Hubungan masyarakat.
f) Statistik.
g) Logistik dan Kebutuhan Rumah Tangga. 
f.  Departemen Keuangan.
     1)    Pengertian 
            Departemen Keuangan adalah aparatur PP  HKI yang membidangi segala usaha pembangunan dan keuangan.
          2)   T u g a s –tugas Departemen Keuangan:
a) Menyusun dan mengusulkan   konsep kebijakan, peraturan, pedoman serta perencanaan, pembangunan dan pengembangan keuangan HKI  untuk disahkan PP .
b) Menyusun dan mengusulkan Program Kerja Departemen Keuangan kepada PP   untuk mendapat pengesahan dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
     3)    Pimpinan Departemen Keuangan disebut Kepala Departemen   Keuangan.
     4)    Lingkup Kerja Departemen Keuangan:
a) Peningkatan kinerja Bendahara
b) Peningkatan kinerja Badan-badan Usaha/Yayasan HKI
c) Pembangunan dan pengembangan Usaha.
d) Pengkajian Pendapatan.
g.  Departemen Penelitian dan Pengembangan
1)   Pengertian 
Departemen Penelitian dan Pengembangan adalah aparatur PP  yang membidangi segala usaha  penelitian dan pengembangan   HKI.
      2)  Tugas –tugas Departemen Penelitian dan Pengembangan:
a) Menyusun dan mengusulkan  konsep kebijakan, peraturan, pedoman pelaksanaan Departemen penelitian dan  pengembangan HKI untuk disahkan PP.
b) Menyusun dan mengusulkan kepada PP  Program Kerja Penelitian dan Pengembangan (Litbang) untuk mendapat pengesahan dan selanjutnya dilaksanakan. 
      3)   Pimpinan Departemen Penelitian dan Pengembangan disebut Kepala Departemen
            Penelitian dan Pengembangan.
      4)   Lingkup Kerja Departemen Penelitian dan Pengembangan
a) Penelitian
b) Pengkajian dan Pemantapan organisasi HKI.
c) Pengembangan  hidup jemaat – jemaat HKI. 
d) Perencanaan dan perluasan wilayah HKI
e) Penyusunan Master Plan HKI.


PASAL 17

Alat Pelayanan HKI di Pusat 
a. PP .
b. Majelis Pusat.
c. Badan Pemeriksa keuangan Pusat.
d. Departemen.

BAB V 
PELAYAN GEREJAWI 


PASAL  18

Pelayan yang menerima tahbisan  (Partohonan)
a.   Pengertian 
      Pelayan yang menerima tahbisan (Partohonan ) adalah para pelayan HKI yang telah menerima tahbisan (penumpangan  tangan) dan mendapat tugas pekerjaan pelayanannya dari gereja HKI.
b. Pendeta
1) Pendeta ialah laki-laki atau perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan kependetaan atau Pendidikan Theologia yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan kependetaan (tohonan hapanditaon) dari HKI melalui Ephorus.
2) Tugas-tugas Pendeta sebagai berikut:
    a) Seperti yang tertulis di Agenda HKI.
    b) Mengikuti Rapat Pendeta HKI.
3) Pendeta Pensiun:
    a) Pendeta pensiun setelah berumur 65 (enampuluh lima) tahun.
    b) Pendeta yang belum berumur 65 (enampuluh lima) tahun, tetapi sudah   melayani   selama 30 (tigapuluh) tahun, berhak mengajukan pensiun penuh.
4) Pendeta yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat/Resort atas izin Praeses setempat.
5) Pendeta berhenti:
    a) Berhenti dengan hormat karena sudah waktunya pensiun.
  b) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, karena mengidap penyakit khronis, atau cacat phisik atau mental.
    c) Meninggal dunia.
    d) Dikenakan  Hukuman Siasat Gereja.
    e) Keluar dari HKI.


c.  Guru Jemaat
    1) Guru Jemaat ialah laki-laki atau perempuan yang telah lulus dari Sekolah Guru Jemaat  atau yang sederajat yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan (tohonan Guru Jemaat) dari HKI melalui  Ephorus.
    2) Kalau Guru Jemaat diangkat dari penatua, dia dipilih oleh Sidang Jemaat serta diusulkan oleh Pendeta Resort  kepada Praeses untuk ditetapkan. Masa tugasnya sesuai dengan periode yang berlaku di HKI.
    3)  Tugas Guru Jemaat:
    a)  Sebagaimana tertulis dalam Agenda  HKI.
          b) Membantu Pendeta Resort melaksanakan tugas pelayanan/penggembalaan di jemaat.
    4)   Guru Jemaat Penuh Waktu Pensiun.
          a) Guru Jemaat pensiun setelah berumur 60 (enampuluh ) tahun.
          b) Guru Jemaat penuh waktu yang belum berumur 60 (enampuluh ) tahun, tetapi sudah melayani selama 30 (tigapuluh) tahun, berhak mengajukan pensiun penuh.
    5)  Guru jemaat yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Pendeta Resort setempat.
    6)   Guru Jemaat berhenti:
               a) Guru Jemaat pilihan jemaat (periodik) berhenti dengan hormat karena periodenya telah selesai, atau karena penempatan Guru Jemaat penuh waktu sebagai penggantinya, atau atas permintaan sendiri.
            b) Meninggal dunia.
            c) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Guru Jemaat.
            d) Dikenakan  Hukum Siasat Gereja.
            e) Keluar dari HKI.


d.   Diakones
Diakones ialah seorang perempuan yang telah lulus dari Pendidikan Diakones yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan dari HKI melalui Ephorus.  
       
1) Tugas-tugas Diakones:
    a) Seperti tertulis dalam Agenda penahbisan Diakones.
    b) Bertanggungjawab kepada Pimpinan unit pelayanannya.
2)  Diakones pensiun apabila:
a) Telah berumur 60 (enam puluh) tahun.
b) Seorang Diakones yang belum berumur 60 (enam puluh) tahun, tapi telah melayani selama 30 tahun, berhak mendapat pensiun penuh dari HKI.
       3) Diakones yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
       4)  Diakones berhenti apabila:
a) Meninggal dunia.
b) Tidak melaksanakan tugasnya (tohonan) sebagai Diakones.
c) Karena dijatuhi  Hukum Siasat Gereja.
d) Atas permintaan sendiri.
e) Keluar dari HKI.

 

e. Bibelvrow (Penginjil Wanita)
Bibelvrow ialah perempuan yang telah lulus dari Sekolah Bibelvrouw yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan (tohonan) Bibelvrouw dari HKI melalui Ephorus.
      1) Tugas-tugas Bibelvrow sebagai berikut:
a) Seperti yang tertulis di dalam Agenda Penahbisan Bibelvrouw di HKI.
b) Membantu Pendeta Resort dan Guru Jemaat dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan.
c) Bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya kepada Pendeta Resort.
      2)  Bibelvrow pensiun:
a) Seorang Bibelvrow pensiun setelah berumur 60 (enam puluh ) tahun.
b) Seorang Bibelvrow yang belum berumur 60 (enam puluh ) tahun, tetapi telah melayani 30 (tigapuluh) tahun,  dapat menerima pensiun penuh dari HKI.
3)  Bibelvrow yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
4) Bibelvrow berhenti:
a) Meninggal dunia.
b) Tidak melaksanakan tugasnya (tohonan) sebagai Bibelvrouw.
c) Karena dijatuhi sanksi Hukum Siasat Gereja.
d) Atas permintaan sendiri.
e)   Keluar dari HKI.


f. Evangelis 
Evangelis atau Penginjil ialah laki-laki atau perempuan yang telah lulus dari Sekolah Evangelis atau Sekolah Tinggi Theologia yang diakui HKI, dan telah menerima tahbisan (tohonan) Evangelis dari HKI melalui Ephorus.
1)  Tugas Evangelis adalah memberitakan Injil kepada kelompok masyarakat di wilayah tertentu. 
 2)  Evangelis yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
3)   Evangelis pensiun: 
a) Seorang Evangelis pensiun setelah berumur 60 (enam puluh ) tahun.
b) Seorang Evangelis yang belum berumur 60 (enam puluh ) tahun, tetapi telah melayani 30 (tigapuluh) tahun,  dapat menerima pensiun penuh dari HKI.
4)   Evangelis berhenti:
a) Meninggal dunia
b) Atas Permintaan sendiri.
c) Tidak melaksanakan tugas (tohonan)nya sebagai Evangelis.
d) Karena dijatuhi sanksi Hukum Siasat Gereja.
e) Keluar dari HKI.


g. Penatua (Sintua)
Penatua ialah laki-laki atau perempuan yang telah menerima tahbisan (tohonan) kepenatuaan dari HKI.
1)   Syarat-syarat menjadi Penatua 
a) Anggota jemaat yang mempersembahkan hidupnya menjadi pelayan jemaat.
b) Rajin mengikuti Kebaktian Minggu dan Perjamuan Kudus.
c) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
d) Telah berumur minimal 21 (duapuluh satu) tahun.
e) Sehat jasmani dan rohani.
f) Berpendidikan minimal SLTP.
g) Dipilih oleh jemaat dan disetujui oleh  Pimpinan Resort.
h) Menjalani pembinaan/pengajaran kepenatuaan minimal satu tahun.
           2)    Tugas-tugas Penatua:
a) Seperti yang tertulis di dalam Agenda  HKI.
b) Menyusun Statistik Anggota Jemaat di sektor/wejk/lingkungannya.
c) Mengikuti Sermon Penatua Jemaat dan Rapat Pelayan Jemaat.
      3)   Perpindahan
   Seorang Penatua yang pindah dari satu jemaat ke jemaat lain di HKI, tidak otomatis menjadi anggota Penatua di jemaat yang dituju, tetapi “tohonannya” sebagai Penatua tetap diakui.
   4)  Pensiun
   Seorang penatua pensiun setelah berumur 65 (enampuluh lima) tahun, tetapi “tohonannya” sebagai Penatua tetap diakui.
  
5)   Penatua berhenti sebagai Penatua: 
a) Meninggal dunia
b) Karena dijatuhi Hukuman Siasat Gereja
c) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Penatua
d) Atas permintaan sendiri.
e) Keluar dari HKI.


PASAL 19
Hak Cuti


Setiap Pelayan berhak Cuti sebagaimana diatur dalam Peraturan kepegawaian HKI.
PASAL 20
Mutasi
a. PP  HKI berhak dan berwewenang menyelenggarakan mutasi bagi seluruh pelayan demi penyegaran dan pengembangan pelayanan  dengan berpedoman kepada Peraturan yang berlaku di HKI. 
b. Praeses memberi saran dan usul tertulis kepada PP  HKI untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Pendeta, Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.
c. Pendeta Resort memberi saran dan usul tertulis kepada Praeses untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.
d. Seorang Pendeta yang telah melayani paling lama 5  (lima) tahun dalam satu Resort dapat dimutasikan dan yang telah melayani  10 (sepuluh tahun) dalam satu Daerah, wajib pindah ke Daerah Lain.
e. Seorang Guru Jemaat yang telah melayani paling lama 10 (sepuluh) tahun dalam satu jemaat wajib pindah ke jemaat yang lain.


BAB VI
KEMAJELISAN DI HKI


PASAL 21

Majelis  Jemaat
a.   Pengertian.
Majelis  Jemaat adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Jemaat sebagai mitra perencanaan dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Jemaat. 
b.   Komposisi Majelis Jemaat
Majelis Jemaat terdiri dari Pelayan Gerejawi dari unsur Partohonan dan non-Partohonan yang jumlahnya minimal 5 (lima) orang, maksimal 11 orang, dan berjumlah ganjil, di dalamnya termasuk Guru jemaat. Unsur partohonan harus lebih banyak minimal dua orang dari unsur non-partohonan.
c. Syarat-syarat menjadi Majelis  Jemaat:
1) Tidak sedang memegang jabatan BPKJ di Jemaat.
2) Sudah menjadi anggota jemaat HKI paling sedikit lima tahun.
3) Dipilih oleh Sidang Jemaat.
4) Usia minimal berumur 21 (duapuluh satu) tahun, maksimal 60 (enampuluh) tahun.
5) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
6) Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka Pendeta Resort dapat memberikan dispensasi.
d. Tugas-tugas Majelis  Jemaat:
1) Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Jemaat.
2) Membahas dan memberi pendapat dan saran atas rencana Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ) serta  APBJ tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Jemaat.
3) Menganjurkan kepada Pimpinan Jemaat agar melaksanakan semua keputusan Sidang Jemaat, Sidang Resort, Sidang Daerah dan Sinode.
4) Mengusulkan kepada Pimpinan Resort siapa yang menjadi pejabat guru jemaat, dalam hal guru jemaat berhalangan tetap.
5) Bersama Pimpinan Jemaat menentukan utusan Jemaat mengikuti rapat-rapat di Resort dan Daerah.
6) Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Jemaat tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Jemaat.
e. Tata  kerja Majelis Jemaat
1) Paling lambat sebulan sesudah Majelis Jemaat dilantik, Pimpinan Jemaat  wajib mengundang   Majelis Jemaat  mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
2) Pimpinan Jemaat wajib mengundang  Majelis Jemaat mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan  rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas. 
3) Rapat Majelis Jemaat dipimpin oleh Pimpinan Jemaat.
4) Penotulenan (perisalahan) rapat dilaksanakan oleh Sekretaris Jemaat. 
5) Rapat Majelis Jemaat sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah  anggota Majelis Jemaat (1/2n + 1).
6) Dalam hal Rapat Majelis Jemaat tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Jemaat diundurkan  paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Jemaat yang diadakan sebagai pengunduran  rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Jemaat. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
7) Keputusan Rapat Majelis Jemaat bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Jemaat itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Jemaat itu. Keputusan itu tetap berlaku  sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Jemaat berikutnya atau dari Sidang Jemaat atau dari Pimpinan Resort atau Pimpinan Daerah atau Pusat.


PASAL 22

Majelis Resort
a.   Pengertian.
Majelis  Resort adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Resort sebagai mitra perencanaan, dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Resort. 
b.   Komposisi Majelis Resort 
Majelis  Resort (MR) terdiri dari Pelayan Gerejawi (Partohonan)   dan non-Partohonan yang jumlahnya minimal 5 (lima) orang dan maksimal 11 (sebelas) orang, dan berjumlah ganjil, di dalamnya termasuk Pendeta Resort. Unsur Partohonan  harus lebih banyak minimal dua orang dari unsur non-Partohonan.
c.   Syarat-syarat menjadi Majelis  Resort (MR):
1) Tidak duduk dalam BPKR. 
2) Dipilih oleh Sidang Resort dari anggota Sidang Resort yang hadir.
3) Usia minimal 21 (duapuluh satu) tahun, dan  maksimal 60 (enampuluh) tahun.
4) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
5) Minimal berpendidikan  SLTA atau sederajat.
6) Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka Praeses dapat memberikan dispensasi.
d. Tugas-tugas Majelis  Resort (MR):
1) Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Resort.
2) Membahas dan memberi saran dan pendapat  atas rencana Program pelayanan dan pembangunan serta  APBR tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Resort.
3) Menganjurkan Pimpinan Resort untuk menjabarkan dan melaksanakan segala petunjuk, pedoman, dan keputusan yang datangnya dari  Daerah, dan PP .
4) Bersama Pimpinan Resort menentukan utusan Resort mengikuti rapat-rapat di Daerah dan dalam kegiatan yang dilakukan Pusat.
5) Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Resort tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Resort.
e. Tata kerja Majelis Resort
1) Paling lambat sebulan sesudah Majelis Resort  dilantik, Pimpinan Resort  wajib mengundang   Majelis Resort  mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
2) Pimpinan Resort wajib mengundang  Majelis Resort mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan  rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas. 
3) Rapat Majelis Resort dipimpin oleh Pimpinan Resort.
4) Penotulenan (perisalahan) rapat dilaksanakan oleh Sekretaris Resort.
5) Rapat Majelis Resort sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah  anggota Majelis Resort (1/2n + 1).
6) Dalam hal Rapat Majelis Resort tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Resort diundurkan  paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Resort yang diadakan sebagai pengunduran  rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Resort. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
7) Keputusan Rapat Majelis Resort bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Resort itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Resort itu. Keputusan itu tetap berlaku  sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Resort berikutnya atau dari Sidang Resort atau dari Pimpinan Daerah atau Pusat.


PASAL 23

Majelis Daerah 
a.      Pengertian.
Majelis Daerah adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Daerah sebagai mitra perencanaan dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Daerah. 
b.      Komposisi Majelis Daerah 
Majelis  Daerah (MD) terdiri dari Pelayan Gerejawi (Partohonan)   dan non-Partohonan dengan jumlah minimal 5 (lima) orang dan maksimal 11 (sebelas) orang harus berjumlah ganjil didalamnya termasuk Praeses. Unsur Partohonan  harus lebih banyak minimal dua orang dari non-Partohonan.
c.      Syarat-syarat menjadi Majelis  Daerah (MD):
1) Tidak duduk dalam BPKD.
2) Dipilih oleh Sidang Daerah dari anggota Sidang Daerah yang hadir.
3) Usia minimal 21 (duapuluh satu) tahun, dan  maksimal 60 (enampuluh) tahun.
4) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
5) Minimal berpendidikan  SLTA atau  sederajat.
6) Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka PP  dapat memberikan dispensasi.
d. Tugas-tugas Majelis  Daerah (MD):
1) Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Daerah.
2) Membahas dan memberi saran dan pendapat  atas rencana Program pelayanan dan pembangunan serta  APBR tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Daerah.
3) Menganjurkan Pimpinan Daerah untuk menjabarkan dan melaksanakan segala petunjuk, pedoman, dan keputusan yang datangnya dari   PP .
4) Bersama Pimpinan Daerah menentukan utusan Daerah mengikuti rapat-rapat di Daerah dan dalam kegiatan yang dilakukan Pusat.
5) Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Daerah tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Daerah.
e. Tata kerja Majelis Daerah
1) Paling lambat sebulan sesudah Majelis Daerah  dilantik, Pimpinan Daerah  wajib mengundang   Majelis Daerah  mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
2) Pimpinan Daerah wajib mengundang  Majelis Daerah mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan  rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas. 
3) Rapat Majelis Daerah dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
4) Penotulenan (perisalahan) rapat dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.
5) Rapat Majelis Daerah sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah  anggota Majelis Daerah (1/2n + 1).
6) Dalam hal Rapat Majelis Daerah tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Daerah diundurkan  paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Daerah yang diadakan sebagai pengunduran  rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Daerah. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
7) Keputusan Rapat Majelis Daerah bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Daerah itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Daerah itu. Keputusan itu tetap berlaku  sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Daerah berikutnya atau dari Sidang Daerah atau dari Pimpinan  Pusat.


PASAL 24

Majelis  Pusat
a. Pengertian.
Majelis  Pusat adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sinode yang bekerja sebagai mitra PP  mengolah serta merumuskan Keputusan Sinode sehingga HKI mencapai visi dan misinya sesuai dengan Tugas dan panggilan gereja berdasarkan ajaran Alkitab, Konfesi yang dianut HKI. 
b.  Komposisi Majelis  Pusat (MP)
1) Delapan (8) orang  dari unsur Pendeta
2) Tujuh (7)  orang dari unsur non Pendeta
c. Syarat-syarat menjadi  Majelis  Pusat (MP):
      1)   Dari unsur Pendeta
a) Telah menjadi Pendeta HKI sedikitnya 15 Tahun dan telah pernah menjadi Pendeta Resort sedikitnya 5 Tahun.
b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
c) Umur tidak kurang dari 40 Tahun dan tidak lebih dari 60 Tahun sewaktu pemilihan.
d) Anggota Sinode dan hadir pada waktu sinode mengadakan pemilihan anggota Majelis Pusat.
e) Tidak pegawai negeri atau swasta.
2)  Dari unsur non Pendeta
a)   Telah melayani sebagai pelayan gerejawi di HKI sedikitnya 5 (lima) tahun  dan pernah menjadi anggota Majelis Resort atau Majelis Daerah.
b).  Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja..
c).  Usia tidak kurang dari 40 ( empat puluh ) tahun, dan tidak lebih dari 60 (enam puluh) tahun sewaktu pemilihan.
d).  Minimal  berpendidikan SLTA atau sederajat. 
e). Dicalonkan oleh Daerah di mana si calon terdaftar. 
3) Pengganti Antar Waktu: Dalam hal seorang Majelis Pusat berhalangan tetap, maka PP  menetapkan Majelis Pusat pengganti dari antara calon peraih suara terbanyak yang tersisih pada Sinode pemilihan.
 
d.  Tugas-tugas Majelis  Pusat (MP):
1) Majelis Pusat dan PP  bersama-sama menjabarkan keputusan sinode HKI.
2) Bersama-sama dengan PP  membuat Peraturan yang diperlukan demi tercapainya Tri Tugas Panggilan Gereja HKI.
3) Bersama-sama dengan PP  HKI membahas dan menetapkan Anggaran HKI.
4) Bersama-sama dengan PP  menyusun Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas kepada Sinode.
e.  Peserta Rapat Majelis Pusat HKI.
1) PP .
2) Majelis Pusat
f.  Tata kerja Majelis Pusat
1) Paling lambat  dua bulan setelah Sinode Periode Majelis Pusat wajib mengadakan rapat.
2) Pada setiap Rapat Majelis Pusat memilih pimpinan dan sekretaris rapat.
3) Penotulenan Rapat Majelis Pusat HKI dilaksanakan oleh Sekretaris Rapat Majelis Pusat HKI dan paling lambat satu bulan setelah Rapat, Keputusan dan notulen rapat harus sudah diserahkan kepada PP  untuk disahkan dan diundangkan.
4) Majelis Pusat HKI wajib mengadakan rapat pleno sekali  enam (6) bulan.
5) Dalam rapat Majelis  Pusat, PP berkewajiban memberi informasi tertulis maupun lisan sehubungan dengan pengembanan tugas-tugas PP.
6) Rapat Majelis Pusat HKI sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Pusat (1/2 n + 1).
7) Dalam hal rapat Majelis Pusat HKI tidak memenuhi quorum, maka rapat pleno itu diundurkan paling lama tiga puluh hari berikutnya, dan rapat tersebut sah meskipun tidak memenuhi quorum.
8) Keputusan Rapat Majelis Pusat HKI sah bila keputusan itu disetujui oleh lebih dari setengah jumlah suara  Majelis Pusat yang hadir pada rapat itu.


BAB VII

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Pasal 25
Pengertian dan Tingkatan
a. Pengertian.
Badan Pemeriksa keuangan (BPK) adalah Badan yang dibentuk HKI untuk memeriksa seluruh harta kekayaan HKI di lingkup tingkat pelayanan masing-masing, dengan berpedoman kepada Peraturan Penatalayanan Keuangan HKI.
b. Tingkatan Badan Pemeriksa Keuangan
1) Badan Pemeriksa Keuangan Pusat  dibentuk di tingkat Pusat oleh Sinode.
2) Badan Pemeriksa Keuangan Daerah dibentuk  di tingkat daerah oleh Sidang Daerah.
3) Badan Pemeriksa Keuangan Resort dibentuk   di tingkat Resort  oleh Sidang Resort.
4) Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat dibentuk di tingkat Jemaat oleh Sidang Jemaat.


PASAL 26
Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
       Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ)  terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Jemaat dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Jemaat.
b.   Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKJ:
1) Usia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah menjadi anggota Jemaat HKI selama 5 tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan dalam  mengelola keuangan. 
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
5) Anggota Sidang Jemaat dan hadir  pada waktu Sidang jemaat mengadakan pemilihan BPKJ.
6) Dipilih menjadi BPKJ oleh Sidang Jemaat.
c. Tugas-tugas BPKJ:
1) Memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Jemaat.
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di jemaat dari Pimpinan Jemaat.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup jemaat kepada Pimpinan Jemaat.
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan jemaat kepada Majelis Jemaat dan Pimpinan Resort.
5) Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sidang Jemaat. Laporan Pertanggungjawaban Pengembanan Tugas BPKJ harus terlebih dahulu dikonfirmasi kepada Pimpinan Jemaat sebelum dilaporkan kepada Sidang Jemaat.  Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKJ yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Jemaat dianggap tidak sah.


PASAL 27

Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
       Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR)  terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Resort dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Resort.
b.   Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKR:
1) Usia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun dan  sedikitnya sudah anggota Jemaat HKI 5 (lima tahun) tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan dalam mengelola keuangan. 
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Anggota Sidang Resort dan hadir  pada waktu Sidang Resort mengadakan pemilihan BPKR.
6) Dipilih menjadi BPKR oleh Sidang Resort.
c.   Tugas-tugas BPKR:
1) Memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Resort
2) Memeriksa harta kekayaan HKI di Jemaat atas permintaan Pimpinan Resort.
3) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di Resort dari Pimpinan Resort.
4) Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup Resort kepada Pimpinan Resort.
5) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Resort kepada Majelis Resort dan Pimpinan Daerah.
6) Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sidang Resort. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKR harus terlebih dahulu dikonfirmasi  kepada Pimpinan Resort sebelum dilaporkan kepada Sidang Resort.  Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKR yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Resort dianggap tidak sah.


PASAL 28

Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
      Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD)  terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Daerah dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Daerah.
b.   Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKD:
1) Usia minimal 25 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah anggota Jemaat HKI 5 (lima tahun) tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan khusus di bidang Akuntansi atau pengelolaan keuangan. 
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
5) Anggota Sidang Daerah dan hadir  pada waktu Sidang Daerah mengadakan pemilihan BPKD.
6) Dipilih menjadi BPKD oleh Sidang Daerah.
c.   Tugas-tugas BPKD:
1) Mengawasi dan memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Daerah
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta   kekayaan HKI di Daerah dari Pimpinan Daerah.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup Resort kepada Pimpinan Daerah.
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Resort kepada Majelis Daerah dan PP .
5) Mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Sidang Daerah. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKD harus terlebih dahulu dikonfirmasikan  kepada Pimpinan Daerah sebelum dilaporkan kepada Sidang Daerah.  Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKD yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Daerah dianggap tidak sah.
6) Memeriksa harta kekayaan Jemaat atau Resort atas permintaan Pimpinan Daerah.


PASAL 29

Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP)

a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP)  terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sinode  dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan atau Majelis Pusat.
b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKP:
1) Usia minimal 35 tahun dan maksimal 60 tahun, sudah anggota Jemaat HKI 10 tahun.
2) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
3) Mempunyai keterampilan khusus di bidang Akuntansi atau pengelolaan keuangan yang dibuktikan dengan foto copy ijazah atau biodata (tertulis). 
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
5) Anggota Sinode  dan hadir  pada waktu Sinode  mengadakan pemilihan BPKP.
6) Dipilih menjadi BPKP oleh Sinode .
c.Tugas-tugas BPKP:
1) Mengawasi dan memeriksa pengelolaan harta kekayaan HKI di Pusat.
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta   kekayaan HKI Pusat.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan  harta kekayaan HKI di semua tingkat pelayanan HKI kepada PP .
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Pusat kepada Majelis Pusat dan PP .
5) Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sinode. Laporan Pertanggungjawaban Pengembanan Tugas BPKP harus terlebih dahulu ada konfirmasi kepada PP  sebelum dilaporkan kepada Sinode.  Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKP yang belum dikonfirmasikan kepada PP  dianggap tidak sah.
6) Memeriksa harta kekayaan Jemaat, Resort dan Daerah atas permintaan PP .

BAB VIII

PERSEKUTUAN PELAYAN DAN LEMBAGA

PASAL 30
Konven Pendeta HKI
a. Konven Pendeta (KP) HKI adalah wadah permusyawaratan Pendeta yang dipimpin oleh seorang Ketua.
b. Tugas-tugas Konven Pendeta HKI sebagai berikut:
1) Membahas, mengkaji serta merumuskan ajaran, teologi, dan usaha-usaha pengembangan HKI.
2) Mengupayakan usaha-usaha bersama Pendeta HKI demi peningkatan kesejahteraan sosial Pendeta HKI.
3) Membuat kode etik Pendeta untuk menjaga citra (tohonan) kependetaan HKI di tengah-tengah gereja dan masyarakat untuk disyahkan oleh PP  HKI.
4) Merumuskan hal-hal yang dirasa penting disampaikan kepada PP   dan Majelis Pusat sebagai saran dan pendapat serta masukan demi kemajuan HKI.
5) Memilih Ketua Konven Pendeta HKI.
6) Rapat Konven Pendeta diadakan sedikitnya satu kali satu tahun.
c. Syarat-syarat dapat dipilih  menjadi Ketua Konven Pendeta:
1) Pernah melayani sebagai Pendeta Resort sedikitnya 15 Tahun.
2) Usia minimal 40 Tahun dan maksimal 60 Tahun saat pemilihan.
3) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
4) Dipilih oleh Rapat Konven Pendeta HKI.
e. Tugas-tugas Ketua Konven Pendeta HKI sebagai berikut:
1) Menyampaikan hasil rapat Konven Pendeta HKI kepada PP  HKI.
2) Melakukan tugas-tugas yang diembankan oleh Rapat Konven Pendeta.
3) Mengundang dan memimpin  Rapat Konven Pendeta HKI setelah mendapat persetujuan Ephorus.
4) Dalam hal penyelenggaraan Sinode Istimewa, Ketua Konven Pendeta HKI mengundang dan menyelenggarakan Sinode Istimewa .


PASAL 31

Persekutuan Guru Jemaat (PGJ) HK I
a. Persekutuan Guru Jemaat HKI adalah wadah permusyawaratan semua Guru Jemaat dan Pejabat Guru Jemaat HKI.
b. Membicarakan tugas, masalah, dan peningkatan pelayanan Guru Jemaat  di HKI, dalam rangka membina dan meningkatkan citra (tohonan) guru jemaat HKI di tengah-tengah gereja dan masyarakat.
c. Merumuskan hal-hal yang dianggap penting disampaikan kepada Departemen Koinonia, sebagai bahan-bahan program pelayanan HKI di jemaat dan di tengah-tengah Persekutuan  Guru Jemaat HKI.
d. Pertemuan Guru Jemaat diadakan paling sedikit satu kali dalam satu periode.


PASAL 32

Lembaga-Lembaga di HKI
a. Lembaga-Lembaga yang dimaksud dalam PRT ini adalah Lembaga Persatuan Ama (PA), Lembaga Persatuan Wanita (PW), Lembaga Persatuan Naposo Bulung (PNB), Lembaga Persatuan Remaja (PR), Lembaga  Sekolah Minggu (SM) dan Lembaga Pengembangan Masyarakat (PM).
b. Pengurus Pusat masing-masing Lembaga  dipilih oleh sidang masing-masing Lembaga sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk ditetapkan PP  dan dilantik oleh Kepala  Departemen Koinonia.
c. Periode Kepengurusan di Lembaga-lembaga HKI sekali lima tahun.
d. Rapat  Lembaga dipanggil oleh Pengurus Lembaga setelah mendapat persetujuan Pimpinan Unit setiap tingkatan.


BAB IX
YAYASAN DAN BADAN USAHA


PASAL 33

Pengertian dan Pengelolaannya
a. Yayasan dan Badan Usaha yang didirikan oleh PP  adalah jenis-jenis usaha  HKI yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal selaku PP . Pengurus Yayasan dan Pengurus Badan Usaha adalah yang membantu Sekretaris Jenderal dalam memimpin Yayasan dan Badan Usaha yang bersangkutan.
b. Yayasan-Yayasan atau Badan-Badan dan Usaha-Usaha yang dibentuk oleh Jemaat atau Resort atau Daerah adalah milik HKI dan pertanggungjawaban pengelolaannya diberikan kepada Pimpinan di Jemaat, Resort, atau Daerah  yang bersangkutan, dengan mempertanggungjawabkan pengelolaannya kepada Pimpinan yang ada di Jemaat ,  Resort atau Daerah.
c. Semua Yayasan dan Badan Usaha yang ada di HKI dan atau Usaha-Usaha/Badan yang memakai nama HKI adalah satu kesatuan milik HKI.
d. Yayasan dan Badan Usaha yang ada di HKI  yang memakai nama HKI harus dikelola sesuai  Tata Gereja HKI.
e. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari setiap Yayasan dan Badan Usaha dalam HKI  harus disetujui dan ditetapkan oleh PP .
f. Pengurus Yayasan atau Badan Usaha yang dikelola oleh Jemaat atau Resort atau Daerah wajib membuat Laporan kepada PP  sedikitnya sekali dalam enam bulan.


PASAL 34

Hal pembentukan Lembaga atau Badan atau Yayasan Baru di HKI

Dalam hal PP  HKI membentuk suatu Badan Usaha, atau Lembaga, atau Yayasan milik HKI, maka PP  HKI menyusun peraturan masing-masing  dengan mengacu  kepada Tata Gereja   HKI, untuk diajukan kepada  Majelis Pusat guna mendapat persetujuan.

BAB X
SINODE,  SIDANG, RAPAT DAN PERIODE


PASAL 35

SINODE 
a.   Pengertian 
Sinode adalah rapat tertinggi yang diadakan  HKI  sebagai tempat musyawarah mencapai  mufakat dalam mengambil keputusan yang akan dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya.
b. Jenis-jenis Sinode di HKI:
     1)    Sinode Periode (Pemilihan).
Sinode Periode (Pemilihan) diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun. 
     2)    Sinode Kerja.
Sinode Kerja adalah sinode yang  diadakan sekali dalam pertengahan periode 5 (lima) tahun (dua setengah tahun setelah sinode  periode).
      3)   Sinode Istimewa.
Sinode Istimewa  adalah  sinode yang diadakan  apabila 2/3 dari jumlah peserta Sinode dalam periode itu meminta secara tertulis kepada Majelis Pusat HKI dan  disetujui Rapat Konven Pendeta HKI.
c.  Peserta sinode
     1) Anggota Sinode 
a) PP  HKI.
b) Majelis  Pusat (MP).
c) Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP).
d) Semua Praeses.
e) Semua Ketua Umum Lembaga tingkat  Pusat.
f) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha yang dihunjuk PP .
g) Semua Pendeta HKI yang aktif.
h) Satu  (1) orang utusan Guru Jemaat dari setiap Daerah.
i) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap Daerah.
j) Satu (1) orang utusan masing-masing mewakili  Lembaga Persatuan Ama (LPA), Lembaga Persatuan Wanita (LPW), Lembaga Persatuan Naposo Bulung (LPNB), dari setiap Daerah
k) Satu (1) orang utusan Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang dihunjuk PP  HKI.
l) Satu (1) orang utusan Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang dihunjuk PP  HKI.
m) Satu (1) orang utusan mewakili Diakones HKI yang dihunjuk PP  HKI.
n) Satu orang utusan anggota jemaat  dari setiap resort.
    2) Peserta tamu 
a) Peninjau dua (2) orang dari setiap daerah. 
b) Undangan, narasumber dan tamu.
d. Tugas Sinode.
1) Menetapkan anggota Sinode HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
2) Mengesahkan quorum tidaknya sinode.
3) Memilih tiga orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sinode dan dua orang notulis sinode  dari kalangan anggota sinode.
4) Menetapkan jadwal acara sinode.
5) Membahas dan menetapkan Program dan Anggaran Pendapatan dan Belanja HKI. 
6) Mendengar, membahas, menilai dan menetapkan pendapat akhir tentang Laporan Pertanggungjawaban PP  ( PP ) bersama Majelis Pusat (MP) dan BPKP.
7) Mengubah  ataupun merevisi dan menetapkan Tata Gereja HKI, Peraturan-peraturan HKI, Garis-Garis Besar dan Strategi Umum Program Pembangunan dan Pelayanan HKI.
8) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI secara umum.
9) Meneguhkan Jemaat baru, Resort  baru dan Daerah yang baru di HKI.
10) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terakhir tentang usul-usul dari Daerah, Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan PP .
11) Memilih dan mengangkat  Ephorus, Sekretaris Jenderal, Majelis Pusat, Praeses dan  Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
12) Sinode Istimewa  mengambil keputusan  tentang  masalah  yang  membuat diadakannya  Sinode Istimewa itu.
e.  Pelaksanaan Sinode HKI (Sinode Periode dan Sinode Kerja)
1) Pimpinan Sinode adalah Ephorus.
2) PP  adalah  penanggungjawab penyelenggaraan Sinode.
3) PP  mengundang  peserta Sinode paling lambat dua (2) bulan sebelum pelaksanaan sinode.
4) PP  mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sinode HKI melalui surat Ketetapan.
5) PP  mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sinode.
6) PP  mengirimkan  bahan-bahan sinode kepada anggota sinode sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal dua (2) minggu sebelum pelaksanaan sinode.
7) Sinode dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sinode.
8) Sinode HKI dibuka dan ditutup oleh Ephorus  HKI.
9) Pembukaan dan penutupan sinode  diisi dengan kebaktian yang dipimpin oleh PP  atau yang dihunjuk PP .
10) Untuk memperlancar jalannya persidangan sinode, sinode mengangkat Majelis Ketua Persidangan Sinode yang terdiri dari 3 orang, yaitu dua orang Pendeta dan satu orang non Pendeta.
11) Untuk musyawarah mencapai mufakat dan mengambil keputusan tertinggi dan terbaik, sinode mengadakan  sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang sinode dilaksanakan  sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI dan Tata Tertib Sinode.
13) Mufakat dan Keputusan yang diambil di sinode harus  dapat dibawa oleh peserta sinode  pada hari penutupan sinode.
f. Pelaksanaan Sinode Istimewa (SI) HKI.
1) Sinode Istimewa diperlukan dan dilaksanakan dengan alasan: 
a) Apabila Ephorus tidak mampu dan tidak dapat lagi melaksanakan tugas pelayanannya karena tidak sehat atau karena meninggal dunia, maka Sinode Istimewa dapat dilaksanakan untuk memilih Ephorus untuk meneruskan masa periode yang masih tersisa.
b) Apabila ada hal tertentu yang  perlu disikapi bersama oleh seluruh HKI, baik  mengenai hal yang terjadi di dalam HKI sendiri maupun hal yang terjadi di luar HKI (misalnya di negara atau di masyarakat).
c) Sinode Istimewa diadakan atas permintaan tertulis dari dua pertiga (2/3) dari jumlah  anggota sinode kepada Majelis Pusat, dan permintaan itu dikabulkan oleh Rapat Majelis Pusat dan Rapat Konven Pendeta.
d) Majelis Pusat memberikan mandat kepada Ketua Konven Pendeta  mengundang  anggota sinode.
e) Penanggungjawab  penyelenggaraan  sinode istimewa adalah Ketua Konven Pendeta.
2) Dalam  menyelenggarakan sinode istimewa Ketua Konven Pendeta dibantu oleh dua orang pendeta  untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk sinode istimewa.
3) Penangungjawab penyelenggara sinode istimewa mengangkat  dan memberhentikan panitia penyelenggara  sinode istimewa.
4) Sinode istimewa sah dan memenuhi quorum apabila dihadiri setengah dari  jumlah anggota sinode.
5) Sinode istimewa mengesahkan quorum tidaknya sinode istimewa.
6) Memilih tiga orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sinode istimewa yang terdiri dari dua orang Pendeta dan satu orang non-Pendeta.
7) Menetapkan jadwal acara sinode istimewa.
8) Mengesahkan dan menetapkan tata Tertib Sinode istimewa.
9) Mendengar dari Ketua Konven Pendeta tentang  alasan mengapa dilaksanakan sinode istimewa.
10) Membahas, dan mengambil mufakat  maupun keputusan tertinggi dan terbaik tentang masalah  yang sedang dipergumulkan dalam sinode istimewa.
11) Sinode Istimewa memilih 3 (tiga) orang  peserta Sinode menjadi Notulis atas usul Pimpinan Sidang.
12) Sinode Istimewa HKI dimulai dengan Kebaktian Pembukaan yang dipimpin oleh Ketua Konven Pendeta (KKP) dan ditutup dengan kebaktian yang dipimpin oleh PP  HKI terpilih. 
13) Dalam hal sinode istimewa memilih Ephorus atau PP  HKI yang baru, maka sinode istimewa menghunjuk seorang pendeta yang lebih tua dari Ephorus terpilih untuk melantik Ephorus yang baru dalam kebaktian penutupan sinode istimewa. 


PASAL 36

SIDANG
a. Pengertian.
Sidang adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di Tingkat Daerah, Resort dan Jemaat sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil Keputusan Bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya yang bersekutu didalam  Daerah atau Resort dan atau Jemaat itu.
b. Jenis-jenis Sidang:
1) Sidang Daerah.
2) Sidang Resort.
3) Sidang Jemaat.



Pasal 37
SIDANG  DAERAH
a. Pengertian 
Sidang Daerah adalah rapat lengkap yang diadakan  HKI  di tingkat daerah sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di daerah itu.
b.  Peserta Sidang Daerah
1) Praeses.
2) Majelis  Daerah (MD).
3) Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD).
4) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Daerah yang dihunjuk Pimpinan Daerah.
5) Semua Pendeta HKI yang melayani di daerah itu (yaitu Pendeta Resort dan pendeta  yang ditugaskan PP  melayani di pelayanan umum HKI atau di badan-badan oikumenis di luar HKI yang berada di daerah  itu).
6) Satu  (1) orang utusan Guru Jemaat dari setiap Resort.
7) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap Resort.
8) Satu (1) orang utusan Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang ada di daerah itu.
9) Satu (1) orang utusan Diakones HKI yang melayani di Daerah itu.
10) Satu (1) orang utusan Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang ada di daerah itu.
11) Semua Ketua  Lembaga berstatus Daerah.
12) Satu (1) orang utusan setiap lembaga dari semua resort yang di Daerah itu.
13) Dua (2) orang utusan anggota jemaat  dari setiap resort.
14) Peninjau satu (1) orang dari setiap resort. 
15) Undangan, narasumber dan tamu.
c.    Tugas Sidang Daerah
1)   Menetapkan anggota Sidang Daerah  HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
1) Menetapkan jadwal acara sidang daerah.
2) Mengesahkan dan menetapkan tata Tertib Sidang Daerah.
3) Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
4) Mendengar dan membahas  Laporan Pertangungjawaban Pimpinan Daerah sekaligus laporan Majelis Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
5) Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Daerah (PPPTD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
6) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di daerah.
7) Meneguhkan Jemaat baru dan Resort  baru di Daerah itu.
8) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari jemaat dan resort  maupun usul-usul dari Pimpinan Daerah, Majelis Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
9) Memilih Majelis Daerah, Sekretaris Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD).
10) Merekomendasikan peserta sinode utusan Resort dan memilih peserta sinode  utusan daerah.
d. Pelaksanaan Sidang Daerah
1) Pimpinan Sidang Daerah adalah Praeses.
2) Untuk memperlancar jalannya persidangan, sidang Daerah memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan dan satu orang notulis dari antara peserta sidang. 
3) Sidang Daerah dilaksanakan  dua kali dalam satu periode.
4) Pimpinan Daerah mengundang  peserta Sidang Daerah paling lambat satu(1) bulan sebelum pelaksanaan Sidang Daerah.
5) Pimpinan Daerah  mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sidang Daerah HKI melalui surat Ketetapan.
6) Pimpinan Daerah mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sidang Daerah.
7) Pimpinan Daerah mengirimkan  bahan-bahan sidang daerah kepada anggota sidang daerah sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang daerah.
8) Sidang Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang daerah.
9) Sidang Daerah HKI dibuka dan ditutup oleh Praeses.
10) Pembukaan dan penutupan sidang daerah  diisi dengan kebaktian.
11) Untuk musyawarah mengambil mufakat dan keputusan  terbaik, sidang daerah dapat  mengadakan  sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang Daerah dilaksanakan  sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.

PASAL 38

SIDANG  RESORT
a.   Pengertian.
Sidang Resort adalah rapat  lengkap yang diadakan  HKI  di tingkat resort sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dan  mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di resort itu.
b. Peserta Sidang Resort:
    
1) Praeses.
2) Pimpinan Resort
3) Semua anggota Majelis  Resort (MR).
4) Semua anggota Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR).
5) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Resort yang dihunjuk Pimpinan Resort.
6) Semua Pendeta HKI yang melayani di Resort itu (yaitu pendeta  yang ditugaskan PP  melayani di pelayanan umum HKI,   badan-badan oikumenis di luar HKI yang berada di resort  itu).
7) Pimpinan jemaat dari setiap jemaat yang ada di Resort itu.
8) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap jemaat.
9) Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang ada di resort itu.
10) Diakones yang melayani di Resort itu.
11) Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang ada di resort itu.
12) Semua Ketua  Lembaga berstatus resort.
13) Satu (1) orang utusan setiap lembaga yang ada di seluruh jemaat se-Resort.
14) Satu (1) orang utusan  mewakili setiap 50 (lima puluh) keluarga. 
15) Undangan, narasumber dan tamu. 
c.   Peserta Sidang Resort Khusus
1) Praeses.
2) Pimpinan Resort.
3) Majelis Resort
4) Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Semua Pendeta HKI yang melayani di Resort Khusus itu (pendeta  yang ditugaskan PP  melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang menjadi warga jemaat  Resort khusus  itu).
6) Semua Penatua.
7) Semua Pengurus Bidang.
8) Satu orang mewakili setiap sektor jemaat resort khusus itu.
9) Penginjil Wanita (Bibelvrouw) HKI yang ada di resort khusus itu.
10) Diakones yang melayani di Resort khusus itu.
11) Penginjil Pria (Evangelist) HKI yang ada di Resort khusus itu.
12) Semua Ketua  Lembaga di Resort khusus itu.
13) Undangan, narasumber dan tamu.

d. Tugas Sidang Resort:
1) Menetapkan anggota Sidang Resort HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
2) Menetapkan jadwal acara sidang resort.
3) Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat.
4) Mendengar dan membahas  Laporan Pertanggungjawaban tugas  Pimpinan Resort sekaligus Laporan Majelis Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Resort (PPPTR) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Resort (APBR).
6) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di resort.
7) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari jemaat dan usul-usul dari Pimpinan Resort, Majelis Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
8) Memantapkan pengelolaan harta milik HKI di resort itu.
9) Mengambil keputusan untuk penyelesaian terbaik tentang masalah yang berlarut-larut dipermasalahkan  dan tidak terselesaikan di jemaat yang ada di resort  itu.
10) Menetapkan peserta Sidang Daerah  dari Resort itu.
11) Memilih peserta Sinode utusan Rumah Tangga.
12) Memilih Majelis Resort, Sekretaris Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR).
e. Pelaksanaan Sidang Resort
1) Pimpinan Sidang Resort adalah Praeses.
2) Untuk memperlancar jalannya persidangan, Sidang Resort memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan dan satu orang Notulis dari antara peserta Sidang.
3) Undangan pelaksanaan Sidang Resort dijalankan setelah mendapat persetujuan dari Praeses.
4) Sidang Resort  dilaksanakan  dua kali dalam satu periode.
5) Pimpinan Resort mengundang  peserta Sidang Resort paling lambat satu(1) bulan sebelum pelaksanaan Sidang Resort atas persetujuan Praeses.
6) Praeses  mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sidang Resort HKI melalui surat Ketetapan atas usul Pimpinan Resort.
7) Pimpinan Resort mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sidang Resort.
8) Pimpinan Resort mengirimkan  bahan-bahan sidang resort kepada anggota sidang resort sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang resort.
9) Sidang Resort dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang resort.
10) Sidang Resort HKI dibuka dan ditutup oleh Praeses.
11) Pembukaan dan penutupan sidang resort  diisi dengan kebaktian.
12) Untuk musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan terbaik, sidang resort dapat  mengadakan  sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
13) Sidang Resort dilaksanakan  sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI. 



PASAL 39

SIDANG JEMAAT
a. Pengertian.
Sidang Jemaat adalah rapat lengkap yang diadakan  HKI  di tingkat jemaat sebagai tempat musyawarah jemaat mencapai mufakat dalam mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di jemaat itu.
b. Peserta Sidang Jemaat:
     
1) Pendeta Resort
2) Pimpinan Jemaat
3) Semua anggota Majelis  Jemaat (MJ).
4) Semua anggota Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ).
5) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Jemaat yang dihunjuk Pimpinan Jemaat.
6) Pendeta HKI yang menjadi anggota  di Jemaat itu (pendeta  yang ditugaskan PP  melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang terdaftar sebagai anggota  di jemaat itu).
7) Semua Penatua (Sintua) di jemaat itu.
8) Penginjil Wanita (Bibelvrouw) HKI yang menjadi anggota di jemaat itu.
9) Diakones yang melayani di jemaat itu.
10) Penginjil Pria (Evangelist) HKI yang menjadi anggota di jemaat itu.
11) Pengurus Lembaga-lembaga yang ada di jemaat itu.
14) Kepala-kepala seksi yang ada di jemaat itu.
15) Semua anggota Rumah Tangga dan anggota sidi yang terdaftar sebagai anggota  jemaat itu.
16) Praeses yang hadir.
17) Undangan, narasumber dan tamu.
c. Tugas Sidang Jemaat:
1) Menetapkan anggota Sidang Jemaat  HKI yang sedang dilaksanakan.
2) Menetapkan jadwal acara sidang jemaat.
3) Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat.
4) Mendengar dan membahas  Laporan Pertanggungjawaban tugas  Pimpinan Jemaat sekaligus Laporan Majelis Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
5) Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat (APBJ).
6) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di jemaat.
7) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari sektor-sektor dan usul-usul dari Pimpinan Jemaat, Majelis Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
8) Memantapkan pengelolaan harta milik HKI di jemaat itu.
9) Mengambil keputusan untuk penyelesaian terbaik tentang masalah yang berlarut-larut dipermasalahkan  dan tidak terselesaikan di sektor yang ada di jemaat  itu.
10) Memilih Majelis Jemaat, Sekretaris Jemaat dan  Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ). 
11) Menetapkan peserta Sidang Resort dan Sidang Daerah  dari Jemaat itu.
d. Pelaksanaan Sidang Jemaat
1) Undangan pelaksanaan sidang jemaat dijalankan setelah mendapat persetujuan dari Pendeta Resort. 
2) Sidang Jemaat dipimpin oleh Pendeta Resort.
3) Sidang Jemaat dilaksanakan  dua kali dalam satu periode.
4) Pimpinan Jemaat mengundang  peserta Sidang Jemaat paling lambat dua (2) minggu sebelum pelaksanaan Sidang Jemaat atas persetujuan Pendeta Resort.
5) Pendeta Resort mengangkat dan memberhentikan Panitia penyelenggara Sidang Jemaat HKI melalui surat ketetapan atas usul Pimpinan Jemaat.
6) Pimpinan Jemaat mengirimkan  bahan-bahan sidang jemaat kepada anggota sidang jemaat sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang jemaat.
7) Sidang Jemaat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang jemaat.
8) Sidang Jemaat HKI dibuka dan ditutup oleh Pimpinan Resort.
9) Pembukaan dan penutupan sidang Jemaat  diisi dengan kebaktian.
10) Untuk membantu Pendeta Resort memimpin  persidangan, sidang jemaat memilih dua orang yang bertugas sebagai  Majelis Ketua Persidangan Sidang Jemaat  dan seorang notulis dari peserta sidang.
11) Untuk musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil  keputusan  terbaik, sidang jemaat dapat  mengadakan  sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang Jemaat dilaksanakan  sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.
13) Mufakat dan Keputusan yang diambil di Sidang Jemaat harus  diumumkan melalui warta jemaat pada minggu terdekat sesudah pelaksanaan Sidang Jemaat.


PASAL 40

PERIODE
a. Periode di HKI lamanya lima (5) tahun.
b. Periode dilakukan mulai dari tingkat Pusat, Daerah, Resort dan Jemaat.
c. Periode di Daerah dilakukan dua bulan setelah  periode di Pusat
d. Periode di Resort dilakukan dua bulan setelah periode di Daerah
e. Periode di Jemaat dilakukan satu bulan setelah periode di Resort.
f. Ephorus, Sekretaris Jenderal, Majelis Pusat, Praeses dan BPK hanya menduduki jabatan yang sama selama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.
g. Seorang yang duduk di Majelis Daerah, Majelis Resort, Majelis Jemaat hanya dapat menduduki jabatan yang sama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.
h. Seorang Pejabat Guru Jemaat (Guru Jemaat pilihan Jemaat) hanya dapat menduduki Jabatan yang sama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.



BAB XI
 TATA TERTIB SYNODE, SIDANG DAN RAPAT DI HKI


PASAL 41
PENGUNDANGAN, PENGESAHAN RAPAT, KEHADIRAN DALAM RAPAT, PENGUNDURAN RAPAT.


a. Synode, Sidang dan Rapat diadakan berdasarkan undangan yang diperbuat untuk Synode, Sidang dan Rapat tersebut.
b. Pengundangan Synode, Sidang dan Rapat diatur sedemikian rupa sehingga semua peserta Synode, Sidang dan Rapat dapat hadir dan dapat mempersiapkan diri dengan bahan-bahan rapat.
c. Pengundangan Synode, Sidang dan Rapat sebaiknya diumumkan di jemaat melalui warta  jemaat.
d. Synode, Sidang dan Rapat harus selalu dimulai dan diakhiri dengan kebaktian.
e. Peserta Synode, Sidang dan Rapat yang tidak dapat hadir  harus memberitahukan  kepada pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
f. Peserta Synode, Sidang dan Rapat harus mengisi dan menandatangani daftar hadir.
g. Peserta Synode, Sidang dan Rapat yang telah menandatangani daftar hadir, bila ingin meninggalkan Synode, Sidang dan Rapat harus lebih dahulu memberitahukannya/permisi kepada pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
h. Synode, Sidang dan Rapat memenuhi quorum dan  sah apabila telah dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Synode, Sidang dan Rapat yang bersangkutan.
i. Bila Synode, Sidang dan Rapat tidak memenuhi quorum maka Synode, Sidang dan Rapat harus diundurkan:
1) Rapat unit kerja/pelayanan HKI diundurkan tujuh (7) hari.
2) Rapat Majelis Jemaat, Majelis Resort, Majelis Daerah dapat diundurkan  delapan (8) hari.
3) Rapat Majelis Pusat diundurkan  30 hari.
4) Sidang jemaat, sidang resort, sidang daerah  dapat diundurkan  dua (2) minggu.
5) Synode dapat diundurkan  60 (enampuluh) hari.
j. Synode, Sidang dan Rapat yang sudah diundurkan sah dan memenuhi quorum walaupun tidak dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota yang sepatutnya hadir.
b. Pimpinan Rapat dan penotulenan
1) Selain untuk memimpin rapat, sidang, sinode  yang telah diatur dalam PRT ini, rapat dipimpin oleh pimpinan unit kerja yang akan mengadakan rapat.
2) Untuk setiap rapat harus ada notulis atau perisalah yang disetujui oleh rapat yang bersangkutan.
c. Hal berbicara dalam rapat
1) Anggota/peserta Synode, Sidang dan Rapat yang ingin berbicara dalam rapat harus dengan persetujuan pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
2) Pembicara menyampaikan pembicaraannya harus melalui Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
3) Pembicara  harus sopan dan tidak boleh menyindir orang lain dalam menyampaikan pandangannya.
4) Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat berhak menasehati, menegor, menyetop ataupun mengeluarkan pembicara yang melanggar tata tertib Synode, Sidang dan Rapat.
5) Seorang yang berbicara tidak boleh diganggu.
6) Setiap anggota tidak boleh lebih dari tiga kali berbicara tentang satu topik pembahasan.
7) Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat memberikan kesempatan berbicara kepada anggota Rapat sesuai dengan jumlah anggota yang memintanya dan memberikan dengan waktu yang disediakan.
8) Peninjau dapat berbicara atas persetujuan Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
9) Anggota penasehat, peninjau  dan tamu tidak mempunyai hak suara  dalam hal terjadi pemungutan suara untuk mengambil keputusan.
d. Mengambil Keputusan Synode, Sidang dan Rapat
1) Lama pembahasan untuk satu pokok masalah diadakan sesuai dengan jadwal yang dibutuhkan dan bila tidak selesai maka pendapat dan usul-usul pemecahan masalah disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
2) Keputusan diusahakan/ diambil dengan hikmat musyawarah  untuk mufakat.
3) Dalam hal tidak tercapai mufakat dalam musyawarah, maka keputusan diambil dengan pemungutan suara (voting).
a) Keputusan sah apabila mendapat suara terbanyak dalam pemungutan suara.
b) Khusus pemungutan suara yang menyangkut diri pribadi seseorang harus dilakukan dengan tertulis secara bebas dan rahasia.
c) Dalam hal pemungutan suara mendapat jumlah suara yang sama maka pemungutan suara diadakan sekali lagi, dan kalau ternyata masih terdapat jumlah suara yang sama, maka Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat diberi kuasa untuk menetapkan suatu keputusan yang sah dan mengikat.


PASAL 42

TATA TERTIB PEMILIHAN
a. Jika dalam suatu  Synode, Sidang dan Rapat diadakan pemilihan, maka terlebih dahulu dibentuk suatu panitia pemilihan untuk memimpin pemilihan. 
b. Panitia Pemilihan itu dipilih oleh Synode, Sidang dan Rapat dari anggota Synode, Sidang dan Rapat.
c. Jumlah anggota Panitia Pemilihan dan ketuanya ditentukan oleh Synode, Sidang dan Rapat yang bersangkutan. 
d. Pemungutan suara dilakukan dengan mempergunakan kertas suara yang terlebih dahulu disediakan panitia pemilihan sebelum pemilihan.
e. Peninjau dan tamu dan anggota penasehat tidak berhak memilih.
f. Peninjau dan tamu tidak berhak mewakili seseorang atau kelompok.
g. Calon yang mendapat suara terbanyak dinyatakan terpilih atau menang.


PASAL 43

TATA TERTIB PELENGKAP
Untuk lebih memperkaya Tata Tertib Synode, Sidang dan Rapat,  setiap Synode, Sidang dan Rapat dapat menambah Tata Tertib sesuai dengan situasi dan kondisi sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja HKI dan peraturan lainnya di HKI.


BAB  XII
PELANTIKAN DAN SERAH TERIMA

PASAL 44

PELANTIKAN 
a. Ephorus, menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan dalam satu kebaktian khusus yang dipimpin oleh seorang Pendeta yang ditunjuk oleh Sinode dari kalangan pendeta yang lebih tua dari Ephorus.
b. Sekretaris Jenderal menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan  oleh Ephorus dalam satu kebaktian khusus.
c. Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan Praeses menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh Ephorus dalam satu kebaktian khusus.
d. Pimpinan Daerah, Majelis Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan Daerah menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan  mereka yang dilaksanakan oleh PP  dalam suatu kebaktian khusus.
e. Pimpinan Resort, Majelis Resort, Badan Pemeriksa Keuangan Resort menerima jabatan masing-masing dari gereja HKI dengan pelantikan mereka yang dipimpin oleh Praeses  dalam satu kebaktian khusus.
f. Pimpinan Jemaat, Majelis Jemaat, Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat  menerima jabatan masing-masing  dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh  Pendeta Resort dalam satu kebaktian khusus.
g. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat pusat menerima jabatan  masing-masing  dengan pelantikan  mereka yang dilaksanakan oleh  PP  dalam suatu kebaktian khusus.
h. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat daerah menerima jabatan  masing-masing  dengan pelantikan  mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah dalam suatu kebaktian khusus.
i. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat resort menerima jabatan  masing-masing  dengan pelantikan  mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Resort dalam suatu kebaktian khusus.
j. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat jemaat menerima jabatan  masing-masing  dengan pelantikan  mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Jemaat dalam suatu kebaktian khusus.


PASAL 45

SERAH TERIMA
a. Serah terima  jabatan PP  dari PP  yang lama kepada PP  yang baru diadakan segera setelah pelantikan PP  yang baru dengan dipimpin oleh Majelis Ketua Persidangan Synode di hadapan para anggota Synode, sebelum Synode ditutup.Setelah serah terima jabatan, PP  lama tidak diperbolehkan lagi mengeluarkan uang dari kas atau memindahtangankan harta kekayaan HKI tanpa persetujuan PP  yang baru.
b. Serah terima administrasi, harta benda dan kekayaan HKI dari PP  HKI yang lama kepada PP  HKI yang baru dilaksanakan paling lambat  sebulan setelah serah terima jabatan PP  diadakan, dengan dihadiri oleh anggota Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat yang lama dan Majelis Pusat dan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat yang baru.
c. Serah terima Praeses, diselenggarakan dan dipimpin oleh PP  dan dihadiri oleh  Majelis Daerah, Pendeta Resort dan Pendeta yang ada di daerah bersangkutan.
d. Serah terima Pendeta Resort, diselenggarakan dan dipimpin oleh Praeses  atau yang mewakilinya, dan dihadiri oleh Majelis Resort dan semua Guru Jemaat yang ada di Resort tersebut.
e. Serah terima Guru Jemaat ataupun pejabat guru jemaat diselenggarakan dan dipimpin oleh  Pendeta Resort dan  dihadiri oleh  anggota Majelis Resort dan semua anggota Majelis Jemaat yang ada di Jemaat tersebut.
f. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat pusat dilaksanakan oleh PP  dalam suatu kebaktian khusus.
g. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat  daerah  dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah dalam suatu kebaktian khusus.
h. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat resort dilaksanakan oleh Pimpinan Resort dalam suatu kebaktian khusus.
i. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat jemaat  dilaksanakan oleh Pimpinan Jemaat dalam suatu kebaktian khusus.


BAB XIII

HARTA  KEKAYAAN

PASAL 46


a. Segala harta kekayaan HKI, berupa anggota HKI, harta benda, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, uang dan surat-surat berharga, adalah satu kesatuan milik HKI yang dikelola dan dipelihara dengan baik oleh petugas yang diangkat gereja HKI sesuai dengan peraturan yang berlaku di HKI.
b. Segala harta kekayaan HKI harus digunakan semaksimal mungkin demi pengembangan  HKI.
c. Pengalihan dan pemindahan hak atas harta kekayaan milik HKI:
1) Yang berada dalam pengelolaan Jemaat hanya dapat dilaksanakan setelah diajukan melalui Pimpinan resort dan mendapat persetujuan dari PP  HKI.
2) Yang berada dalam pengelolaan Resort, Daerah, Yayasan/ Badan Usaha hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari PP  HKI.
3) Yang berada dalam pengelolaan PP  HKI hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pusat HKI yang didasarkan atas Keputusan Sinode.


BAB  XIV

PERATURAN TAMBAHAN

PASAL 47


a. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Rumah tangga ini kemudian akan  diatur oleh PP  dan Majelis Pusat dan tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja HKI (Tata Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Hukum Siasat Gereja) dan Pengakuan Iman Percaya HKI.
b. Peraturan Rumah Tangga HKI ini hanya dapat diubah dan ditambah oleh dan atas permintaan minimum 2/3 dari Anggota Sinode yang hadir.


BAB  XV

Aturan Peralihan dan Penutup

PASAL 48

Aturan Peralihan
a. Segala Peraturan dan Badan-Badan sebagaimana disebut dalam Tata Gereja HKI 1993 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dalam Tata Gereja Tahun 2005 ini.
b. Petunjuk Pelaksanaan Pasal-pasal dalam Tata Gereja Tahun 2005 ini  diatur secara khusus oleh PP  HKI guna kelancaran pelaksanaannya.


PASAL 49

PENUTUP
a. Peraturan Rumah Tangga ini disahkan pada Sinode  HKI ke 57.
b. Peraturan Rumah Tangga  ini berlaku  setelah pelaksanaan Sinode  HKI ke 57 tahun 2005.
c. Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga dan Hukum Siasat Gereja hasil Sinode Kerja tahun   1993,  masih   berlaku sampai Tata Gereja hasil Sinode  HKI ke 57 Tahun  2005 diberlakukan.


Ditetapkan  di: 
Pada hari        :
Tanggal          :
Oleh               : Sinode HKI  ke 57
Atas Nama  Sinode HKI ke 57.
Majelis Ketua Sidang Pleno Sinode HKI























HUKUM SIASAT GEREJA  HKI 2005


PASAL   1
P E N G E R T I A N
Hukum Siasat Gereja HKI adalah satu aturan atau alat yang dipergunakan gereja HKI untuk menasehati, menegor dan me¬nimbang perilaku dan perbuatan yang melanggar Firman Tuhan dan juga terhadap peraturan gereja itu sendiri.
Dengan Hukum Siasat Gereja ini, anggota jemaat atau pela¬yan yang diingatkan dan disadarkan atas pelanggarannya terhadap Firman Tuhan dan peraturan gereja ini dapat kem¬bali dan mau bertobat, dan hidup sesuai dengan Firman Tuhan, serta mau mengenakan dan mewujudkan di dalam hi¬dupnya perilaku sebagai manusia baru yang telah ditebus dan disucikan Yesus Kristus. (Band. Epesus 4:24-32). Dengan keberadaan para pelayan dan anggota jemaat yang hidup dan berjalan di dalam terang Firman Tuhan, maka Ge¬reja di dalam pertunbuhannya akan berjalan dengan aman, tertib dan teratur berdasarkan Iman, Kasih dan Pengharapan, dari Yesus Kristus Raja Gereja yang telah menguduskan ge¬reja itu sendiri. (Band. Epesus 2:21; I Korintus 13,13).
PASAL 2
D A S A R DAN T U J U A N
a.   D a s a r
Hukum Siasat Gereja HKI berdasarkan dan berpedoman kepada Fir¬man Tuhan saja yang tertulis dalam Alkitab Perjanjian La¬ma dan Perjanjian Baru, dan secara khusus tertulis pada Keluaran 19:10+22; Mateus 18:15; Epesus 2:21; Johanes 21: 14-19; 2 Tirnoteus 3:16.
b.   T u j u a n
1) Untuk membimbing, mendidik, menasehati, menimbang dan menegor orang yang melanggar Firman Tuhan dan peraturan Gereja,supaya menyadari perbuatannya yang salah, sehingga kembali ke jalan yang benar sesuai dengan Firman Allah, dengan demikian dianya tetap sebagai pewaris keselamatan dan kehidupan yang kekal.
2) Hukum Siasat  Gereja adalah salah satu alat yang dibuat oleh gereja HKI untuk melengkapi Tata Gereja, dan peraturan lainnya yang berlaku di HKI, untuk memelihara gereja yang teratur, tertib dan aman di dalam menunaikan tugas panggilannya dan yang tetap tumbuh dan hidup berdasarkan Iman, Kasih dan Pengharapan di dalam menjaga serta menyatakan kesucian dan kedudukannya (Epesus 2:21; 4:16).
PASAL 3
URGENSI PELAKSANAAN SIASAT GEREJA
Tuhan Yesus mengatakan dan memberikan tugas kepada gereja untuk menjaga, memelihara dan menggembalakan para anggota jemaat berdasarkan KasihNya (Johanes 21:15-19). Hal ini juga dinyatakan dalam Mateus 18:15-17 : "Apabila saudara¬mu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika dia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau mendengarkan jemaat, pandanglah ia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai".
Berpedoman kepada pesan Tuhan Yesus di atas itu, gereja harus menjalankan pemeliharaan dan penggembalaan terhadap anggota jemaatnya melalui percakapan atau perkunjungan ru¬mah tangga untuk menasehati atau menegor setiap orang yang berbuat salah, supaya ia mau meninggalkan perbuatan¬nya yang salah itu.
Bila peringatan yang diberikan gereja tidak diindahkan lagi oleh yang bersangkutan, maka gereja akan menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya itu dan diumumkan di gereja. Segala keputusan pengenaan Hukum Siasat Gereja terhadap setiap orang yang berbuat salah atau ja¬tuh ke dalam dosa, harus lebih  dahulu disampaikan kepada yang bersangkutan, barulah keputusan itu dapat diwartakan di dalam jemaat. Hukuman itu berlaku hanya kepada yang bersangkutan saja, tidak ikut kepada keluarganya.
PASAL  4
PELAKSANAAN HUKUM SIASAT GEREJA
Sesuai dengan fungsi Gereja seperti tersebut pada pasal 3 di atas, maka diaturlah pelaksanaan Hukum Siasat Gereja HKI sebagai berikut :
a. Jika anggota jemaat berbuat salah, maka yang melaksana¬kan Hukum Siasat Gereja ialah Majelis Jemaat yang di-pimpin Pendeta Resort.
b. Jika seorang dari Majelis Jemaat berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Ma¬jelis Jemaat dan Parhalado di Jemaat tersebut yang di¬pimpin oleh Pendeta Resort.
c. Jika seorang Penatua berbuat salah, maka yang melaksa¬nakan  Hukum Siasat Gereja ialah sidang Penatua yang di-pimpin Pendeta Resort.
d. Jika seorang Guru Jemaat berbuat salah, maka yang me¬laksanakan Hukum Siasat  Gereja ialah Majelis Jemaat dan Parhalado yang dipimpin Pendeta Resort.
e. Jika seorang Majelis Resort berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat  Gereja ialah sidang Majelis Resort yang dipimpin Pendeta Resort yang berlaku juga di gereja asal orang yang bersangkutan.
f. Jika seorang Majelis Daerah berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Daerah yang dipimpin Praeses.
g. Jika seorang Penginjil yang bertugas di Resort atau Daerah berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Resort atau sidang Ma¬jelis Daerah yang dipimpin oleh Praeses. 
h. Jika Pendeta berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Siasat  Gereja ialah sidang Majelis Pendeta yang dipimpin oleh Ephorus.
i. Jika Praeses berbuat salah, maka yang melaksanakan Hukum Sia¬sat  Gereja ialah sidang Praeses yang dipimpin oleh Ephorus.
j. Jika anggota Majelis Pusat berbuat salah, maka yang me¬laksanakan Hukum Siasat Gereja ialah sidang Majelis Pu¬sat yang dipimpin Ephorus.
PASAL 5
YANG KENA SIASAT
Hukum Siasat Gereja dikenakan kepada setiap orang (anggota jemaat dan pelayan jemaat) yang berbuat salah/dosa, yang kesalahannya/dosanya nampak dan dapat dibuktikan. Adapun kesalahan atau dosa yang dimaksud adalah segala perbuatan atau ucapan yang bertentangan dengan Firman Tuhan, Iman Kristen yang dipahami HKI, Tata Gereja dan Peraturan Ru¬mah Tangga HKI, serta peraturan yang berlaku di HKI. 
Jenis-jenis kesalahan itu adalah sebagai berikut 
a. Kesalahan terhadap ajaran (Dogma)
1) Penyembahan berhala atau menjadi kafir. Artinya, bahwa ia lebih percaya kepada mahluk lain, baik yang hidup maupun yang mati, dan kepada roh nenek moyangnya yang dia percayai mempunyai kekuatan dan dapat memberikan permintaannya. Hal itu dilakukan dengan mengadakan u¬pacara-upacara khusus yang mengandung unsur kekafiran.
2) Segala bentuk perjinahan atau kawin tanpa pemberkatan gereja, seperti kumpul kebo, kawin kontrak, marbagas roha-roha, beristri lebih dari satu atau bersuami lebih dari satu, perceraian dengan tidak dipisah kematian atau tidak dengan alasan perjinahan, homoseks, les¬bian, tukar kelamin, melacurkan diri, pengguguran kan¬dungan tanpa alasan keselamatan si ibu.
3) Membunuh, mencuri, saksi dusta, penipu, amarah dan iri hati, perseteruan, percabulan, pembohong, pesta-pora, dll, sebagaimana  dimaksud dalam I Korintus 5:1-13; I Timoteus 6:9-10; Galatia 5:19-20.
4) Yang menerima serta mempercayai ajaran sesat seperti Atheism, yaitu : Paham yang tidak mempercayai adanya Tuhan; Animism yaitu : Paham yang mempercayai bahwa semua benda sebagai perwujudan dari Allah dan tidak mempercayai Allah Tritunggal. Spiritisme yaitu :Paham" yang mempercayai roh-roh dan menyembahnya- sebagai Al¬lah. Sinkritisme yaitu : Paham yang menggabungkan ali¬ran-aliran kepercayaan sehingga tidak mempercayai Al¬lah Tritunggal. (band. Lukas 21:8; Mateus 7:15; Kisah Rasul 20:29). Aliran-aliran yang menyesatkan seperti : "Kelompok I Care" dan kelompok-kelompok doa yang tidak diakui oleh HKI.
5) Yang menerima dan mempercayai ajaran agama lain.
6) Yang melaksanakan kebiasaan kekafiran, seperti : 
Acara melempar daging sebagai bagian dari upacara pe¬makaman orang tua yang meninggal; Meninta berkat dari orang yang sudah meninggal; 
Memberi makan orang yang sudah meninggal  atau  tulang-belulang;  
Memberi  sesajen, dll.
7) Yang mencemarkan nama Tuhan Tritunggal.
8) Orang yang menerima dan mengakui Baptisan Ulang.
b. Kesalahan terhadap Peraturan Gereja HKI
1) Tidak taat kepada Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga dan Peraturan HKI.
2) Yang malas dan tidak mau mengikuti kebaktian Minggu atau perkumpulan yang diadakan oleh jemaat.
3) Yang lalai membawa anaknya untuk dibaptis.
4) Yang tidak mau  menerima  dan  mengakui  Perjamuan  Kudus.
5) Yang  tidak  memenuhi  kewajiban  dan  tanggungjawabnya  ke¬pada gereja.
6) Yang tidak memelihara ketertiban bergereja atau yang mengganggu ibadah. 
7) Yang menghina  dan  mencemarkan  nama  sesama  anggota  atau  pelayan gereja.
8) Yang  telah  selama  enam  bulan  meninggalkan  jemaat  dengan tidak ada pemberitahuan.
9) Pelayan Gereja yang tidak melaksanakan pelayanan gereja yang diembankan kepadanya sesuai dengan pentahbisannya (Na so mangulahon ruhut tohonanna).
PASAL 6
PETUNJUK PELAYANAN GEREJA
a. BAPTISAN KUDUS
Baptisan Kudus ialah salah satu tugas pelayanan Sakramen di HKI yang dilaksanakan di gereja atau di rumah oleh Pendeta, sesuai dengan suruhan Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja.
Dalam pelaksanaan Baptisan Kudus, Gereja HKI manbuat petunjuk sebagai berikut
1) Setiap orang tua wajib membawa anaknya untuk dibaptis.
2) Baptisan Kudus dapat dijalankan setelah orangtua anak yang akan dibaptis itu selesai menjalani masa pendidi¬kan yang diaturkan jemaat.
3) Baptisan darurat dapat diberikan kepada anak yang sa¬kit keras, oleh Penatua atau Guru Jenaat dengan cara tanpa penumpangan tangan. Setelah anak tersebut sehat kembali, maka orangtua anak harus membawanya ke gereja untuk menerima berkat pembaptisan dari Pendeta pada saat acara pembaptisan diadakan di jemaat tersebut.
4) Bila pelayan gereja berhalangan atau tidak dapat dihu¬bungi pada saat membutuhkan baptisan darurat, maka o-rangtua anak tersebut atau orangtua Kristen yang sedogma dengan HKI  yang ada di tempat itu dapat melaksanakan pembaptisan darurat tersebut dalam Nama Allah Bapa, AnakNya Yesus Kristus dan Roh Kudus. Setelah anak sehat kembali, orangtua harus membawanya ke gereja untuk menerima berkat pambaptisan dari pende¬ta pada saat acara pembaptisan diadakan.
5) Anak yang diadopsi dapat dibaptiskan setelah ada surat pernyataan dari keluarga yang mengadopsi, bahwa mereka benar-benar bertanggungjawab atas anak tersebut dan turut diwartakan di jemaat.
6) Anak yang lahir dari keluarga yang tidak resmi, yaitu keluarga yang tidak diberkati oleh gereja, atau anak yang lahir diluar pernikaban tidak dapat dibaptiskan.
7) Anak-anak hasil missi gereja atau basil missi perora¬ngan dapat. dibaptiskan. (Anak-anak hasil missi mak¬sudnya adalah anak-anak orang yang belum menjadi Kris¬ten).
8) Anak yang lahir dari hasil marbagas roha-roha tidak dapat dibaptiskan. Anak tersebut dapat dibaptiskan se¬telah orangtuanya selesai menjalani hukuman dari  siasat gereja.
9) Gereja HKI dapat  membaptiskan anak-anak dari orang Kristen lainnya yang sedogma dengan HKI setelah meme-nuhi persyaratan pembaptisan yang diaturkan jemaat.
10) HKI mengakui pembaptisan yang dilaksanakan oleh Gereja yang sedogma dengan HKI dan yang dilaksanakan Gereja Katolik.
11) Baptisan Kudus bagi orang dewasa dapat dilaksanakan setelah menjalani masa pelajaran akan Firman Tuhan se¬suai dengan yang diaturkan gereja.
12) Bayi tabung yang bersumber dari ayah dan ibu sendiri yang resmi diakui gereja, dan dikandung sendiri oleh ibunya, dapat dibaptiskan.
b. P E R J A M U A N K U D U S
Perjamuan Kudus adalah salah satu tugas pelayanan Sakra¬men di HKI yang dilaksanakan dalam gereja atau di rumah oleh Pendeta sesuai dengan suruhan Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja.Dalam melaksanakan Sakramen Perjamuan Kudus, gereja HKI membuat petunjuk sebagai berikut
1) Setiap jemaat wajib mengadakan pelayanan Perjamuan Ku¬dus terhadap anggota jenaat.
2) Perjamuan Kudus dapat dilaksanakan atau diberikan oleh Pendeta kepada setiap anggota jemaat yang sakit, di rumah atau di rumah sakit atau di lain tempat atas pertimbangan pada permohonannya.
3) Perjamuan Kudus diberikan kepada anggota jemaat yang sudah naik Sidi.
4) Anggota jemaat yang sedogma dengan HKI dapat menerima Perjamuan Kudus di HKI.
5) Perjamuan Kudus tidak dapat diberikan kepada anggota jemaat yang sedang dalam hukuman siasat gereja.
6) Bila yang bersangkutan sedang dalam sakit keras dan dianya mermohon agar kepadanya diberikan Perjamuan Ku-dus, kepadanya dapat diberikan Perjamuan Kudus setelah dianya menyesali perbuatannya di hadapan para parhala¬do.
7) Apabila ada anggota jemaat atau pelayan jemaat yang tidak mau mengikuti Perjamuan Kudus yang diadakan Je-maat, maka Majelis Jemaat akan menegor dan menaseha¬tinya.
c. S I D I
Sidi ia1ah bimbingan dan pengajaran yang diberikan oleh gereja kepada anak-anak untuk menanamkan, mamelihara dan mendewasakan pemahaman mereka terhadap Firman Tuhan, sehingga mereka menjadi anggota jemaat yang dewasa dalam Iman, berbakti kepada Tuhan dan terpuji dalam kehidupan bergereja.
Dalam pelaksanaan Sidi, gereja HKI membuat petunjuk sbb.:
1) Setiap orangtua wajib membimbing dan menyuruh anaknya yang telah berumur 13 tahun ke atas untuk belajar Sidi 
2) Gereja HKI mengakui Sidi yang diberikan oleh gereja yang sedogma dengan HKI.
3) Setiap anak yang akan naik Sidi wajib mengikuti masa belajar Sidi setidak-tidaknya 6 bulan.
 
d. P E R K A W I N A N
Perkawinan adalah ikatan cinta kasih antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menjadi pasangan suami-isteri dalam ikatan perjanjian seumur hidup yang bersifat monogamis berdasarkan iman kristiani.
 
Gereja HKI mengakui perkawinan dan mempercayai bahwa Tu¬han Allah sendirilah yang mengikat dan menetapkan perka-winan itu (Kejadian 2:18+24). Dengan demikian, perkawinan itu bukanlah yang dibuat manusia itu sendiri atau atas kuasa manusia sendiri.
Karena itu, perkawinan adalah suci dan yang harus dipeli¬hara kesuciannya sebagai sesuatu pemberian Tuhan. Sehing¬ga setiap orang yang hendak membentuk runah tangga (me¬laksanakan perkawinan) haruslah menerima berkat dari Tu¬han Allah melalui penberkatan oleh pendeta di gedung ge¬reja. (Band. Mateus 19:6; 5:32)
Dalam pelaksanaan pemberkatan perkawinan gereja HKI mem¬buat petunjuk sebagai berikut
1) Orang yang telah naik Sidi.
2) Umur calon pengantin wanita minimal 20 tahun dan calon pengantin pria minimal 22 tahun.
3) Mendapat persetujuan dari orangtua atau wali.
4) Mempunyai surat keterangan keanggotaan jemaat yang di¬tandatangani oleh Guru Jemaat dan Pendeta.
5) Permohonan akan kawin (martumpol) di hadapan majelis jemaat dan diadakan di gereja. Pada saat martumpol, semua kelengkapan persyaratan untuk pemberkatan sudah dipenuhi dan surat perjanjian nikah harus ditandata¬ngani oleh Pendeta Resort dan semua pihak yang -ber¬sangkutan.
6) Setelah mengadakan partumpolon, maka acara itu diwar¬takan di gereja dua kali Minggu berturut-turut. Bila warta jemaat diadakan hanya satu kali minggu saja, maka Pendeta Resort mempertimbangkan untuk mem¬berikan dispensasi.
7) Bila yang akan melangsungkan perkawinan itu adalah da¬ri anggoota ABRI atau pegawai, maka surat persetujuan dari pimpinannya sudah harus diserahkan pada saat partumpolon.
8) Perkawinan seorang janda dapat disetujui, setelah ianya sudah menjanda selama satu tahun atau lebih.
9) Perkawinan seorang duda dapat disetujui setelah ianya menduda selama satu tahun atau lebih. Untuk alasan ada bayi yang perlu perawatan, maka Pendeta dapat memper¬timbangkan dispensasi waktu.
10) Menentukan hari dan tanggal pemberkatan perkawinan se¬baiknya dirundingkan dengan Pendeta yang bersangkutan.
11) HKI menasehatkan warganya agar menuruti Undang-undang perkawinan Republik Indonesia.
e. PELANGGARAN TERHADAP PETUNJUK PEMBERKATAN PERKAWINAN
1) Perkawinan yang tidak diberkati oleh gereja (marbagas¬ roha-roha).
2) Perkawinan yang melahirkan anak lebih cepat dari per¬kiraan waktu biasanya, kecuali anak lahir secara pre¬matur yang diterangkan oleh pihak medis.
3) Wanita yang melahirkan anak tanpa suami yang sah menu¬rut gereja.
4) Yang menceraikan isteri atau suami dengan bukan alasan percabulan.
5) Kawin campur, yaitu kawin dengan pemeluk agama lain.
6) Yang kawin dengan bapak tiri atau ibu tiri. Kawin seda¬rah (incest), homoseks, lesbian, kawin kontrak.Band. Imamat 18:6-18; I Korintus 5:1-2; Mateus 19:3-13; Kejadian 2:24; Mateus 5:31).
7) Yang beristri atau bersuami lebih dari satu.
f. WARGA JEMAAT YANG MENINGGAL
Dalam pelaksanaan pelayanan upacara penguburan terhadap anggota jemaat yang meninggal, gereja HKI membuat petun¬juk sebagai berikut
1) Upacara penguburan harus memakai Agenda HKI dan dilak¬sanakan oleh pelayan HKI.
2) Gereja HKI dapat mengadakan upacara penguburan bagi anggota jemaat HKI yang meninggal di luar wilayah pe-layanan jemaat tersebut asal ada surat pengantar dari jemaat HKI di mana orang tersebut terdaftar sebagai anggota jemaat .
3) Upacara penguburan bagi anggota jemaat HKI yang me¬ninggal dan jenazahnya tidak dapat ditemukan karena situasi, dapat dilaksanakan dengan memakai Agenda HKI.
4) Bagi warga jemaat yang mati dengan bunuh diri, tidak diadakan upacara penguburan oleh gereja HKI.
g. PENGGALIAN TULANG BELULANG
Penggalian tulang belulang telah menjadi satu bagian dari budaya Batak. Gereja HKI yang melayani masyarakat Batak wajib mengawasi dan melayani upacara penguburan kembali tulang belulang. tersebut untuk menjaga hal-hal yang berbau kekafiran tidak sampai terjadi.
Karena itu, pelaksanaan penggalian tulang belulang yang bertentangan dengan kepercayaan HKI dan menjadi kena Hukum Sia¬sat Gereja adalah sebagai berikut :
1) Melaksanakan penggalian itu dengan cara kekafiran (Lihat Pasal 5.f).
2) Anggota jemaat yang melaksanakan penggalian itu dengan tidak memberitahukan kepada   pelayan gereja untuk dia¬wasi.
h. SENI BUDAYA DAN ALAT MUSIK
Seni budaya dan alat musik adalah merupakan pemberian Tu¬han. Orang Batak atau Indonesia sudah mengenal alat musik dan yang sudah dipergunakan dalam acara-acara orang Batak termasuk dalam gereja. Karena itu HKI wajib membimbing dan mendidik warganya yang memiliki alat musik agar di¬pergunakan sesuai dengan kepercayaan orang Kristen dan untuk kamuliaan Tuhan.. Oleh sebab itu, warga jemaat yang akan me1aksanakan pesta atau perayaan dengan memperguna¬kan alat musik tradisional haruslah lebih dahulu memberitahukannya kepada pelayan gereja-agar mendapat pengawasan.
Anggota jemaat atau pelayan yang mamakai alat musik tra¬disional untuk memanggil arwah atau untuk kesurupan akan dikenakan hukum siasat gereja.
Anggota jemaat yang kesurupan dalam pesta seperti itupun akan dikenakan hukum siasat  gereja.
PASAL 7
J E N I S  H U K U M A N
Setiap orang dari warga- jemaat HKI yang bersalah atau berbuat dosa, maupun yang melakukanr perbuatan melanggar Firman Tuhan, Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga, Hukum Siasat  Gereja dan Peraturan yang berlaku di HKI, maka dia-nya akan dikenakan hukuman. Jenis-jenis hukuman adalah sebagai berikut
a. Tegoran atau nesehat. 
b. Skhorsing selama 3 bulan; atau 6 bulan; atau 12 bulan. 
c. Dikucilkan atau dikeluarkan dari keanggotaan jemaat HKI. 
Keterangan
a. Orang yang kena Hukum siasat gereja tidak dapat mene¬rima Sakramen, dan tidak dapat diikutkan dalam rapat--rapat, serta tidak ada hak untuk memilih dan dipilih, selama dalam masa kena siasat.
b. Hukum Siasat Gereja dilaksanakan hanya kepada yang bersangkutan.
c. Dalam setiap pelaksanaan hukum siasat  gereja berpedo¬man kepada Pasal 4.
PASAL 8
SIKAP GEREJA TERHADAP ORANG YANG KENA SIASAT
Setiap orang yang kena hukuman dari Hukum Siasat Gereja disebut anggota siasat (yang dalam penggembalaan khusus). Mereka harus dianggap seperti “Anak yang hilang” (Lukas 15), dan seperti “domba yang hilang” (Mateus 18:12-14) yang harus dicari dan dibawa kembali ke kumpulan domba Allah yaitu persekutuan orang beriman.
Karena itu gereja harus :
a. Mendoakan mereka kepada Tuhan agar Roh Kudus menyadar¬kan mereka dan mengenal kesalahannya, dengan demikian dapat bertobat.
b. Membimbing mereka dengan Kasih Kristus.
c. Mengajak mereka agar tetap giat dalam kegiatan gereja¬wi.


PASAL 9
P E N E R I M A A N  K E M B A L I
HKI senantiasa terbuka untuk menerima kembali orang yang telah mengenal kesalahannya. Pengenalan akan kesalahannya ini haruslah nampak dari perbuatannya dengan menjauhkan diri dari dosa dan pelanggaran akan aturan yang sudah digariskan.
Bila pertobatan sudah dijumpai bagi orang yang kena sia¬sat tersebut, maka dianya dikembalikan menjadi warga je¬maat biasa setelah menempuh jenjang sebagai berikut
a. Menjalani masa pendidikan (marguru) akan Firman Tuhan dengan baik.
b. Menyesali perbuatannya



di hadapan sidang majelis di tingkat di mana yang bersangkutan berada.
c. Mewartakan pengembaliannya oleh jemaat setelah.menda¬pat persetujuan dari Pendeta Resort.
d. Bila yang diterima kembali itu adalah pelayan/partoho¬nan, maka sidang- partohonan dan Pendeta Resort akan mempertimbangkan apakah dianya dapat dikembalikan ke¬pada pelayanannya senula.
PASAL 10
P E N U T U P
Hal-hal yang belum dapat diatur dalam Hukum Siasat  Gereja ini,  diatur dalam Peraturan lainnya yang diterbitkan oleh PP  bersama-sama dengan Majelis Pusat HKI.

 
Hukum Siasat Gereja ini dapat diperbaiki oleh Sinode kalau ada dua pertiga dari peserta Sinode mengusulkan bagian-bagiannya yang harus diperbaiki.

Disahkan di :
Pada Sinode HKI ke 57.
Pada hari:
Tanggal :

Atas nama  Sinode
Majelis Ketua Persidangan Sinode


Komentar

Popular Posts

KHOTBAH MINGGU 17 NOVEMBER 2024, MATIUS 24: 9-14, ORANG YANG BERTAHAN SAMPAI AKHIR AKAN SELAMAT

KHOTBAH MINGGU 3 NOVEMBER 2024, MARKUS 12: 28-34, MENGASIHI TUHAN ALLAH DAN SESAMA MANUSIA

KHOTBAH MINGGU 24 NOVEMBER 2024, DANIEL 7: 9 - 14, KEKUASAAN DAN KERAJAAN ALLAH TIDAK AKAN LENYAP